Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prestasi Kontra-Terorisme AS & Rusia, Latar Belakang Aliansi Pimpinan Arab Saudi, “ISIS” Mulai Ambruk (3)

18 Januari 2016   10:06 Diperbarui: 18 Januari 2016   20:57 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ketegangan Arab Saudi & Iran

Pada 2 Januari 2016, Arab Saudi mengeksekusi seorang Imam Syiah Nimr Baqir al-Nimr yang terkenal memicu kemarahan Iran. Pada malam ke-3 warga Iran menyerbu kantor konsulat Arab Saudi dan membakarnya. Selanjutnya Arab Saudi mengumumkan mereka memutuskan semua hubungan dengan Iran, keputusan mendadak yang menggemparkan masyarakat internasional. Dan Indonesia mencoba mengirim ulama untuk bisa mendamaikan mereka. (Apa latar belakang dari ketegangan ini akan dibahas dalam tulisan lain kemudian.)

Kedua “musuh” yang memang memiliki dendam lama oleh konflik agama, telah mengelupas lukanya kembali pada waktu yang kiritis di situasi yang penuh gejolak di Timteng.

Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran mengatakan : “Dengan dibunuhnya tokoh tersebut, dan kemartiran orang tersebut, itu benar-benar kejahatan. Ini adalah kejahatan besar. Dan itu adalah perbuatan yang salah, karena darah ini akan menyulitkan mereka. Tidak ada yang diragukan untuk itu. Mereka yang membuat kebijakan mengeksekusi mereka dan pengambil keputusan dari pemerintah Saudi seharusnya tidak memiliki keraguan bahwa darah ini akan menyulitkan mereka. Dan ini akan mengganggu mereka.”

Al-Jubair, Menlu Arab Saudi membalas serangan tersebut dengan mengatakan: “Serangan ini merupakan perpanjangan dari ambisi Iran untuk politik di kawasan ini, dan niat untuk mengganggu keamanan dan stabilitas kawasan, serta menciptakan dan menyebarkan perang.”

Banyak komentator percaya Arab Saudi dan Iran merupakan kekuatan utama di Timteng, dan dianggap klompotan di balik serangkaian perang sipil dan situasi tegang di Timteng.

Konflik antara Arab Saudi dan Iran terlihat ditingkatkan di medan perang Syria. Arab Saudi menjadi pendukung utama dari kekuatan oposisi, dan militer Sryia telah menerima banyak bantuan persediaan dan amunisi dari milisi Syiah yang didukung Iran. Arab Saudi menuduh al-Assad melaksanakan genosida dan menyebut Iran “penjajah.”

Iran membalas dengan tuduhan serius dengan mengatakan “Arab Saudi mendukung terorisme.” Saat kedua negara memutuskan hubungan, Arab Saudi membentuk aliansi kontraterorisme, sehingga konflik mereka yang tadi berada di bawah meja kini pindah di atas meja.

Tiga minggu lalu, Arab Saudi membentuk aliansi militer kontra terorisme dengan negara-negara Arab termasuk Mesir, Qatar, Emirat Arab dan negara-negara Islam seperti Turki, Malaysia, Pakistan dan bahkan beberapa negara Afrika. Tapi Iran, Irak dan Syria tidak ada dalam daftar ini.

Banyak orang mempertanyakan kepada siapa aliansi ini sebenarnya ditujukan? Hal ini tidak diarahkan kepada AS, dan bukan untuk membagi loyalitas kepada AS. analis melihat ini diarahkan kepada Rusia, Iran, Syria, dan Hizbullah di Lebanon serta pemerintah sentral Irak, untuk membentuk apa yang dalam kenyataannya sebagai oposisi regional dengan anti-Syiah dan aliansi anti-”ISIS” yang didukung kekuatan eksternal--Rusia.

Mengapa Irak, Iran dan Syria tidak dimasukkan dalam daftar ini? Kita bisa melihat ketika tahun 1979, Iran mendirikan pemerintahan Islam Syiah, dua kubu  utama secara bertahap terbentuk di Timteng, kubu negara Syiah yang dipimpin Iran, yang termasuk Irak, Syria dan Hizbullah di Lebanon. Dan kubu negara Sunni yang dipimpin oleh Arab Saudi yang termasuk Mesir, negara-negara Teluk. Yordania, Yaman, dan negara-negara Arab di Afrika Utara.

Sebagai negara Sunni utama, Arab Saudi khawatir negara-negara Syiah akan memanfaatkan operasi terhadap “ISIS” untuk begabung bersama-sama dan tumbuh menjadi lebih besar dan lebih kuat.

Pasukan inti aliansi kontraterorisme Arab Saudi adalah anggota GCC, pasukan sekitar monarki Arab ini menjadi kekuatan non-inti, serta negara-negara Islam Sunni di dunia. Mereka itu lebih menekankan ciri-ciri Sunni mereka. jadi tidak mungkin termasuk Iran atau  pemerintah Syria. Jadi aliansi ini juga bisa disebut “aliansi kontraterorisme” yang menentang Iran dan Syria.

Pada bulan Agustus 2015, setelah Presiden Iran, Hassan Rouhaini terpilih, AS dan Iran mulai sering memberikan sinyal positif, hubungan mulai menghangat antara AS dan Iran. Ini benar-benar yang tidak diharapkan Arab Saudi dan menbuat mereka tidak nyaman.

Awalnya, Arab Saudi hanya berada dalam satu koalisi, koalisi AS dan negara-negara Timteng yang hampir semua dalam kenyataannya berfaksi Sunni, pasukan AS yang melayani mereka. Mereka seolah di “sandera”, dan kekuatan Sunni terlihat baik-baik saja.

Sejak tahun lalu telah timbul satu masalah—dimana AS mencapai kesepakatan nuklir dengan Iran, karena menurut sudut pandangan AS jika hanya mendengarkan satu faksi dari dua faksi maka akan pasif.  Seperti diketahui AS selalu akan menjadi pemimpin situasi, apa mau hanya di “sandera” oleh suatu kekuatan?  Ini tidak menguntungkan AS. Jadi AS memutuskan untuk berbicara dengan kedua belah pihak, dan menandatangani perjanjian nuklir Iran.

Begitu perjanjian nuklir tercapai, sanksi Barat dikendurkan, dan kebangkitan dan perkembangan Iran akan segera terlihat. Iran tidak hanya akan menjadi ancaman keamanan yang lebih besar bagi Arab Sausi, juga akan menjadi pesaing dari Arab Saudi di pasar minyak  internasional dan Arab Saudi tidak menginginkan hal itu terjadi. Dan kini sejak 16 januari 2016, sanksi AS dan Eropa terhadap Iran sudah resmi dicabut.

Dari sudut pandang Arab Saudi, sejak “Perjanjian Nuklir AS-Iran” ditandatangani, mereka merasa kepentingan faksi-faksi Sunni sudah mulai rusak. Awalnya AS hanya mendengarkan dari pihaknya, tapi sekarang harus mendengarkan kedua pihak, ini dianggap suatu ancaman. Ditambah lagi sekarang Rusia terlibat juga.

Saudi Arabia selalu merasa curiga dengan operasi Rusia di Syria. Mereka khawatir pemerintah al-Assad yang mereka tentang dengan gigih akan mendapat dukungan Rusia, dan pasukan oposisi yang didukung Arab Saudi akan menjadi target serangan Rusia. Dan situasi Syria dimana Arab Saudi telah kelola sangat keras akan berubah.

Semua orang tahu bahwa aliansi empat negara dengan Rusia yang terdiri dari Rusia, Iran, Irak, dan pemerintah Syria semuanya Syiah. Awalnya, AS membantu (Arab Saudi), tapi sekarang AS harus mendenggarkan kedua belah pihak, dan sekarang Rusia membantu lawan Arab Saudi, itu membuat kaum Sunni tidak nyaman. Sehingga diperlukan untuk memperkuat kesatuan Sunni, itulah sebabnya mengapa dibentuk aliansi 34 negara.

Alasan Arab Saudi Membentuk Aliansi Konter-terorisme Baru

Krisis Syria telah membuat kepercayaan antara AS dan Arab Saudi turun tajam. Arab Saudi hanya ingin menjadi pihak yang mengakhiri pemerintahan al-Assad, sehingga negara-negara yang berada ditarik di sisinya disebut “aliansi anti-al-Assad”, mereka ini bahkan telah memberi dana dan senjata kepada oposisi Syria.

Tapi Obama masih ragu-ragu, dan tidak ingin mengambil operasi besar di Syria. Sebaliknya, dia “menarik kembali” dan berdiri dibelakang begitu melihat banyak operasi besar dan membiarkan Arab Saudi, Yordania dan negara-negara yang melakukannya. Maka dari itu Arab Saudi pikir lebih baik membentuk aliansi lain sendiri untuk memerangi terorisme, dan dirinya sebagai master sejati.

Tentang apakah Bashar al-Assad harus mundur atau tidak? AS dan Eropa, serta Iran dan Rusia menyepakati sesuai dengan metode membiarkan rakyat Syria yang menentukan. Biarkan suara mereka sendiri yang memutuskan. Mereka tampaknya sudah mencapai kesepakatan. Jadi sekarang, siapapun tidak bisa mengatakan apa-apa. Juga Arab Saudi dan negara-negara Arab juga tidak berdaya.

Mereka dengan lantang dan bersemangat memprotes, untuk tidak boleh ada penyelesaian politik, Bashar al-Assad harus mundur. Tapi tidak ada yang mau mendengarkan, apapun yang mereka katakan kini tidak jadi masalah.

Dari sudut pandang kontraterorisme saja, jika terdapat lebih banyak aliansi kontraterorisme, itu berarti banyak negara yang berdedikasi untuk mengeliminir teroris, semestinya hal itu akan lebih baik. Secara teoritis, aliansi kontraterorisme yang berbeda dapat saling menlengkapi dalam penyebaran pasukan mereka dan serangan mereka., untuk mencapai efek yang lebih baik. Tapi jika dilihat dengan situasi Timteng saat ini, sulit untuk menerapkannya.

Banyak media memberi pendapat, meskipun terdapat banyak kekuatan yang bergabung dalam perang melawan teror di Timteng dan sudah memperoleh suatu hasil tertentu, tapi pasukan kontra terorisme masih belum bersatu. Setiap pihak yang mengatas-namakan dirinya memerangi terorisme, tidak berada dalam satu sisi, masing-masing mempunyai motifnya diri sendiri.

Koalisi kontrateorisme internasional yang dipimpin AS memiliki banyak kekuasaan, tetapi hanya melakukan serangan udara, dan tidak mengirim pasukan darat. Mereka telah menyerang “ISIS” lebih dari satu tahun, tapi efeknya masih belum terlihat.  Alasannya yang lebih mengakar karena hal itu di satu sisi tidak menginginkan kelompok-kelompok ekstrimis dibasmi habis, tapi juga tidak bisa berkembang lebih besar, serta mengganggu strategi AS di Timteng. Tapi tetap bisa membuat kekacauan di Syria dan Irak.

Di sisi lain, tidak ingin kelompok-kelompok ekstrimis ini harus benar-benar hancur, karena ingin coba menggunakan mereka untuk menggulingkan al-Assad dari kekuasaanya.

Ada analis yang melihat misi kontra-terorisme AS di Syria bukanlah misi utama. Misi utamanya adalah untuk mendukung pasukan oposisi, dan memerangi “ISIS” itu dipilih hanya untuk menggoyangkan situasi.

( Bersambung...... )

Sumber : Media Tulisan dan TV Luar dan Dalam Negeri

http://www.nytimes.com/2015/12/29/world/middleeast/iraq-ramadi-isis.html?_r=0

http://www.nytimes.com/2015/12/29/world/middleeast/iraq-ramadi-isis.html

http://www.businessinsider.co.id/the-road-to-baghdad-runs-through-ramadi-2015-5/?r=US&IR=T#.Vper3_l95dg

http://valdaiclub.com/opinion/highlights/vladimir-putin-meets-with-members-of-the-valdai-discussion-club-transcript-of-the-final-plenary-sess/

http://eng.mil.ru/en/news_page/country/more.htm?id=12066682@egNews

http://www.economiematin.fr/news-etat-islamique-argent-ressources-daesh

http://www.la-croix.com/Actualite/Monde/Les-Kurdes-repoussent-Daech-de-la-frontiere-turque-2015-06-16-1324250

http://www.la-croix.com/Actualite/Monde/Les-Kurdes-repoussent-Daech-de-la-frontiere-turque-2015-06-16-1324250

http://www.abc.net.au/news/2015-12-15/saudi-arabia-announces-34-state-islamic-military-alliance/7031592

https://www.rt.com/news/329205-iran-sanctions-relief-deal/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun