Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Latar Belakang dan Impak Gelombang Pengungsi Masuk Eropa (1)

24 September 2015   19:41 Diperbarui: 24 September 2015   19:45 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Terakhir ini kita melihat ada gelombang pengungsi Timteng dan Afrika Utara berusaha masuk ke Eropa, gelombang demi gelombang pengungsi membanjiri Eropa. Menurut statistik PBB-UNHCR (United Nations High Commissioner of Refugees ) atau Kantor Komisi Tinggi Masalah Pengungsi PBB bulan Agusutus tahun ini jumlah pengungsi yang masuk daratan Eropa melalui Laut Mediteranea telah mencapai lebih dari 260 ribu orang, melebihi total pengungsi yang pergi ke Eropa tahun lalu.

Pengamat melihat Eropa sedang menghadapi krisis pengungsi yang paling parah sejak berakhirnya P.D. II. Eropa kini menghadapi dua skala perioritas : kepentingan kemanusiaan dan kepentingan mereka sendiri. Yang mana harus mereka korbankan? Negara-negara Eropa sedang menghadapi teka-teki yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lalu apa yang membuat para pengungsi ini meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka? Kampung halaman mereka mungkin juga lebih baik. Tidak perduli seberapa baiknya Eropa, itu bukan rumah dan kampung halaman mereka.

Seperlima dari pengungsi ini didorong oleh perang yang terjadi berkelanjutan dan turbulensi di Timteng, serta berkenyamuknya IS (ISIS) yang tak terkendalikan, ini semua yang menjadi pemicu krisis pengungsi di Eropa.

Jika dilihat lebih mendalam, apa hubungannya yang membuat Perang di Timteng dengan Eropa? Ada beberapa kritikus yang mengatakan ini terjadi seperti ”Seorang mengangkat batu dan menimpakan ke kaki sendiri.” Persis sama dengan pribahasa Tionghoa (搬起 石头 砸 自己 的 脚/ban qi shitou za ziji de jiao) atau ‘Shooting itself in the foot.” 

Gambaran Gelombang Pengungsi

 

Foto-foto bocah 3 tahun Aylan Kurdi yang binasa di pantai pesisir Turki telah menggemparkan dunia. Cerita dibalik kematian yang tragis ini lebih rumit daripada ketika pertama kali muncul .

Tubuh anak tak bernyawa di buaian pelukan seorang polisi, dan anak tenggelam di pantai telah menjadi simbol penderitaan pengungsi Syria.

Namun saga yang berakhir tragis ini sebenarnya telah terjadi selama 3 tahun sebelumnya. Banyak dari keluarga ini sebenar juga takut untuk pergi dengan cara demikian yang kemungkinan akan berakhir dengan kematian.

Pada pagi hari jam 3 pada 2 September 2015, ayah Aylan Kurdi yang berusia 40 tahun Abdullah Kurdi memboyong istri dan dua anaknya Galip berusia 5 tahun dan Aylan 3 tahun ke Bodrum Bay, pantai laut Turki berlayar menuju ke Pulau Kos Yunani untuk mengungsi menacari kehidupan baru.

Namun dua perahu kecil yang mereka tumpangi di terpa angin dan gelombang, hanya beberapa menit setelah mereka berangkat, dan kapten kapal meninggalkan mereka. menurut penuturan, Abdullah mengambil alih kemudi, tapi perahu terbalik

Abdullah menuturkan, “saya coba untuk mengambil alih kemudi, tapi kami dilanda gelombang lain, perahu terbalik. Pada akhirnya 14 orang meninggal, termasuk istri dan anak-anak saya....”

PM Kanada, Stephen Harper mengatakan, Anda tahu, itu membuat kita berlinang air mata. Itu reaksi dari semua orang tua, dan siapa saja yang telah memiliki anak balita di Kanada atau dimana saja di seluruh dunia. Ini benar-benar situasi yang memilukan.

Aylan yang berumur pendek ini adalah salah satu dari kesengsaraan dari seorang tunawisma. Pada bulan Maret 3 tahun lalu ia lahir, perang sipil Syria pecah. Untuk menghindari berkenyamuknya perang, keluarga Aylan pindah pertama dari Damskus ke Aleppo, tapi tidak lama Aleppo juga dilanda perang sengit, sehingga mereka pindah ke kota Kobane di Syria utara.  

Pada akhir 2014, Kobane menjadi daerah panas pertempuran sengit, karena diserang IS (ISIS). Keluarga Aylan dan puluhan ribu lainnya mengungsi ke Turki. Tapi awal tahun 2015, IS berhasil didesak keluar dari Kobane, tapi pada bulan Juni Kobane dikuasai lagi oleh IS. Ayah Aylan ditangkap IS, dan disiksa dan giginya dicabut semua, hanya berselang 3 bulan kerabat  mereka telah dibantai IS.

Mereka tidak ingin mati dan mencari kehidupan lebih baik, dan mengungsi lagi ke Turki. Selanjutnya coba mengungsi dengan yang lainnya dengan perahu yang berdesakan akan menuju ke pulau Kos Yunani yang berakhir dengan tragis.

Juru bicara UNHCR, Melissa Flemming mengatakan, krisis pengungsi sudah menyebar diseluruh Eropa. Jumlah pengungsi dan imigran di Mediteranea sekarang sudah melampaui 300 ribu, 220 ribu mendarat di Yunani, 110 ribu di Italia. Ini merupakan peningkatan besar pengungsian dari tahun lalu yang berkisar 219 ribu keseluruh selama 2014.

Perlu diketahui, Pengungsi dan Imigran adalah dua konsep yang sangat berbeda. Pengungsi terpaksa untuk meninggalkan negara asal mereka karena penganiayaan, perang atau bencana. Imigran adalah orang-orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari pekerjaan atau mencari kehidupan yang lebih baik.

UNHCR menekankan sebagian besar orang yang akan ke Eropa adalah mereka yang melarikan diri dari negara yang dilanda perang, seperti Syria, Afganistan dan Irak.

Yunani dan Italia menjadi portal/pintu maritim utama di Eropa yang mengalami gelombang pertama pengungsi, dan berada dalam tekanan besar untuk mnempatkan mereka. UNHCR menyatakan bahwa Pulau-pulau di Yunani, Kos, Chios, Lesvos yang dekat Turki sudah menjadi kacau karena datangnya jumlah besar pengungsi, sudah tidak bisa lagi menampung dengan layak sebagai ruang hidup paling dasar sekalipun, dengan pemasokan air bersih, air minum, dan kondisi sanitasi yang tidak mencukupi.

Negara-negara di Eropa selatan seperti Hungaria, Macedonia, dan negara-negara lain menghadapi pengungsian dari daratan, jumlah pengungsi yang masuk ke negara-negara ini telah melonjak dari sekitar 150 orang per hari pada semester awal tahun ini menjadi lebih dari 2.000 per hari pada bulan Agustus’ 15.

Pada bulan terakhir lalu saja sekitar 50,000 pengungsi memasuki Hungaria. Dan Jerman dengan ekonomi yang kuat dan kebijakan imigrasi yang relatif moderat menjadi tujuan ideal bagi sebagian besar pengungsi. Dan sebagian menginginkan ke Swedia.

Menururt prediksi pihak resmi,  Jerman kemungkinan akan menghadapi himpitan 800 ribu pengungsi tahun ini. Jumlah ini empat kali dari tahun lalu. Sejak awal tahun ini, Jerman telah mengalami beberapa kali gelombang protes menentang menerima pengungsi, dan bahkan terjadi pembakaran kamp pengungsi oleh sebagian rakyat setempat di Jerman.

Kanselir Jerman, Angela Merkel mengatakan, sepanjang historis belum pernah ada begini banyak orang melarikan diri dari rumah dan kampung halamanannya untuk menghindar dari perang, kekerasan dan pembunuhan, dimana dikarenakan sengketa yang belum terselesaikan dengan tetangga mereka. Hingga saat ini belum ada tanda-tanda jumlah pengungsi yang mencari perlindungan di Eropa menurun.

Luksemburg, yang kini sedang memegang sebagai Presiden bergilir Uni Eropa, mengatakan, krisis imigrasi telah mencapai “tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.”  Krisis telah menyebar tapi tidak ada tanda-tanda unifikasi di Eropa. Bagaimana seharusnya krisis pengungsi ini diselesaikan?

Pada 20 Mei 2015, telah ditetapkan prinsip “kuota pengungsi” dan pada 27 Mei “Checklist Kuota Pengungsi” telah dirilis. Checklist ini termasuk 25 angka dari total jumlah Uni Eropa yang 28, dengan Jerman, Prancis dan Spanyol memikul beban terberat, sedang sisanya yang 23 negara termasuk negara Luksemburg akan dibagi secara proposional. 

Dalam menanggapi daftar ini, presiden Prancis menyatakan langsung ketidak senangannya. PM Hungaria, Viktor Orban bahkan secara langsung mengatakan “kuota” itu merupakan “rencana idiot”. Hungaria membangun pagar setinggi 4 meter dan  sepanjang 1.756 km disepanjang perbatasan dengan Serbia, untuk membendung membanjirnya pengungsi.

 

Menlu Prancis Laurent Fabius sangat tidak setuju dengan ini. Dengan mengatakan, “kita hanya bisa menerima orang-orang yang meninggalkan negaranya karena alasan politik atau perang. Ini adalah aplikasi untuk perlindungan, dan setiap negara harus merespon. Prancis, Jerman dan negara-negara lain telah merespon, tetapi ketika saya melihat beberapa negara Eropa menghalau kelompok pengungsi ini, sungguh memalukan.”

 

Ketika ditanya oleh wartawan, negara mana yang dimaksud, ia mengatakan negara Eropa Timur seperti Hungaria telah membangun pagar. Seharusnya mereka mengikuti seperangkat nilai-nilai umum Eropa.

Beberapa pengamat melihat, beberapa negara Eropa telah mengomentari dengan nada tinggi seperti Prancis. Mereka menguntuk negara-negara yang telah menolak untuk mengambil pengungsi, tetapi dalam kenyataannya, mereka menganggap seharus tidak boleh mengutuk mitra Eropa mereka sendiri.

Secara geografis, Prancis berada jauh dari daerah di Timteng yang dilanda perang, dibanding dengan negara-negara seperti Italia, Spanyol, dan Jerman. Jadi kemungkinan sangat sedikit bagi pengungsi untuk bisa langsung ke Prancis, sehingga himpitan pengungsi Timteng kecil dibanding dengan neagara-negara yang disebutkan terdahulu.

Sejauh apa yang terjadi dengan gelombang pengungsi ini, baik yang dikarenakan Perang Libya atau Perang Syria. Prancis yang paling ikut mengipasi api peperangan ini, bahkan Prancis yang memainkan peran utama dalam berkembangnya Perang Libya, dan juga berperan paling aktif dalam meng-jungkir-balikkan pemerintahan Bashar al-Assad dan mendukung oposisi Syria.

Tragedi Aylan telah membangunkan dunia dari apatisme akan krisis pengungsi . Hanya dengan beberapa hari saja, UNHCR dan organisasi besar lainnya menerima sejumlah besar sumbangan. Jerman, Austria, dan negara-negara lain membuka perbatasan mereka yang memungkinkan pengungsi untuk bisa lebih “bebas” masuk.

(Bersambung ....... )

Sumber & Referensi ; Media Tulisan dan TV Dalam & Luar Negeri

http://www.huffingtonpost.com/dr-rola-hallam/us-prevent-aylan-kurdi_b_8186138.html?ir=Australia

http://time.com/4041137/croatia-serbia-refugees-border-eu/

http://www.express.co.uk/comment/expresscomment/604590/Migrant-crisis-the-truth-about-the-boy-the-beach-Aylan-Kurdi

http://www.smh.com.au/world/migrant-crisis/aylan-kurdis-father-is-a-people-smuggler-woman-claims-20150911-gjkt2m.html

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/21/21152681/Cegah.Bentrokan.Tentara.di.Suriah.PM.Israel.Temui.Presiden.Rusia

http://abcnews.go.com/Blotter/russian-anti-terror-troops-arrive-syria/story?id=15954363

https://www.google.com.au/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=russian%20anti%20terror%20squad%20in%20syria

http://theaviationist.com/2015/09/23/how-the-russians-deployed-28-aircraft-to-syria/

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/23/11221521/Rombongan.Pertama.Pengungsi.Suriah.Tiba.di.Inggris

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun