Dengan peningkatan teknologi secara konstan, dan kesmpurnaan yang terus menerus berkembang, permintaan minyak secara bertahap berkurang. Jadi dalam situasi semacam ini dengan permintaan berkurang, bagi negara-negara penghasil minyak tersebut berpacu dengan waktu, yang paling penting adalah untuk memperoleh uang sebanyak mungkin sekarang.
Pada 12 Desember 2015, pada Konferensi Perubahan Iklim Paris, telah dicapai secara signifikan hasil historis, AS kosumen minyak terbesar dunia dan konsumen minyak ke-2 dunia Tiongkok, masing-masing membuat janji untuk meningkatkan pengurangan emisi secara besar-besaran.
Strtuktur energi transisi, dan peningkatan skala besar dalam investasi energi bersih telah menjadi tujuan dan usaha semua negara di dunia. Industri biaya tinggi, industri tradisional yang boros minyak dan energi yang sangat polusi, secara bertahap digantikan yang biaya rendah, polutan rendah, industri energi bersih, dan irit energi. Ini menjadi tren utama pembangunan sekarang.
Dengan latar belakang revolusi gas serpih AS, dan diverfikasi serta energi bersih atau cleansing energi dari impor Tiongkok, negara-negara pengekspor minyak tradisioanl merasa tertekan. Harga minyak yang rendah telah dijadikan senjata untuk memperpanjang tren revolusi struktur energi ini.
Ambil mobil sebagai contoh, tahun lalu total penjualan mobil AS mencapai 17,5 juta mobil, tapi hanya 116,500 mobil yang bertenaga listrik atau mobil hybrid. Jumlah ini bahkan lebih rendah dari jumlah yang dijual pada tahun 2014.
Untuk negara seperti Arab Saudi tentu saja tidak ingin adanya energi baru muncul. Dalam kenyataannya, berdrasarkan penelitian, selain Arab Saudi semua perusahaan minyak benar-benar telah tertekan dengan munculnya teknologi energi baru.
Strategi Arab Saudi mungkin menyebabkan penurunan investasi di bidang teknologi energi baru, atau menyebabkan proses meperlambat untuk beberapa waktu tertentu, tapi bagaimanapun tidak akan mengubah arah akhir dan hasil pencapaian energi baru.
Organisasi keuangan terbesar dunia, Merrill Lynch menunjukkan bahwa untuk jangka panjang, lingkungan dunia yang mulai berupaya untuk mengontrol emisi gas rumah kaca dan meningkatkan efisiensi energi, penurunan harga minyak lebih menguntungkan Arab Saudi mencapai tujuannya memaksa AS untuk mengurangi produksi minyak.
Tapi hanya negara-negara yang bisa bertahan dengan kerugian dari harga minyak yang rendah yang dapat menerapkan strategi jangka panjang ini. Dengan harga minyak yang dipaksa turun menjadi kurang dari 70 USD per barel, hal ini bahkan akan menyulitkan Arab Saudi sendiri untuk menjaga keseimbangan keuangan nasional.
Hari ini, harga internasional minyak telah jatuh sekitar 30 USD per barel, namun negara-negara OPEC yang dipimpin Arab Saudi masih menolak untuk mengurangi produkasi. Dengan cara itu bagaimana riuh “teori konspirasi” dari harga minyak ini dimainkan?
OPEC adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak terbesar di dunia. Untuk waktu yang lama, telah mempertahankan keseimbangan antara pasokan dan permintaan minyak dunia, dengan mengurangi produksi ketika harga minyak turun, dan meningkatkan produksi ketika harga minyak naik, bertindak sebagai stabilisator pasar.