Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menerawang Kerangka Kesepakatan Nuklir Iran (3)

5 Agustus 2015   08:11 Diperbarui: 5 Agustus 2015   08:11 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sikap AS Terhadap Perubahan Politik Iran

Analisis dari “Washington Post” mengatakan, Obama menyetujui beberapa kali untuk memperpanjang batas waktu untuk negosiasi, dan ini menunjukkan betapa ia menghargai negosiasi ini. Di mata Obama, negosiasi nuklir Iran adalah kesempatan untuk “mengubah jalannya sejarah manusia”, dia bersedia untuk menghadapi keraguan Kongres AS dan sekutu-sekutunya.

Memang benar perundingan nuklir Iran telah berlangsung bertahun-tahun, dan AS merasakan hal positif kali ini belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan telah berkomentar dimana terlihat gairah AS dengan penuh harapan memulihkan hubungan dengan orang Arab sebagai kunci untuk putaran perundingan nuklir Iran. Lalu apa rencana dan manuver Obama?

Pada 27 September 2013, ketika Presiden Iran, Hassan Rouhani hadir di Majelis Umum PBB dan siap-siap untuk kembali ke Iran dari New York, tiba-tiba menerima teilpon lansung dari Presiden AS, Barack Obama. Keduanya berbicara selama 20 menit. Ini percakapan langsung pertama antara kedua presiden negara tersebut sejak Revoulsui Islam Iran pada 1979. Dunia luar melihat ini sebagai “pencairan es lama” antara kedua negara.

Pada saat itu, media AS melaporkan bahwa pembicaraan ini “bukanlah gemertak adu pedang antara dua negara musuh yang sedang berselisih selama bertahun-tahun, tapi lebih seperti reuni dua negara yang telah berpisah lama.”

Obama mengatakan selama pembicaraan tilpon, ia percaya hubungan AS-Iran akan memiliki pengaruh besar di Timteng. Jika kedua belah pihak mampu membuat kemanjuan dalam masalah nuklir ini, maka masalah lain seperti masalah Syria, pasti akan berpengaruh positif.

Analis melihat, penyesuai kebijakan AS yang dilakukan karena tidak ada pilihan lain, terutama karena dua hal. Pertama, AS tidak dapat menggulingkan pemerintah Iran, dan itu sudah menjadi kenyataan. Setelah 30 tahun , suara-suara  di AS telah mencapai konsesus bahwa pemerintah Iran tidak bisa digulingkan.

Kedua, dapat juga dikatakan AS tidak punya kekuatan. Meskipun AS tidak berpikir untuk dapat menggulingkan, jika AS memiliki kemampuan sekalipun, pasti akan melakukan dengan kebijakan yang sangat ketat sekali untuk menekan Iran.

Lagi pula utamanya AS tidak memiliki kemampuan sekarang, tidak memiliki kekuatan, jadi akan mengalami kesulitan jika melaksanakan kebijakan aslinya (menggulingkan pemerintah Iran), sehingga mau tidak mau harus menyesuaikannya.

Sudah lebih dari 10 tahun berlalu, dan sanksi AS atas Iran terus berlangsung untuk menekan Iran, dengan harapan bisa mendorong perubahan dan menggulingkan pemerintahan Iran dengan ‘Colour Revolution’.

Tapi hingga hari ini, harapan AS belum mencapai apapun. Kini hubungan AS dengan Rusia telah memburuk, kelompok ektrimis IS (ISIS) terus merajalela, masalah nuklir Iran telah berubah menjadi tidak serius.

 

AS melihat Iran kalau bisa sebagai teman bukan musuh, maka akan lebih bermanfaat bagi kepentingan AS di Timteng. Martin Demsey, Kastaf Gabungan AS juga mengatakan, kemampuan nuklir Iran didasarkan pada memiliki profesionalitas, jika fasilitas nuklir diledakkan sekalipun, itu hanya akan memperlambat saja, tidak akan merusak program nuklir Iran. Dengan kata lain mencapai kesepakatan adalah kebijakan yang terbaik.

Jadi dengan melakukan penyesuaian semacam ini, manfaat bagi AS, pertama, peningkatan kemampuan nuklir Iran akan banyak mengalami keterbatasan, karena mereka akan menerapkan serangkaian tindakan, apakah dengan inspeksi atau pembatasan. Itu satu hal. Dan ini sesuai dengan kepentingan AS dan Barat.

Kedua, untuk masa depan, karena saat ini Timteng berada dalam situasi runtuhnya politik yang terus menerus. Di masa depan, dalam proses pembangunan kembali politik berkelanjutan Timteng . AS akan membutuhkan terus berbicara dengan Iran.

Dalam rencana Obama, Iran sudah menjadi kunci AS untuk memecahkan persoalan yang terjadi di Irak dan Syria. Jika Teheran dan Washington bekerjasama, benar-benar akan terjadi perubahan.

Kini ada beberapa analis yang meringkas “legacy/warisan” Obama, bahwa ia mungkin tidak membuat terlalu banyak tindakan baru. Di Irak dia menarik keluar pasukan tanpa melihat ke belakang, serta tanpa memikirkan konsekuensinya, yang menyebabkan IS menjadi merajalela di Irak, dan menyebabkan Iran masuk kembali ke Irak dengan terhormat.

Setelah AS memberi otoritas pusat Irak kepada Faksi Syiah, Iran sekali lagi berhasil membentuk hubungan dekat dengan pemerintah pusat Irak. Iran telah sangat berhasil menjalin hubungan dekat dengan Kurdi di Irak. Iran juga akan memainkan peran komprehensif cukup luar biasa dalam menghabisi IS (ISIS).

Pada 2 April 2015, pihak yang terafiliasi mencapai kesepakatan kerangka kerja untuk masalah nuklir Iran. Dua hari kemudian, Obama berkata dalam sebuah wawancara bahwa ia bermaksud untuk menjauhkan diri dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, dan meningkatkan hubungan dengan Iran.

Obama mengatakan : “Saya pikir ancaman terbesar yang mereka hadapi mungkin tidak akan datang dari Iran untuk menyerang, tapi itu akan terjadi karena ketidak puasan dari dalam negeri mereka sendiri. Hal ini yang telah lama sudah dirasakan dunia luar.”

Pada bulan Oktober 2014, “Wall Street Journal” yang pertama mengungkapkan bahwa Obama telah memberikan pesan rahasia kepada pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei : “AS secara obyektif tidak membantah pengaruh Iran di Timteng atau Irak.” Ke-otentikan pesan rahasia ini tidak pernah dibantah atau diakui oleh pejabat senior AS.

 

Susan Rice, Penasehat Keamanan Nasional AS, memberi keterangan : “Sehubungan dengan potensi korespondensi presiden, saya pikir Anda tahu bahwa saya akan mengomentari setiap komunikasi pribadi antara Presiden kepada setiap pemimpin dunia.”

Pada bulan Desember 2014, Obama sekali lagi mengatakan kepada National Public Radio (NPR) AS, jika Iran bisa menyelesaikan masalah nuklir, dan “berhenti untuk menyebabkan kerusuhan di negara-negara tetangganya” . Ini akan menjadi “kekuatan regional utama yang sangat sukses.”

 

Analis Timteng melihat, sejauh mengenai isu nuklir Iran, kebijakan nasional AS diatur untuk suatu resolusi politik : mengakui Iran memiliki sejumlah kekuatan, dan memulihkan hubungan diplomatik normal dengan Iran. Sebab dengan cara ini AS akan dapat mengontrol Iran, dan membuat tidak menjadi ekstim serta tidak membuatnya marah. Di saat yang sama, tidak akan merusak kepentingan ekonomi AS di Iran, karena Iran merupakan pasar potensil yang besar, akibat sanksi banyak hal yang belum mampu dibangun.

AS dengan cara bertindak seperti ini, jika tidak bisa memperhatikan dan mempertahankan jenis keseimbangan lain akan menjadi pecundang dan akan kehilangan dengan mengerikan.

Pada 2013, ketika Hassan Rouhani menjabat presiden, hubungan AS-Iran terjadi titik balik. Bulan Nopember tahun yang sama setelah pihak negosiasi nuklir Iran mencapai kesepakatan awal. Reaksi Kongres AS membahas untuk mengimplementasikan sanksi lagi terhadap Iran. Menlu AS, John Kerry merasa ini tidak perlu.

Pada 9 Maret 2015, ketika program nuklir Iran memsuki masa kritis, 47 Senator AS merilis surat bersama yang menyatakan, setiap perjanjian nuklir yang ditandatangani Iran dengan pemerintahan Obama mungkin bisa dibatalkan oleh pemerintahan berikutnya.

Melihat situasi ini, beberapa analis melihat apa mungkin untuk mencairkan gunug es dalam sehari. Dengan permusuhan yang sudah berlangsung lama antara mereka, saling ketidak percayaan tidak mungkin bisa hilang dalam sehari, setahun atau 2 tahun. Juga dalam realitas obyektif dari hal ini bahwa dalam negosiasi nuklir Iran, AS selalu menentang keras dan sangat menuntut sampai hal-hal yang kecil dan detail untuk mengurangi ruang untuk kapasitas nuklir Iran yang dapat menuju penggunaan ke arah militer. Jadi sudah jelas kepercayaan timbal balik antara mereka akan memakan waktu yang lama untuk dibangun.

Negara-negara Di Timteng Lain Pengaruhi Isu Nuklir Iran

Saat ini masalah nuklir Iran merupakan salah satu inti masalah di Timteng. AS dan Iran bukannya satu-satunya yang berkepentingan langsung dengan masalah ini. Juga dipengaruhi oleh negara-negara Timteng lainnya seperti Israel, Mesir dan Arab Saudi.

Ulah Israel

Sejauh ini untuk masalah nuklir Iran, Israel yang menjadi musuh Iran lama, selalu bersikap tegas dan keras menuntut Iran agar menghentikan semua kegiatan nuklir dan benar-benar menghentikan program nuklirnya saat ini.

Dihadapkan dengan sikap sekutu dekatnya ini, perubahan strategi AS untuk masalah nuklir Iran, Israel marah dan terus menerus berusaha untuk menghentikan perjanjian nuklir Iran. Karena itu , beberapa negara yang tidak berpartisipasi dalam negosiasi nuklir ini, diharapkan Israel mungkin bisa mempengaruhi kemajuan pembicaraan ini.

Pada 10 Juni, Kaspersky Lab yang berbasis di Rusia, menunjukkan ada 3 hotel mewah yang digunakan untuk enam pihak bernegosiasi nuklir Iran, menjadi target serangan virus komputer malware “Duqu 2.0”, infiltrasi virus ini dimulai pada awal tahun itu.

Jika didasarkan dengan pernah meluasnya penggunaan virus komputer malware seperti “Duqu” ini di Isreal, dunia mencurigai Israel mungkin menggunakan virus ini untuk memperoleh dan memanfaatkan untuk menggangu negosiasi nuklir Iran. Ini bukannya yang pertama kali Israel telah menyadap negosiasi nuklir Iran.

Pada 24 Maret  “Wall Street Journal” mengungkapkan “ Israel memata-matai pembicaraan niklir Iran dengan AS, menggunakan informasi tersebut untuk melobi Kongres (AS) dalam mencoba menenggelamkan kesepakatan.” Namun Israel cepat-cepat membantah tuduhan tersebut.

 

Menhan Isreal membantah dengan menagatakan : “Israel tidak pernah memata-matai warga Amerika dalam setiap mode. Sejauh yang saya tahu, selama 20 tahun, kami telah dilarang segala bentuk menguping pemimpin politik, terutama para pemimpin saat ini. Tidak ada badan intelijen dan mata-mata Isreal di AS.”

Pada 11 Juni, Wakil Menlu Israel, Tzipi Hotovely sekali lagi membantah mengintai secara rahasia negosiasi nuklir Iran, tetapi pendapat “Wall Street Journal” dan penemuan terbaru Karspersky Lab membuktikan bahwa Isreal menguping pada negosiasi nuklir Iran untuk mencegah AS dan Iran mencapai kesepakatan.

Sudah menjadi kenyataan dan rahasia umum, sejak mula perundingan nuklir Iran, Israel telah memainkan peran penting dalam menentang penandatangan perjanjian tersebut.

Pada awal November 2013, pada babak baru perundingan nuklir Iran, dalam rangka untuk mempengaruhi pemerintahan Obama mengubah posisi atau pendiriannya, PM Israel, Benyamin Netanyahu bertemu tiga kali dengan Menlu AS, John Kerry dalam 48 jam.

Pada 17 Nopember 2013, Presiden Prancis Froncois Hollande mengunjungi Israel untuk pertama kalinya. Setelah bertemu dengan PM Israel--Netanyahu, Hollande berjanji, Prancis akan mengambil sikap garis keras terhadap Iran selama negosiasi nuklir Iran.

Setelah memperoleh dukungan Prancis, pada 20 Nopember, PM Isreal--Netanyahu terbang ke Moskow bertemu dengan Presdien Rusia Vladimir Putin, dan mendesak Rusia unutk terus menerapkan tekanan pada masalah nuklir Iran.

Namun, meskipun Israel sering berdiplomasi meminta dukungan. Pada Nopember 2013, sebuah kesepakatan awal perjanjian nuklir Iran bagaimanapun juga tercpai. Perjanjian ini disambut gembira oleh sebagian besar negara di dunia, sebaliknya menyebabkan kekhawatiran dan kecaman dari Israel.

Netanyahu mengatakan : ‘Apa yang dicapai pada Jenewa bukanlah kesepakatan bersejarah : Itu adalah kesalahan bersejarah.” . Walaupun AS beberapa kali menyatakan akan memberi jaminan keamanan kepada Israel berkaitan dengan perjanjian ini untuk menghibur, tapi Isreal masih tetap tidak bisa menerima.

(Bersambung .............)

Sumber : Media TV dan Tulisan Luar dan Dalm negeri

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/30/078687867/indonesia-iran-rancang-kerja-sama-nuklir-ini-skenarionya

https://en.wikipedia.org/wiki/Joint_Comprehensive_Plan_of_Action

The New york Times - The Iran Nuclear Deal by willian J Broad and Sergio Pechana July 14, 2015

http://www.theguardian.com/world/2015/apr/02/iran-nuclear-deal-negotiators-announce-framework-agreement

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun