Arab Saudi Melawan Shale Oil AS
Namun dalam artikel itu juga menekankan bahwa ini hanya bagian dari tujuan strategi minyak Arab Saudi. Untuk menyaingi dan memukul shale oil (minyak serpih) AS merupakan titik lawan lain dari keperdulian untuk kepentingan Arab Saudi.
Dan ini menjadi “teori konspirasi” lain dalam masalah penurunan harga minyak internasional.
“Revolusi Shale Gas” AS dimulai dari tahun 2006. Menurut data baru dari pemerintah AS, pada bulan Okrober 2015, produksi minyak mentah mencapai 9,35 juta barel per hari. Dunia luar umumnya percaya bahwa AS sebagai konsumen minyak terbesar dunia, sudah terjadi penurunan tajam dalam impor minyak tahunannya, bahkan sudah mulai mengubah struktur energi dalam negeri.
Namun, bagi AS untuk memproduksi minyak serpih/shale oil dalam industri ini yang relatif baru saat ini masih sekitar 60 USD per barel, Ini berarti jika harga minyak internasional terus turun, industri ini yang masih dalam tahap pertumbuhan niscaya akan menghadapi bahaya tercekik.
Jadi tampaknya ada alasan lain bagi Arab Saudi terlibat dalam perang harga minyak ini, yaitu untuk menyerang dan memberi pukulan kepada shale gas AS, karena biaya produksi shale gas berbeda di daerah yang berbeda. Berkisar antara 40 USD dan 80 USD per barel, dengan rata-rata sekitar 60 sampai 65 USD per barel.
Sekarang harga minyak internasional lebih rendah dari 30 USD per barel, sehingga sulit bagi perusahaan shale gas untuk mendapat laba atas investasi mereka, dan ini menjadi yang mengerikan bagi perusahaan shale gas. Sudah banyak perusahaan yang bangkrut, dan Arab Saudi melihat bahwa AS sedang mencoba menggunakan energi baru untuk menggantikannya, jadi Saudi seperti memainkan kartu ini.
Data dari badan Energi Internasional menunjukkan bahwa teknologi, shale oil dan gas ini hanya akan memiliki pengembangan komersial yang cukup tinggi jika harga minyak lebih tinggi dari 80 USD per barel.
Jika harga minyak internasional tetap rendah untuk waktu yang cukup lama, akan mempengaruhi dukungan dari kaptitalis ventura dan investasi ekuitas swasta untuk industri shale oil dan gas, bahkan mungkin akan memutuskan rantai pendanaan untuk industri ini.
Karena itu, pada konferensi OPEC pada bulan Nopember 2014, Arab Saudi yakin para anggota OPEC yang telah menderita dari harga minyak rendah untuk percaya bahwa satu-satunya cara untuk menahan peningkatan produksi dari shale oil/minyak serpih AS adalah dengan membuat harga minyak tetap rendah, maka mendorong konferensi OPEC untuk membuat keputusan untuk tidak mengurangi produksi.
Kini harga minyak internasional telah jatuh menjadi USD 30 perbarel, namun strategi dari Arab Saudi tampaknya tetap tidak berubah.
Analis melihat rupanya Arab Saudi pasti mempertimbangkan menekan shale oil AS, karena Arab Saudi adalah negara penghasil minyak terbesar dunia, dan memiliki biaya produksi terendah di dunia. Biaya produksi rata-ratanya mungkin sekitar 80% dari produksinya hanya 10 USD per barel (setiap ladang minyaknya berbeda biaya produksinya).
Biaya produksi ladang minyak yang termurahnya sekitar 2 USD per barel, jadi minyaknya seperti jatuh dari langit. Sehingga bagi yang biaya produksinya tinggi dipaksa untuk keluar lingkungan dari harga minyak yang rendah. Itu yang menjadi pertimbangannya.
Upaya Industri Shale Oil & Gas AS
Namun apa yang mengejutkan bahwa setelah Arab Saudi dan anggota OPEC lainnya membuat keputusan tidak mengurangi produksi, perusahaan shale gas AS juga menyatakan sikap bahwa mereka akan melawan mati-matian untuk keadaan ini.
Beberapa media telah meringkas keadaan seperti berikut: Tidak ada perusahaan energi AS yang memprodukasi shale oil dan gas mengubah rencana mereka untuk meningkatkan produksi setelah mendapat tantangan Arab Saudi. Mereka sangat percaya negara-negara OPEC lainnya akan mengalami keadaan yang sulit pada dirinya sendiri jika terus membela harga minyak yang tetap rendah.
Chesapeke Energy, EOG Resources, dan eksekutif perusahaan shale oil & gas lainnya bahkan berjanji untuk mempertahankan produksi saat ini ketika merilis laporan keuangan mereka, atau tetap meningkatkan produksi. Mereka percaya bahwa andaikata harga minyak jatuh lebih rendah lagi, mereka dapat menurunkan biaya produksi mereka untuk bisa mendapatkan keuntungan.
“Arab Saudi sedang bertaruh besar. Jika mereka menurunkan harga dibawah 60 atau 70 USD per barel, tentu saja produksi AS akan berkurang. Tapi tidak akan berakhir begitu saja--- justru negara OPEC lainnya akan juga berbagi nasib yang jauh lebih buruk.”
Menurut situs “Forbes” Tiongkok. Saat ini pertarungan Arab Saudi dengan minyak serpih AS dan produsen minyak murah lainnya mungkin telah menghabiskan sekitar 100 juta USD cadangan devisa mata uang asingnya. Namun penurunan drastis harga minyak dalam waktu singkat telah memberi pukulan ke pengembangan minyak serpih AS.
Statistik dari Bloomberg press memberitakan, produsen minyak idependen AS menderita kerugian hampir 14 lilyar USD akibat penurunan harga minyak tahun lalu.
Teknologi Industri Minyak Serpih Terus Berkembang
Dalam hal ini “The Economist” tetap optimis : Teknologi rekah hidrolik (fracking) yang digunakan untuk ekstraksi minyak serpih relatif masih muda dan baru. Efisiensi teknologi ini berkembang cepat, Perkembangan Teknologi minyak serpih akan terus meningkat. Perkembangan teknologi minyak serpih akan menjadi ancaman besar bagi angan-angan dari Arab Saudi dan negara-negara OPEC lainnya.
Estimasi dari HIS Energy menyatakan bahwa dalam setahun terakhir ini, biaya produksi untuk proyek-proyek minyak serpih klasik telah lebih murah dari 70 USD per barel menjadi 57 USD per barel. Proyek minyak serpih di pantai dari ConocoPhillips AS bahkan telah turun menjadi 40 USD per barel.
Selain itu, analis juga percaya bahwa meskipun harga minyak yang rendah akan menimbulkan riak melalui industri minyak serpih domestik AS, tapi efek dari promosi ekonomi AS secara bertahap mulai muncul ke permukaan.
Harga minyak yang rendah mempunyai sisi baik dan buruk bagi AS. Satu sisi jelas menghambat pengembangan energi baru, seperti gas serpih (shale gas). Tetapi AS adalah pengimpor minyak, bukan pengekspor minyak, mereka mengimpor sejumlah besar minyak. Sehingga jika harga minyak rendah secara keseluruhan masih akan mendapatkan keuntungan dari keadaan ini.
Jadi untuk satu pos atau departemen ini masih mengalami kerugian, tetapi masih ada pos-pos (departemen) industri lain AS yang membawa keuntungan. Seperti hanya 1% pos yang mengalami kerugian, tetapi ada 99% pos yang menguntungkan. Jadi secara keseluruhan, negara ini masih mendapat untung. Secara strategis masih menguntungkan.
Secara ekonomis bagi AS, pendapatan masih lebih besar dari biaya pengeluaran. Jadi sementara ini AS belum memberi tanggapan, masih optimistis tentang penurunan harga minyak.
Sudah sejak lama, hak untuk menentukan harga minyak belum berada di tangan negara-negara pengahsil minyak, sebagian besar harga minyak telah ditentukan oleh harga perdagangan minyak berjangka. Tidak hanya karena faktor investasi uang, ada juga faktor spekulasi, dan banyak diwarnai pertimbangan politik dan strategis.
Jadi dibalik “teori konspirasi” harga minyak jatuh tampaknya adalah geopolitik. Tapi banyak juga yang pertanyakan apakah masih ada alasan lain?
Pada 12 Januari 2016, ketika perdagangan dibuka, harga minyak internasional turun dibawah 30 USD per barel, ini menandai rekor baru harga terendah selama 12 tahun.
James Hughes, seorang analis pasar dari Inggris mengatakan : “Saya tidak malu mengatakan bahwa saya memberitahu bahwa setiap kali harga minyak turun 10 USD sejak sekitar 70 USD, saya pikir itu sudah akan yang paling rendah, dan saya kira orang luar juga berpikir sama. Saya tidak dapat membayangkan turunnya harga seperti demikian jauh, dan akan lebih rendah lagi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi harga.”
Ada isu-isu geopolitik, masalah investasi keuangan, dan permintaan. Tapi faktor penentu terbesar dalam jangka panjang adalah permintaan. Tidak perduli seberapa baik kesempatan investasi, jika tidak ada permintaan yang datang memesan, semua yang kita investasikan akan sia-sia.
Pada saat yang sama, faktor geopolitik tampaknya penting, tetapi pada akhirnya, perubahan permintaan akan menjadi alasan memperburuk konflik geopolitik.
Pada pagi hari 28 Nopember 2015, di kantor pusat OPEC di Wina, Austria, OPEC mengumumkan mereka akan mempertahankan tingkat produksi minyak mentah.
Pada tahun 2015, permintaan gobal untuk minyak mentah OPEC adalah 29,9 juta barel per hari, dan OPEC memasok sekitar 31,85 juta barel per hari. Dengan kata lain, OPEC sendiri menghasilkan kelebihan 1,95 juta barel per hari pada tahun 2015.
Sekarang Iran kembali lagi ke pasar minyak mentah internasional, hal ini akan memperburuk kelebihan minyak. Iran berharap untuk meningkatkan mengekspor minyak mentah dari 500 ribu barel per hari menjadi 1,5 juta barel per hari.
Saat ini, kemampuan ekspor keseluruhan Iran antara 2,5 juta sampai 3 juta barel, yang berarti perlu ratusan juta ton --- atau lebih dari 200 juta ton ekspor minyak yang pernah mereka lakukan pada masa lalu.
Iran mempunyai cadangan minyak yang cukup kaya, termasuk salah satu yang tertinggi ke-5 di dunia. Yang juga peringkat ke-5 top dunia untuk gas. Secara individual memang bukan yang pertama dalam minyak dan gas dikombinasikan, tapi paling tidak memiliki jumlah cadangan yang sangat kaya.
Jadi dengan dicabutnya sanksi, para analis yakin dana dan teknologi akan tumbuh perkembang besar di masa depan. Dan ini akan membuat kelebihan pasokan yang lebih buruk.
Terpengaruh Produksi Minyak Mentah AS
Beberapa analis percaya bahwa alasan pasokan pada skala besar seperti pasar minyak mentah internasional adalah sebagian dikarenakan AS meningkatkan produksi minyak mentah, Jika kita bertitik tolak harga minyak pada musim gugur (September/Oktober) , dapat ditelusuri kembali ke kenaikan setelah kejatuhan sebelumnya pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, harga minyak dengan cepat naik menjadi 147 USD per barel, dan kemudian jatuh menjadi 30 USD per barel pada bulan Desember 2015. Dan kemudian karena stimulus besar-besaran, harga minyak meningkat lagi secara bertahap dan cepat.
Dikarenakan harga minyak naik lagi, mendorong beberapa produksen minyak baru untuk masuk ke pasar, khususnya produksi minyak serpih AS. jadi dalam tahun 2011-2014, produksi minyak serpih AS meningkat 3,5 juta barel per hari.
Jadi bisa dibayangkan 3,5 juta, ditambah lagi dengan Arab Saudi dan Iran, OPEC menghasilkan jumlah tertinggi ketiga minyak dunia, betapa besarnya jumlah itu.
Di satu sisi, pasokan terus melebih permintaan, dan di sisi lain, pertumbuhan lambat ekonomi global juga telah menyebabkan permintaan minyak menatah harus dikurangi. Meskipun situiasi ekonomi AS telah mulai membaik, tapi Eropa dan Jepang mengalami kemerosotan dan pertumbuhan ekonomi melambat, sehingga pasar untuk disipasi (pengeluaran uang) energi juga diperkirakan menurun.
Telah terlihat adanya perlambatan umum ekonomi global, dan ekonomi pasar ekonomi negara berkembang seperti Tiongkok dan Brazil tumbuh lebih lambat , dan juga Amerika Selatan dan Afrika.
Juga permintaan minyak mentah dari negara maju, terutama Eropa dan Jepang, negara-negara ekonomi maju ini pada dasarnya pertumbuhan ekonominya sedang negatif. Jadi banyak analis yang percaya dalam keadaan demikian faktor ekonomi sebenarnya menjadi komponen sangat penting dalam turunnya harga minyak.
(Bersambung .......)
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar dan Dalam Negeri
Oil Prices: What’s Behind the Drop? Simple Economics
This Time, Cheaper Oil Does Little for the U.S. Economy
World's Largest Energy Trader Sees a Decade of Low Oil Prices
Oil expert Daniel Yergin: 'hard times' ahead for producers
Oil prices are at the mercy of geopolitics
Setelah Anjlok di Bawah 30 Dollar AS per Barel, Harga Minyak Kembali Menguat
IMF cuts global growth forecasts
IMF Cuts Global Growth Forecast to 3.4% in Year of ‘Great Challenges’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H