Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intervensi Militer Rusia di Syria Akankah Mengubah Peta Geopolitk Timteng? (4)

22 November 2015   20:52 Diperbarui: 22 November 2015   21:01 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persaingan AS dan Rusia

Baru-baru ini serangan udara Rusia telah menghancurkan banyak target ISIS, dan situasi perang Syria menjadi lebih kompleks, kini situasinya terlihat lebih condong ke al-Assad. Seperti apa yang dikatakan oleh Kepala Staf Gabungan AS, Joseph F. Dunford, Jr mengatakan, keseimbangan kekuasaan saat ini sedang cendrung kepada al-Assad. Jika perkembangan situasi perang di Syria terus berkembang seperti ini, di masa depan, negosiasi perdamaian dan proses politik tidak akan berada di faksi oposisi ‘moderat” yang didukung AS, dan AS akan dipaksa untuk menghentikan situasi yang diluar kendali.

Dari perspektif masa depan, tentu saja AS telah terperangkap dan menyadari akan efek Rusia yang telah memperoleh keuntungan dalam memerangi ISIS, pengaruh dan citra AS dalam memimpin operasi AS ini telah dianggap tidak berhasil dan AS telah merasakan itu. Jadi AS juga secara aktif mengambil langkah-langkah untuk mencegah Rusia agar tidak menjadi terlalu menonjol di tempat ini.

Pada 30 Oktober, Gedung Putih mengumumkan, AS akan mengirim kurang dari 50 personel pasukan khusus untuk melatih pasukan senjata oposisi di utara Syria. Ini adalah yang pertama kalinya sejak AS mulai mengadakan serangan terhadap ISIS dan pengirim pasukan daratnya.

Keputusan Obama pada 30 Oktober untuk mengirim pasukan daratnya ini, ditafsirkan oleh media serbagai penyesuaian besar atas strategi AS untuk memerangi ISIS.

Josh Earnest, Sekretaris Press Presiden dari Gedung Putih mengatakan, presiden mengambil keputusan untuk mengintensifkan dukungan dengan menawarkan sejumlah kecil Operasi Khusus AS, dengan mengirim personnel militer AS untuk menawarkan saran dan bantuan di darat pada saat mereka melakukan serangan terhadap ISIS.

Bagi AS menempatkan pasukan khusus dalam pertempuran nyata di Irak untuk memberikan informasi bahwa AS akan lebih banyak upaya untuk memerangi ISIS di Irak, dan akan memperbesar energinya, karena ini telah dilakukan pada tahun-tahun yang lalu. Kemudian karena ancaman ISIS di Irak telah meningkat ke tingkat yang membutuhkan, maka AS perlu mengirim pasukan masuk Irak. Kata Ernest.

Dari perspektif lain, diakibatkan oleh diperkuatnya kerjasama Irak dengan Rusia. Selain itu, pada awal Oktober, AS sementara telah menangguhkan rencana untuk melatih pasukan Oposisi di luar Syria, dan mengubah kebijakan untuk hanya menyediakan senjata kepada pasukan oposisi Syria yang telah diverifikasi AS dan yang bisa dipercaya.

Analis melihat bahwa pada awalnya, AS ingin menciptakan kekuatan oposisi yang pro-AS, tapi rencana ini gagal, karena dalam kenyataan terbukti terdapat banyak jenis orang dengan motif yang kompleks yang ada pada sisi AS, mereka tidak memiliki kemampuan tempur dan tidak bisa melawan ISIS. Militer AS sekarang telah mengubah kebijakan dengan lebih memilih untuk mendapatkan kekuatan lokal yang bisa segera melawan pemerintah dan  ISIS dan berada di pihak mereka, seperti pasukan Kurdi.

Pada 12 Oktober, militer AS telah mengverifikasi dan mendrop 50 ton peralatan militer kepada faksi oposisi di Syria utara.

Belum lama ini, AS bahkan telah mendrop 56 ton material militer. Beberapa dari pasukan Kurdi ini, dibentuk dari Partai Pekerja Kurdi (Kurdistan Workers’ Party). Dengan kata lain masalah Kurdi akan segara muncul. Dan akan ada satu lagi “tindakan” yang akan muncul segara juga. Mereka ini adalah pasukan yang paling aman bagi AS, dukungan AS pada mereka akan memberi landasan moral yang tinggi untuk tahap berikutnya.

Tentu saja AS benar-benar tidak ingin melihat operasi militer Rusia di Syria menjadi efektif. Maka AS juga melakukan penyesuaian strategi dan memperkuat dukungannya kepada kekuatan oposisi. Pada fase petama ini, AS mengirim banyak senjata dan peralatan.

Para pengamat dan analis mengatakan jika sekarang AS banyak memberikan mereka senjata semacam stringer anti-udara yang dapat dipanggul di bahu, maka untuk ke depan akan sangat mengancam serangan udara Rusia. Karena selama Perang Afganistan, banyak pesawat Su-24 Uni Soviet tertembak jatuh oleh rudal stringer yang digunakan kelompok-kelompok gerilya di Afganistan.

Jadi AS tidak akan mau duduk diam menonton Rusia mengambil semua Timteng, dan juga tidak akan menonton diam membiarkan Rusia mengambil kembali Syria.

Rusia telah melancarkan operasi serangan udara hampir dua bulan. Beberapa media Rusia mengatakan bahwa frekuensi mobilisasi tempur meningkat, dan operasi serangan udara secara bertahap meningkat.

Masyarakat internasional lebih perduli dengan berapa lama serangan udara akan berakhir, dan sejauh mana mereka akan terlibat dalam operasi militer di Syria.

Militer Rusia telah mempunyai fasilitas garnisun di Syria sejak lama, bahkan mungkin lebih lama dari garnisun AS di Irak. Maka tanpa perlindungan Rusia, perlindungan pangkalan Rusia, tanpa puluhan pesawat menekan mereka, banyak faksi di kawasan ini yang pasti akan bergerak.  Sehingga kehadiran Rusia diperlukan di Laut Mediterania, di Tartus, dan Bandara Internasional Bashar al-Assad.

Dalam hal Rusia melawan ISIS di Syria, beberapa komentator ada yang mengatakan bahwa Rusia akan tenggelam dalam lumpur Perang Syria, dan lumpur ini mencakup dua aspek. Salah satu aspek tenggelam dalam lumpur dari perang sipil Syria dan berlibat dalam perang tak berujung dengan ISIS. Aspek lain tenggelam ke dalam  perang dengan NATO.

Pada 31 Oktober, Wakil Menlu AS, Antony Blinken mengatakan, operasi militer Rusia di Syria akan membuatnya “tenggelam dalam rawa”. Rusia tidak akan mampu mempertahankan serangan militernya terhadap semua orang yang menentang pemerintahan brutal Assad. Biayanya akan terus meningkat setiap harinya secara ekonomi, politik dan keamanan. Tapi yang terbaik hanya untuk mencegah agar pemerintah al-Assad tidak tersingkir, tidak membuat dia menang, tidak ada kemenangan militer yang bisa didapat. Sementara itu, rawa akan makin melebar dan mendalam yang akan menyedot Rusia ke dalam.

Upaya Penyelesaian Dengan Proses Politik Di Syria

Pada saat yang sama, sinyal baru muncul di Syria : resolusi politik sekali lagi ditambahkan dalam opsi negosiasi dengan negara-negara yang terlibat, dan semua pihak mulai bernegosiasi mengenai “rencana transisi politik yang bisa diterapkan.”

Namun ada analis yang melihat, jika didasarkan pada situasi kini, sekarang hanya ada sedikit harapan untuk resolusi politik untuk krisis Syria. Semestinya setiap pihak diundang dan mereka harus hadir, sehingga ada kesempatan bagi resolusi masalah Syria.

Pada 23 Oktober, Menlu AS John Kerry, Menlu Rusia Sergey Lavrov, Menlu Turki Feridun Sinirlioglu dan Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir mengadakan pertemuan di Wina, ibukota Austria, untuk membahas bagaimana mendorong maju proses politik untuk menyelesaikan krisis Syria.

Kerry mengatakan, setiap upaya mengakhiri perang sipil di Syria yang telah berlansung 4 tahun harus didukung oleh kekuatan militer dan politik utama di Temteng.

Situasi di Syria tampaknya berubah. Rusia sangat jelas menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan yang benar-benar dapat mengubah seluruh situasi di Syria. Dalam situasi seperti ini, prospek keseluruhan masa depan pasti ke arah resolusi politik. Dimana pemerintah Syria yang berarti pemerintahan al-Assad, dan berbagai kekuatan oposisi, termasuk tentara Free Syrian Army (Tentara Pembebasan Syria) dan lain-lain akan bernegosiasi tentang pengaturan politik masa depan Syria. Tapi proses politik ini sangatlah sulit sekali.

Juru bicara Deplu AS, John Kirby saat konferensi Pers rutin pada 27 Oktober mengatakan : “Kami senang untuk mengundang Iran untuk berpartisipasi dalam negosiasi masalah Syria.”

Ahli masalah Rusia percaya hanya ketika AS bisa mencapai titik dimana AS sulit ditekan untuk maju atau mundur barulah akan memberi kesempatan kepada Rusia dan Iran untuk campur tangan dalam konflik militer Syria.

“Wall Street Journal” menyatakan, undangan AS untuk Iran begabung dalam negosiasi masalah krisis Syria merupakan suatu “keharusan.”

Ferderica Mogherini, (High Representative of the Union for Foreign Affairs & Security Policy/Vice-President of the European Commission) memberi keterangan pers: “Saya baru saja melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Zarif, saya percaya sangat penting disini di Wina, semua aktor yang relevan baik regional dan internasional telah berada dalam satu meja yang sama, mencoba untuk menentukan ruang umum untuk awal dari proses politik untuk menemukan solusi untuk krisis di Syria.

Analis berharap jika kedua kubu bisa duduk bersama untuk menyelesaikan masalah musuh publik (dunia) “ISIS” maka akan menjadi hal yang menyenangkan. Kejadian yang sangat mengerikan telah dialami dalam situasi di Syria dan Irak, dan harga yang sangat mengerikan telah di alami oleh kedua negara ini. Hingga sejauh ini, setiap pihak harus belajar dari pengalaman yang memilukan ini dan mencari hormoni, meskipun ada perbedaan untuk menyelesaikan isu ISIS. Ini akan menjadi hal yang terbaik.

Salah satu prasyarat yang mendasar, kita harus jelas bahwa harus ada kekuatan besar yang memiliki pengaruh terkemuka dan mutlak di Timteng. Jika mereka mereka memiliki pengaruh mutlak, maka Timteng tidak akan menjadi kacau seperti sekarang.

Konflik agama, sengketa sejarah, dan perkelahian antara etnis di Timteng yang tak henti-hentinya dan turbulen merupakan sesuatu yang tidak ada kekutan utama (AS, Rusia, Barat) yang bisa menyelesaikannya, hanya mereka sendiri yang bisa memecahkannya untuk diri sendiri. Sehingga AS tidak memiliki kontrol mutlak dan mempunyai kepemimpinan atas Timteng, dan itu mungkin juga berlaku bagi Rusia. Jika dikatakan Rusia dan AS akan mengontrol dan memimpin Timteng keduanya adalah  proposisi palsu. 

Pada 16 Oktober, situs “Wall Street Journal” menerbitkan satu artikel yang berjudul “A Path Out of the Middle East Collapse,”(Jalan Menuju Runtuhnya Timteng) yang ditulis oleh mantan Menlu AS, Henry Kissinger, dalam artikel dituliskan a.l. : “Dengan Rusia di Syria, struktur geopolitik yang berlangsung empat dekade berantakan, AS memerlukan strategi dan prioritas baru.

Kebijakan AS yang dijalankan ber-resiko termakan oleh kecurigaannya. Tantangannya adalah dua blok yang bersikukuh dan apokaliptik blok Sunni yang terdiri dari Mesir, Yordania, Arab Saudi dan negara-negara Teluk; dan blok Syiah  yang terdiri dari Iran, sektor Syiah di Irak dengan Bagdad sebagai ibukotanya, Syiah Lebanon selatan yang dikendalikan Hizbullah yang berhadapan dengan Israel, dan bagian Houthi Yaman, melawan dunia Sunni Arab yang kaya.

Dalam keadaan yang demikian, terjadilah pepatah tradisonal yang mengatakan : musuh dari musuh Anda dapat diperlakukan sebagai teman Anda tidak berlaku lagi. Keadaan kontemporer Timteng sekarang: ada kemungkinan musuh dari musuh Anda tetap menjadi musuh Anda.” Demikian Kissinger menulis dalam artikel ini.

Setelah AS menyadari bahwa hal-hal di kawasan ini (Tinteng) tidak sesederhana seperti yang mereka hadapi di Eropa, benua Amerika atau Asia. Dimana hanya ada konflik dan tirani, di kawasan ini sangat dipengaruhi hanya oleh sekte keagamaan, secara alami akan terjadi atas kesadarannya dan membantu membentuk tipe baru keseimbangan antara sekte-sekte keagamaan.

Tentu saja ada masalah penting lain yang perlu diselesaikan sekarang. Bagaimana mereka harus mencapai perdamaian dengan pasukan Sunni dan faksi-faksi lain di sekitarnya di sabuk tengah yang menghubungkan Syria dan Irak? Atau haruskah mereka kembali membagi wilayah Syria dan Irak dan dikelola oleh pemerintah pusat? Masalah Kurdi telah menjadi kesulitan bagi Turki selama satu abad. Apakah kini kesempatan untuk menyelesaikan masalah Kurdi? 

Pertanyaan-pertanyaan ini semua harus menjadi tanggung jawab negara kekuatan utama dunia, negara-negara disekitar kawasan ini dan tanggung jawab para cendikiawan seluruh dunia untuk dipertimbangkan.

Saat ini, aksi Rusia tampaknya telah bisa memecahkan kebuntuhan kontraterorisme di Syria, dan memberi harapan bagi resolusi untuk masalah Syria. Dalam permainan intrik antara Rusia dan AS dalam masalah Syria. Rusia kelihatannya telah menang untuk putaran pertama. Namun, yang akan lebih sulit pada babab berikutnya untuk jalannya resolusi politik.

Posisi strategis Syria telah menentukan bahwa arah krisis tidak hanya akan melibatkan kepentingan negara-negara utama di luar kawasan, tapi juga kepentingan nasional banyak negara di Timteng dan sekitarnya.

Negara-negara ini memiliki kepentingan keamanan dan tuntutan politik yang berbeda-beda, karena itu arah perkembangan dan resolusi masa depan atas efek krisis Syria ini menguji tingkat koordinasi antara negara-negara utama, terutama AS dan Rusia. Demikian pendapat para analis tentang Timteng ini.

( Habis )

Sumber : Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri.

http://www.ibtimes.com/russia-plane-crash-update-metrojet-flight-9268-investigation-enters-final-stage-putin-2186183

http://news.detik.com/internasional/3073547/2-karyawan-bandara-mesir-diduga-kuat-memuat-bom-ke-pesawat-metrojet

https://www.nahimunkar.com/alawi-suriah-sebuah-sekte-syiah-rahasia-yang-berkuasa/

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun