Beberapa analis Timteng ada yang mengatakan itu kebijakan yang sangat tidak benar, dengan ikut campur kebijakan di negara-negara kawasan ini. Dan ini yang menjadi sumber sangat penting dalam terciptanya gelombang pengungsi global dan krisis pengungsi Eropa saat ini.
Menanggapi pandangan dari politisi AS untuk masalah pengungsi, sebagian besar ahli Timteng mengatakan, AS harus berpikir tentang bagaimana untuk mencari resolusi damai untuk konflik regional, dan tidak mengajurkan kebijakan perang yang hanya akan memperburuk keadaan. Mereka menyerukan “Apa yang perlu diperhatikan adalah bentuan kemanusiaan dan bukannya resolusi mendasar untuk krisis pengungsi.”
Seorang ahli Timteng, Jalar mengatakan “ Solusi akhir adalah menstabilkan kawasan tersebut dan mencapai solusi politik. Sehingga pengungsi bisa kembali ke rumah.”
Jika AS memang memandang Eropa sebagai sekutu, sebagai salah satu pihak yang memegang janji nilai-nilai kebersamaan, maka seharusnya ada beberapa gerakan dari AS.
Pada 31 Agustus 2015, seorang diplomat Barat mengungkapkan, Rusia telah mulai mengirim sebuah skuadron udara ke pangkalan militer permanent di Syria untuk memerangi ISIS dan ekstrimis Islam lainnya yang bercokol di daerah setempat, namun AS tetap diam dalam aspek ini.
25 September 2015, David Cenciotti dalam “The Aviationist” menulis artikel berjudul “ Here’s how the Russian Air Frorce moved 28 aircraft to Syria (almost) undetected’ (Bagaimana AU Rusia mengirim 28 pesawat ke Syria hampir tanpa terdeteksi) antara lain menuliskan : “menurut salah satu sumber yang dapat dipercaya dan anonim, pesawat tempur Rusia mungkin telah dikerahkan ke Latakia, Syria...”
Menurut laporan Reuters News Inggris pada 5 September 2015, Menkeu Inggris, George Osborne pada hari itu mengatakan, Inggris dan Eropa harus menemukan cara yang mendasar untuk menyelesaikan konflik Syria dan memberi perlindungan nyata bagi orang-orang yang terpaksa mengungsi. Ini berarti Inggris kemungkinan akan mengambil bagian dalam operasi militer di Syria, untuk memerangi ekstrimis ISIS dalam pasukan gabungan yang dipimpin AS.
Pada kenyataannya, Uni Eropa masih dalam batas memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah ini pada sumbernya. Di satu sisi berharap dapat memperoleh kerjasama dari negara-negara kunci seperti yang sudah disebut sebelumnya. Kita tahu disini hanya beberapa negara kunci yang menjadi sumber utama pengungsi dan imigran gelap.
Di sisi lain, Eropa juga telah mulai berpikir untuk memecahkan masalah ini pada sumbernya, mereka masih perlu mempertahankan atau membantu negara-negara sendiri memulihkan stabilitas politik dan perekonomian mereka, karena hanya dengan cara ini mereka baru dapat memecahkan masalah pengungsi pada sumbernya.
Beberapa analis yakin bahwa jika negara-negara Eropa terus mengejar diskursus ini, mereka mungkin akan benar-benar mencapai kebijakan yang relatif benar. Yang berarti tidak melakukan apa yang telah dilakukan sebelumnya, yang selalu mengikuti AS dan mengganggu internal pemerintah negara-negara lain menurut kehendaknya. Sebaliknya mereka harus membantu orang-orang di negara Timteng dan Afrika Utara dari perspektif pembangunan ekonomi dan meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Hanya ketika negara-negara tersebut telah mendapatkan stabilitas sosial dan politik, serta pembangunan ekonomi, baru mereka dapat memecahkan gelombang pengungsi yang sudah menyebabkan banyak masalah kini.
Tapi bagaimana nasib masa depan para pengungsi ini yang tampaknya terus berubah dan berkembang? Itu masih harus dilihat. Tapi alasan mendasar di balik masalah pengungsi ini adalah perang di negara asal mereka. jadi harapannya masih agak jauh karena penyelesaian perang ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini.