Di monarki Arab Saudi, dia seorang raja di dunia Arab. Bukan saja sebagai raja, dia juga memiliki kekuasaan sekuler di negaranya, di saat yang sama juga sebagai pemimpin agama di negaranya. Selain itu sebagai pemimpin spiritual dan agama tertinggi. Memiliki otoritas sekuler dan otoritas sistemik, seorang otoritas raja dan otoritas keagamaan yang sangat cerdik terkait dalam peluang mencangkokkan jadi satu untuk membentuk otoritas ‘caesar-opapist’(menyatukan agama dan poliltik). Otoritas semacam ini dalam kenyataannya telah membuktikan yang paling stabil di dunia Arab.
Pada 29 April 2015, Raja Salman yang beusia 79 tahun yang sudah 3 bulan naik tahta, mengeluarkan dekrit kerajaan bahwa saudara tirinya yang berusia 69 tahun sebagai pangeran tua mahkota (crown prince). Wakil Perdana Menteri – Muqrin bin Abdulaziz dipercaya mengemban tugas-tugasnya. Menunjuk keponakannya yang berumur 55 tahun mantan wakil pangeran mahkota Mohammed bin Nayef sebagai putra mahkota baru.
Raja Salman bertekad mengganti putra mahkota, dan mengangkat anak kakaknya (dari ayah dan ibu yang sama) Nayef yang berusia 50an menjadi pura mahkota. Mengangkat putrtanya sendiri yang berusia 30 tahun Wakil Putra Mahkota dan juga sebagai Menhan. Nayef akan mengelola politik internal, dan putranya yang sebagai wakil putra mahkota akan menangani kekuatan yang sesungguhnya. Pengamat Timteng melihat ini mempertanyakan : Apa artinya ini?
Putra Mahkota Nayef berasal dari ayah dan ibu yang sama yang Raja, dan ada Menhan yang berusia 30 tahun anaknya sendiri ada dibelakangnya. Dengan demikian tidak akan ada ketidak setiaan. Dan karena dia masih berusia 50 tahunan yang menjadi puncak hidupnya, maka bisa membantu Raja dalam menjaga menstabilkan negara untuk waktu yang lama. Sedang anak-anak dari istri lainnya hampir tidak mungkin untuk bisa ikut berperan dalam “permainan” ini.
Generasi Muda Kerajaan Arab Saudi Naik Panggung
Dengan kata lain, dalam keluarga kerajaan Arab Saudi kekuasaan pemerintah yang penting sebenarnya sudah lebih berada ditangan generasi muda, jadi ini merupakan faktor penting untuk perubahan dibanding dengan masa lalu bagi Arab Saudi dalam memainkan politik mereka dan kebijakan luar negeri sejak tahun ini.
Dengan kata lain, setelah generasi muda mengambil alih kekuasaan, mereka akan mengubah situasi yang tadinya “malas berdiplomasi” dari pendahulu mereka yang tidak berbuat banyak. Sekarang mereka bergerak ke pusat panggung sendiri, dalam hal itu dilatar belakangi dengan apa yang disebut “Joint Arab” intervensi militer di Yaman yang terjadi 26 Maret lalu, yang dipimpin oleh Arab Saudi.
Namun ada pertanyaan penting dibalik ini : Kiranya seberapa kuat Arab Saudi untuk masa ke depan? Apa artinya semua ini bagi Timur Tengah?