Pada 23 Oktober, Menlu AS John Kerry, Menlu Rusia Sergey Lavrov, Menlu Turki Feridun Sinirlioglu dan Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir mengadakan pertemuan di Wina, ibukota Austria, untuk membahas bagaimana mendorong maju proses politik untuk menyelesaikan krisis Syria.
Kerry mengatakan, setiap upaya mengakhiri perang sipil di Syria yang telah berlansung 4 tahun harus didukung oleh kekuatan militer dan politik utama di Temteng.
Situasi di Syria tampaknya berubah. Rusia sangat jelas menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan yang benar-benar dapat mengubah seluruh situasi di Syria. Dalam situasi seperti ini, prospek keseluruhan masa depan pasti ke arah resolusi politik. Dimana pemerintah Syria yang berarti pemerintahan al-Assad, dan berbagai kekuatan oposisi, termasuk tentara Free Syrian Army (Tentara Pembebasan Syria) dan lain-lain akan bernegosiasi tentang pengaturan politik masa depan Syria. Tapi proses politik ini sangatlah sulit sekali.
Juru bicara Deplu AS, John Kirby saat konferensi Pers rutin pada 27 Oktober mengatakan : “Kami senang untuk mengundang Iran untuk berpartisipasi dalam negosiasi masalah Syria.”
Ahli masalah Rusia percaya hanya ketika AS bisa mencapai titik dimana AS sulit ditekan untuk maju atau mundur barulah akan memberi kesempatan kepada Rusia dan Iran untuk campur tangan dalam konflik militer Syria.
“Wall Street Journal” menyatakan, undangan AS untuk Iran begabung dalam negosiasi masalah krisis Syria merupakan suatu “keharusan.”
Ferderica Mogherini, (High Representative of the Union for Foreign Affairs & Security Policy/Vice-President of the European Commission) memberi keterangan pers: “Saya baru saja melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Zarif, saya percaya sangat penting disini di Wina, semua aktor yang relevan baik regional dan internasional telah berada dalam satu meja yang sama, mencoba untuk menentukan ruang umum untuk awal dari proses politik untuk menemukan solusi untuk krisis di Syria.
Analis berharap jika kedua kubu bisa duduk bersama untuk menyelesaikan masalah musuh publik (dunia) “ISIS” maka akan menjadi hal yang menyenangkan. Kejadian yang sangat mengerikan telah dialami dalam situasi di Syria dan Irak, dan harga yang sangat mengerikan telah di alami oleh kedua negara ini. Hingga sejauh ini, setiap pihak harus belajar dari pengalaman yang memilukan ini dan mencari hormoni, meskipun ada perbedaan untuk menyelesaikan isu ISIS. Ini akan menjadi hal yang terbaik.
Salah satu prasyarat yang mendasar, kita harus jelas bahwa harus ada kekuatan besar yang memiliki pengaruh terkemuka dan mutlak di Timteng. Jika mereka mereka memiliki pengaruh mutlak, maka Timteng tidak akan menjadi kacau seperti sekarang.
Konflik agama, sengketa sejarah, dan perkelahian antara etnis di Timteng yang tak henti-hentinya dan turbulen merupakan sesuatu yang tidak ada kekutan utama (AS, Rusia, Barat) yang bisa menyelesaikannya, hanya mereka sendiri yang bisa memecahkannya untuk diri sendiri. Sehingga AS tidak memiliki kontrol mutlak dan mempunyai kepemimpinan atas Timteng, dan itu mungkin juga berlaku bagi Rusia. Jika dikatakan Rusia dan AS akan mengontrol dan memimpin Timteng keduanya adalah proposisi palsu.
Pada 16 Oktober, situs “Wall Street Journal” menerbitkan satu artikel yang berjudul “A Path Out of the Middle East Collapse,”(Jalan Menuju Runtuhnya Timteng) yang ditulis oleh mantan Menlu AS, Henry Kissinger, dalam artikel dituliskan a.l. : “Dengan Rusia di Syria, struktur geopolitik yang berlangsung empat dekade berantakan, AS memerlukan strategi dan prioritas baru.