Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ada Apa Dibalik “Konspirasi” Perang Harga Minyak Dunia Sekarang (3)

14 Februari 2016   10:31 Diperbarui: 14 Februari 2016   11:24 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analis melihat rupanya Arab Saudi pasti mempertimbangkan menekan shale oil AS, karena Arab Saudi adalah negara penghasil minyak terbesar dunia, dan memiliki biaya produksi terendah di dunia. Biaya produksi rata-ratanya mungkin sekitar 80% dari produksinya hanya 10 USD per barel (setiap ladang minyaknya berbeda biaya produksinya).

Biaya produksi ladang minyak yang termurahnya sekitar 2 USD per barel, jadi minyaknya seperti jatuh dari langit. Sehingga bagi yang biaya produksinya tinggi dipaksa untuk keluar lingkungan dari harga minyak yang rendah. Itu yang menjadi pertimbangannya.

Upaya Industri Shale Oil & Gas AS

Namun apa yang mengejutkan bahwa setelah Arab Saudi dan anggota OPEC lainnya membuat keputusan tidak mengurangi produksi,  perusahaan shale gas AS juga menyatakan sikap bahwa mereka akan melawan mati-matian untuk keadaan ini.

Beberapa media telah meringkas keadaan seperti berikut: Tidak ada perusahaan energi AS yang memprodukasi shale oil dan gas mengubah rencana mereka untuk meningkatkan produksi setelah mendapat tantangan Arab Saudi. Mereka sangat percaya negara-negara OPEC lainnya akan mengalami keadaan yang sulit pada dirinya sendiri jika terus membela harga minyak yang tetap rendah.

Chesapeke Energy, EOG Resources, dan eksekutif perusahaan shale oil & gas lainnya bahkan berjanji untuk mempertahankan produksi saat ini ketika merilis laporan keuangan mereka, atau tetap meningkatkan produksi. Mereka percaya bahwa andaikata harga minyak jatuh lebih rendah lagi, mereka dapat menurunkan biaya produksi mereka untuk bisa mendapatkan keuntungan.

“Arab Saudi sedang bertaruh besar. Jika mereka menurunkan harga dibawah 60 atau 70 USD per barel, tentu saja produksi AS akan berkurang. Tapi tidak akan berakhir begitu saja--- justru negara OPEC lainnya akan juga berbagi nasib yang jauh lebih buruk.”

Menurut situs “Forbes” Tiongkok. Saat ini pertarungan Arab Saudi dengan minyak serpih AS  dan produsen minyak murah lainnya mungkin telah  menghabiskan sekitar 100 juta USD cadangan devisa mata uang asingnya. Namun penurunan drastis harga minyak dalam waktu singkat telah memberi pukulan ke pengembangan minyak serpih AS.

Statistik dari Bloomberg press memberitakan, produsen minyak idependen AS menderita kerugian hampir 14 lilyar USD akibat penurunan harga minyak tahun lalu.

Teknologi Industri Minyak Serpih Terus Berkembang

Dalam hal ini “The Economist” tetap optimis : Teknologi rekah hidrolik (fracking) yang digunakan untuk ekstraksi minyak serpih relatif masih muda dan baru. Efisiensi teknologi ini berkembang cepat, Perkembangan Teknologi minyak serpih akan terus meningkat. Perkembangan teknologi minyak serpih akan menjadi ancaman besar bagi angan-angan dari Arab Saudi dan negara-negara OPEC lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun