![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/05/permusuhan-rusia-as-55c16223147b611c048b4567.png?v=600&t=o?t=o&v=555)
Jadi dengan melakukan penyesuaian semacam ini, manfaat bagi AS, pertama, peningkatan kemampuan nuklir Iran akan banyak mengalami keterbatasan, karena mereka akan menerapkan serangkaian tindakan, apakah dengan inspeksi atau pembatasan. Itu satu hal. Dan ini sesuai dengan kepentingan AS dan Barat.
Kedua, untuk masa depan, karena saat ini Timteng berada dalam situasi runtuhnya politik yang terus menerus. Di masa depan, dalam proses pembangunan kembali politik berkelanjutan Timteng . AS akan membutuhkan terus berbicara dengan Iran.
Dalam rencana Obama, Iran sudah menjadi kunci AS untuk memecahkan persoalan yang terjadi di Irak dan Syria. Jika Teheran dan Washington bekerjasama, benar-benar akan terjadi perubahan.
Kini ada beberapa analis yang meringkas “legacy/warisan” Obama, bahwa ia mungkin tidak membuat terlalu banyak tindakan baru. Di Irak dia menarik keluar pasukan tanpa melihat ke belakang, serta tanpa memikirkan konsekuensinya, yang menyebabkan IS menjadi merajalela di Irak, dan menyebabkan Iran masuk kembali ke Irak dengan terhormat.
Setelah AS memberi otoritas pusat Irak kepada Faksi Syiah, Iran sekali lagi berhasil membentuk hubungan dekat dengan pemerintah pusat Irak. Iran telah sangat berhasil menjalin hubungan dekat dengan Kurdi di Irak. Iran juga akan memainkan peran komprehensif cukup luar biasa dalam menghabisi IS (ISIS).
Pada 2 April 2015, pihak yang terafiliasi mencapai kesepakatan kerangka kerja untuk masalah nuklir Iran. Dua hari kemudian, Obama berkata dalam sebuah wawancara bahwa ia bermaksud untuk menjauhkan diri dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, dan meningkatkan hubungan dengan Iran.
Obama mengatakan : “Saya pikir ancaman terbesar yang mereka hadapi mungkin tidak akan datang dari Iran untuk menyerang, tapi itu akan terjadi karena ketidak puasan dari dalam negeri mereka sendiri. Hal ini yang telah lama sudah dirasakan dunia luar.”
Pada bulan Oktober 2014, “Wall Street Journal” yang pertama mengungkapkan bahwa Obama telah memberikan pesan rahasia kepada pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei : “AS secara obyektif tidak membantah pengaruh Iran di Timteng atau Irak.” Ke-otentikan pesan rahasia ini tidak pernah dibantah atau diakui oleh pejabat senior AS.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/05/obama-di-gedung-putih-55c161bf0ab0bdca048b4567.png?v=600&t=o?t=o&v=555)
Susan Rice, Penasehat Keamanan Nasional AS, memberi keterangan : “Sehubungan dengan potensi korespondensi presiden, saya pikir Anda tahu bahwa saya akan mengomentari setiap komunikasi pribadi antara Presiden kepada setiap pemimpin dunia.”