Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Latar Belakang dan Impak Gelombang Pengungsi Masuk Eropa (4)

26 September 2015   06:32 Diperbarui: 26 September 2015   12:55 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Intevensi AS dan Barat Pemicu Krisis Pengungsi di Eropa

Pemerintahan Bashir al-Assad merupakan salah satu pemerintahan yang masih tersisa setelah “Arab Spring”, namun Syria tidak bisa terhindar dari perang saudara. AS yang telah berusaha banyak cara untuk memperalat masyarakat Syria untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad, dan telah menciptakan lumpur pertempuran antar kelompok opsisi Syria (Koalisi Nasional Syria) dukungan AS dengan pemerintah al-Assad.

Mungkin pada mulanya, orang Eropa berpikir ini cukup sederhana, mereka yakin jika negara-negara (Arab) ini menggunakan model mereka (Barat) sendiri di wilayah tersebut, serta meng-copy /paste sistem pemerintahan Barat, dan menjungkir balikkan pemerintahan model “Non-Barat”, maka akan membawa perdamaian dan kemakmuran di kawasan ini.

Tapi kita semua bisa melihat, semua kekuatan yang ada sekarang dan pada masa lalu, kebijakan AS dan Eropa, membuat semua negara yang di-intervensi kekuatan asing, ternyata bukan hanya tidak menyelesaikan masalah kawasan, bahkan sebaliknya menjadikan masalah lebih kompleks dan lebih buruk, dan hingga kini masih diluar kendali. 

Yang terjadi dan yang tidak AS harapkan bahwa perselihan sipil yang terus menerus berkepanjang terjadi di Syria, telah memberi kesempatan tumbuhnya kekuasaan IS. Niat AS dan Eropa yang mau menciptakan “demokrasi di Timteng” akhirnya menjadi proyek yang gagal dan menjadi sumber terjadinya gelombang besar pengungsi.

Bila diamati, munculnya IS (ISIS) terjadi ketika AS mengubah kebijakan di Timteng, dengan tidak bertanggung jawab menarik pasukannya dari Irak secara mendadak. Sejak itu IS menyerang dan merebut kota-kota di Irak, dan melakukan yang sama di Syria, memecahkan hambatan masa lalu, dan membentuk sebuah negara ekstrimis yang benar-benar terorisme.

Pada tahun 2006, “Negara Islam Irak”  didirikan, dan mengumumkan tujuannya adalah untuk mendirikan sebuah pemerintahan Islam Sunni di Irak. Pada 2010, jihadi Abu Bakr al-Baghdadi menjadi pemimpin Negara Islam Irak, dan media menjuluki dia sebagai “orang yang paling bahaya di dunia”. Setelah terjadinya konflik internal di Syria, al-Baghdadi mengirim pasukannya ke Syria untuk mengambil bagian dalam perang untuk melawan pasukan pemerintah Syria. 

“Wall Street Journal” menuliskan “Perang Saudara Syria menjadi sumber munculnya IS(ISIS), Syria telah menjadi surga bagi IS untuk merekrut anggota baru dan mengembangkan operasi teroris.”

Tahun lalu pada 18 Agustus’14, selama wawancara dengan “Atlantic” mantan menlu AS Hiallry Clinton tiba-tiba menyerang Obama dengan mengatakan : “Obama tidak membantu oposisi Syria pada awalnya, sehingga memungkinkan jihadis Islam radikal menjadi lebih kuat, dan menyebabkan kini pasukan IS bisa membunuh dan berkenyamuk.”

Dalam wawancara dengan dengan kolomnis Thomas Friedman dari “New York Times”, Obama membela dengan mengatakan : “.... jangan berpikir jika AS telah mempersenjatai oposisi sekuler di Syria, hasilnya akan berbeda dari hari ini, itu hanyalah fantasi.”

Kita bisa melihat di Irak, Libya, Syria dan Afganistan, dalam kenyataannya di masa lalu perkembangan politik dan sosial mereka berkembang menurut logika domestik mereka atau berdasarkan jalannya mekanisme internal mereka. Namun AS dengan tujuan untuk mempertahanan hegemoni global, telah mengganggu beberapa negara di kawasan itu, dan kadang-kadang bahkan memobilisasi militer untuk mengganggu. Akhirnya hasilnya dapat kita bisa saksikan sekarang.

“Berlin Die Tageszeitung” Jerman menulis sebuah artikel, intervensi Barat tidak membawa demokrasi, hukum, dan kebebasan untuk negara-negara Timteng. Sebaliknya telah membuat masalah bagi mereka dan bahkan lebih buruk lagi.

Penarikan dan mundur dengan tergesa-gesa dari pasukan AS dan Prancis setelah mereka campur tangan menimbulkan perang saudara, perang berebut kekuasaan, kekerasan terorisme menjadi norma-norma baru bagi negara-negara tersebut, giliran untuk memulihkan tampaknya akan menghadapi kesulitan dan membuat buram masa depan. Jadi Rakyat yang tinggal disana akan sulit untuk bertahan hidup.

Menghadapi lonjatan gelombang pengungsi yang ingin bertahan hidup, “Los Angeles Times” menuliskan, “Timteng tidak akan pernah berhenti menciptakan masalah bagi AS” karena setelah 10 tahun perang melawan teror dan “Arab Spring”, Timteng berada dalam periode transisi antara order baru dan lama, sehingga variabel macam-macam. Tapi sikap AS dan metode untuk mengubah dan mengontrol Timteng tidak disesuaikan atau diubah.

Banyak analis berpendapat, Eropa dan dunia Barat harus bertanggung jawab, terutama dengan dilancarkannya Perang Teluk II, untuk menumbangkan rezim Saddam Hussein di Irak. Eropa dan AS telah menanamkan kebijakan yang relatif bersifat Invasionary (penyerangan dan invasi) di dunia Arab. AS dan Barat percaya mereka harus menggulingkan pemerintah dan hukum asli yang ada di suatu negara untuk mencapai revolusi demokrasi. Kebijakan dan sikap ini yang memainkan peran langsung dalam gelombang pengungsi.

Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan pada 4 Septembaer lalu, bahwa krisis pengungsi Eropa memang dapat di prediksi sebagai hasil dari kebijakan AS dan Barat di Timteng, dan ini telah diperingatkan sebelumnya akan konskuensi semacam ini. Ia mengatakan “Kita, dan terutama saya sendiri telah mengatakan di tahun-tahun yang lalu, bahwa mitra Barat harus mau menghormati dan mengakui kebijakan ini keliru, dan akan menimbulkan masalah besar.”

Putin juga secara gencar mengkeritik Eropa akan kebijakan luar negerinya terhadap Timteng dan Afrika Utara, dengan mengatakan bahwa kebijakannya telah mengabaikan kondisi khusus kawasan ini. Dan mereka memaksa standar mereka pada orang lain sementara gagal mempertimbangkan sejarah, agama, etnis, dan ciri-ciri budaya dari kawasan ini.”

Bagi negara-negara Eropa saat ini, seharusnya benar-benar ber-refleksi dengan mendalam bahwa isu gelombang pengungsi ini adalah diakibatkan oleh kebijakan luar negeri masa lalu mereka. Mereka menganjurkan seperangkat nilai-nilai yang dibentuk AS dan Eropa, mereka mengatakan akan mengekspor demokrasi dan kebebasan kepada dunia.

Namun kenyataannya sebagian besar membuat negara yang dipaksa mengimpor seperangkat nilai-nilai ini terganggu struktur politik dan sosial asli dari bangsa ini. Dan ini yang menjadi sumber gelombang pengungsi ini.

Saling Melempar Tanggung Jawab

Mingguan “Der Spiegel” Jerman menerbitkan sebuah artikel pada 7 September’15 lalu “A Superpower in Hiding” dalam artikel ini mengeritik AS telah menciptakan tragedi pengungsi Syria, sementara memaksa Eropa untuk menanggung konsekuensinya dari terciptanya tragedi pengungsi ini.

Masalahnya sekarang bagaimana harusnya Eropa mengatasi krisis kemanusiaan ini? Dan perlu diketahui perang di Timteng masih terus berlangsung, jadi gelombang pengungsi pasti akan terus muncul dan mengalir. Jika masalah stabilitas di Timteng tidak benar-benar dipecahkan, isu pengungsi akan tidak mungkin bisa diselesaikan.

Dalam situasi demikian saat ini di Timteng, bagaimana Eropa dan AS akan mengambil tindakan untuk pencegahan terhadap kerugian yang akan terus berlanjut?

Para pejabat AS menyatakan, sejak 2011, AS telah menerima 1.500 pengungsi Syria, dan berencana untuk menerima tidak lebih dari 8.000 pengungsi Syria hingga akhir tahun 2016. Kata Sekretaris pers Gedung Putih, Josh Earnest saat konferensi pers ke-3, dengan mengatakan ; “Tentu AS akan berada bersama-sama dengan mitra kami di Eropa.”

Menurut perkiraan, sejak 2011 telah ada 4 juta pengungsi Syria yang telah melarikan diri akibat kerusuhan. Bahkan jika AS mau memenuhi janjinya untuk ikut bertanggung jawab atas krisis imigran ilegal yang dihadapi Eropa, hanya menerima beberapa ribu pengungsi dari daerah ini masih jauh dari dari cukup.

Tapi saat ini dengan berbagai alasan, AS tidak mau menanggung konsekuensi langsung. Tapi Eropa di satu sisi kita ketahui itu suatu kesulitan untuk menyatukan seluruh benua Eropa, karena mereka tidak seperti AS yang merupakan satu negara. Eropa tidak bisa ber-reaksi dengan cepat untuk masalah pengungsi memasuki negara itu, dalam mengambil langkah-langkah langsung tidak bisa sesederhana seperti yang dibayangkan.

Karena Eropa merupakan kelompok negara-negara, sikap dan kebijakan masing-masing negara berbeda. Sulit bagi Eropa untuk merespon cepat seperti AS. Hal ini yang menjadi menyebab masalah ini. Di satu sisi, ketika Eropa mengikuti AS melakukan beberapa hal, maka Eropa harus menerima konskuensinya. Di sisi lain mengingat kondisi ini, maka akan menjadi sulit untuk langsung dan effektif menanggapi konsekuensi ini. Hal ini yang membuat  masalah ini lebih parah jika makin lama berlangsung, yang pada akhirnya akan menjadi krisis.

Residen dan Koordinator Kemanusiaan PBB (UN Resident and Humanitarian Coordinator) di Syria, Yacoub El Hillo merilis satu artikel di media AS belum lama ini mengatakan, pemerintah AS bisa menghabiskan US$. 68.000 per jam untuk melakukan serangan udara di Timteng, tetapi dana yang telah ditetapkan PBB untuk membantu Syria akibat perang sangat kecil sekali.

Banyak kaum cendikiawan AS percaya solusi mendasar untuk krisis pengungsi Timteng yang masuk ke Eropa adalah memulihkan stablilitas di Irak dan Syria, serta menciptakan kondisi untuk pengungsi untuk kembali lagi ke rumah kampung halamannya dengan selamat.

Intevensi Militer & Tanggung Jawab AS

Timbulnya masalah ini disebabkan kebijakan perang yang pimpin AS yang membuat negara-negara ini masuk dalam keadaan konflik kekerasan yang tanpa akhir, termasuk munculnya kelompok ekstrimis IS. Namun hingga hari ini, banyak politisi AS masih tetap saja mempertimbangkan menggunakan intervensi militer dalam isu Syria.

Media AS ada melaporkan beberapa bakal calon presiden dari Partai Republik mengatakan bahwa pada 2013 seharusnya AS menggelar intervensi militer langsung dalam perang Syria, tanpa harus memperdulikan berapapun anggaran yang diperlukan seperti selama Perang Irak dulu.

Tapi bakal calon dari presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton mengatakan, dia dan pejabat lain di pemerintahan AS mengajurkan AS mengambil kebijakan yang lebih radikal terhadap isu Syria, termasuk memberi pelatihan lebih kepada kekuatan militer oposisi Syria.

Beberapa analis Timteng ada yang mengatakan itu kebijakan yang sangat tidak benar, dengan ikut campur kebijakan di negara-negara kawasan ini. Dan ini yang menjadi sumber sangat penting dalam terciptanya gelombang pengungsi global dan krisis pengungsi Eropa saat ini.

Menanggapi pandangan dari politisi AS untuk masalah pengungsi, sebagian besar ahli Timteng mengatakan, AS harus berpikir tentang bagaimana untuk mencari resolusi damai untuk konflik regional, dan tidak mengajurkan kebijakan perang yang hanya akan memperburuk keadaan. Mereka menyerukan “Apa yang perlu diperhatikan adalah bentuan kemanusiaan dan bukannya resolusi mendasar untuk krisis pengungsi.”

Seorang ahli Timteng, Jalar mengatakan “ Solusi akhir adalah menstabilkan kawasan tersebut dan mencapai solusi politik. Sehingga pengungsi bisa kembali ke rumah.”

Jika AS memang memandang Eropa sebagai sekutu, sebagai salah satu pihak yang memegang janji nilai-nilai kebersamaan, maka seharusnya ada beberapa gerakan dari AS.

Pada 31 Agustus 2015, seorang diplomat Barat mengungkapkan, Rusia telah mulai mengirim sebuah skuadron udara ke pangkalan militer permanent di Syria untuk memerangi ISIS dan ekstrimis Islam lainnya yang bercokol di daerah setempat, namun AS tetap diam dalam aspek ini.

25 September 2015, David Cenciotti dalam “The Aviationist” menulis artikel berjudul “ Here’s how the Russian Air Frorce moved 28 aircraft to Syria (almost) undetected’ (Bagaimana AU Rusia mengirim 28 pesawat ke Syria hampir tanpa terdeteksi) antara lain menuliskan : “menurut salah satu sumber yang dapat dipercaya dan anonim, pesawat tempur Rusia mungkin telah dikerahkan ke Latakia, Syria...”

Menurut laporan Reuters News Inggris pada 5 September 2015, Menkeu Inggris, George Osborne pada hari itu mengatakan, Inggris dan Eropa harus menemukan cara yang mendasar untuk menyelesaikan konflik Syria dan memberi perlindungan nyata bagi orang-orang yang terpaksa mengungsi. Ini berarti Inggris kemungkinan akan mengambil bagian dalam operasi militer di Syria, untuk memerangi ekstrimis ISIS dalam pasukan gabungan yang dipimpin AS.

Pada kenyataannya, Uni Eropa masih dalam batas memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah ini pada sumbernya. Di satu sisi berharap dapat memperoleh kerjasama dari negara-negara kunci seperti yang sudah disebut sebelumnya. Kita tahu disini hanya beberapa negara kunci yang menjadi sumber utama pengungsi dan imigran gelap.

Di sisi lain, Eropa juga telah mulai berpikir untuk memecahkan masalah ini pada sumbernya, mereka masih perlu mempertahankan atau membantu negara-negara sendiri memulihkan stabilitas politik dan perekonomian mereka, karena hanya dengan cara ini mereka baru dapat memecahkan masalah pengungsi pada sumbernya.

Beberapa analis yakin bahwa jika negara-negara Eropa terus mengejar diskursus ini, mereka mungkin akan benar-benar mencapai kebijakan yang relatif benar. Yang berarti tidak melakukan apa yang telah dilakukan sebelumnya, yang selalu mengikuti AS dan mengganggu internal pemerintah negara-negara lain menurut kehendaknya. Sebaliknya mereka harus membantu orang-orang di negara Timteng dan Afrika Utara dari perspektif pembangunan ekonomi dan meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Hanya ketika negara-negara tersebut telah mendapatkan stabilitas sosial dan politik, serta pembangunan ekonomi, baru mereka dapat memecahkan gelombang pengungsi yang sudah menyebabkan banyak masalah kini.

Tapi bagaimana nasib masa depan para pengungsi ini yang tampaknya terus berubah dan berkembang? Itu masih harus dilihat. Tapi alasan mendasar di balik masalah pengungsi ini adalah perang di negara asal mereka. jadi harapannya masih agak jauh karena penyelesaian perang ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini.

Kita bisa melihat, Perang Irak masih berkecamuk, masa depan negara-negara di Timteng masih belum menentu. Kapan masalah pengungsi ke Eropa ini bisa diselesaikan? Turbulensi di kawasan Asia Barat dan Afrika Utara harus dibikin reda dulu, jika tidak,  gelombang pengungsi tidak akan mudah untuk mereda atau bubar sendiri...... 

(Habis)

Sumber & Referensi ; Media Tulisan dan TV Dalam & Luar Negeri

http://www.huffingtonpost.com/dr-rola-hallam/us-prevent-aylan-kurdi_b_8186138.html?ir=Australia

http://time.com/4041137/croatia-serbia-refugees-border-eu/

http://www.express.co.uk/comment/expresscomment/604590/Migrant-crisis-the-truth-about-the-boy-the-beach-Aylan-Kurdi

http://www.smh.com.au/world/migrant-crisis/aylan-kurdis-father-is-a-people-smuggler-woman-claims-20150911-gjkt2m.html

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/21/21152681/Cegah.Bentrokan.Tentara.di.Suriah.PM.Israel.Temui.Presiden.Rusia

http://abcnews.go.com/Blotter/russian-anti-terror-troops-arrive-syria/story?id=15954363

https://www.google.com.au/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=russian%20anti%20terror%20squad%20in%20syria

http://theaviationist.com/2015/09/23/how-the-russians-deployed-28-aircraft-to-syria/

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/23/11221521/Rombongan.Pertama.Pengungsi.Suriah.Tiba.di.Inggris

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun