AS tidak senang dengan kediktatoran Erdogan, namun AS tidak bisa mengirim militernya bermusuhan dengan sekutunya. Jadi AS tahu bagaimana bermanuver. Pada kenyataannya, adalah dengan menggunakan Rusia untuk menekan Erdogan, Rusia mengatakan akan memberikan bukti, jika benar-benar AS menyudutkan Erdogan, itu bisa saja Rusia berbicara atas nama AS.
Tetapi tidak melakukan hal itu. Jadi hubungan ini sangat rumit. Meskipun Putin terus menempati moral yang tinggi berada diatas dalam sengketa Rusia-Turki, tapi Rusia terus memupuk dendam dengan Turki yang sebagai kekuatan utama di Timteng. Jadi sulit sengketa Rusia-Truki ini untuk bisa berubah.
Langkah berikutnya adalah melihat apa yang akan dilakukan Turki. Jika Turki terus bertindak keras, terutama dengan seorang kemauan keras seperti Recep Tayyip Erdogan saat ini, analis melihat Rusia akan terus begini.
Erdogan mengundurkan diri akan menjadi hasilnya, atau Turki minta maaf. Sebelum hasil resmi ini terwujud, Putin akan terus melakukan hal ini. Yang perlu diamati langkah apakah yang akan Turki lakukan selanjutnya.
Pada 2 Desember, Obama mengeluarkan peringatan, mengatakan : “Saya percaya Pak Putin harus jelas masih ingat peristiwa 1980-1989, ketika Uni Soviet menginvasi Afganistan. Dia tahu bahwa perang itu tidak akan membawa hasil, dan kekenduran, kekacauan yang disebabkan perang sipil bukanlah hasil yang dia inginkan.”
Pada abad terakhir lalu, bekas Uni Soviet terlibat perang 10 tahunan di Afganistan, yang dipandang sebagai titik dimana kemakmuran bangsa Rusia mulai turun. Mantan penasehatan keamanan nasional AS, Zbigniew Brzezinki mengatakan, ini adalah “Perangkap Afganistan” yang AS telah dirikan.
Dilemma Rusia Dalam Memerangi “ISIS”
Rusia tidak sanggup menangani perang dengan pemborosan yang tinggi dan teknologi tinggi, karena memiliki kemampuan terbatas secara ekonomi, untuk mengerahkan begitu banyak pesawat dan meluncurkan begitu banyak rudal.
Keadaan Timteng yang ada sekarang yang menjadi masalah, adanya berbagai agama dan dendam antara sekte keagamaan yang saling terjalin. Di balik itu adanya persimpangan yang saling menyilang dari negara-negara utama, dimana mereka juga memiliki sikap yang berbeda dalam memerangi “ISIS”.
Di Turki 99% penduduknya adalah Muslim, dan 85% Muslim Sunni. Tapi “ISIS” berkembang atas nama Islam Sunni. Ini yang membuat masalah sulit bagi negara-negara Timteng, Turki dan juga Rusia.
Secara umum, Syiah hanya 15% dari Muslim menjadi minoritas mutlak. Juga bagi Rusia, resiko utama adalah Muslim Rusia semuanya Sunni, Jika pemerintahnya mendukung Muslim Syiah melawan Sunni, Muslim Sunni di negara mereka akan dengan keras memprotes.