Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fasilitator Lapangan Sang Ujung Tombak Perubahan

31 Januari 2016   06:50 Diperbarui: 31 Januari 2016   09:06 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika saya bertemu para ibu yang menjadi binaan Mbak Patty, pola pikir ibu-ibu memang bertumbuh positif. Berkat pembinaan yang diperoleh, mereka mampu menentukan tujuan yang ingin dicapai. Apa yang menjadi tujuan juga dirumuskan dalam bentuk tindakan nyata. Mau berusaha membuat perubahan-perubahan pada gaya hidupnya, lebih disiplin dalam mengatur keuangan. Pelatihan dan pembinaan dari fasilitator lapangan telah meningkatkan kemampuannya dan terbukti mengubah kesejahteraan hidupnya, karena pendapatan dari hasil usahanya menjadi meningkat tajam. Dalam kebersamaan itulah mereka tumbuh bersama. Senang sekali menyaksikan perkembangan ibu-ibu tersebut, karena berkat pembinaan mereka mengalami perubahan, memiliki perilaku finansial yang positif dan telah memberdayakan mereka.

Pembinaan dan pendampingan fasilitator lapangan adalah salah satu upaya pendidikan kepada masyarakat. Menjadi fasilitator lapangan memang berbeda dengan guru di kelas. Guru atau dosen akan mengajar sesuai kurikulum, tetapi fasilitator lapangan mengajar menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang menjadi subjek yang difasilitatorinya. “Buang buku ini, jalankan apa yang mereka mau!” begitulah filosofi Mbak Patty. “Di lapangan seringkali teori yang saya dapat tidak cocok untuk diterapkan, sehingga saya harus menemukan cara baru yang cocok untuk bisa memberdayakan mereka menyesuaikan dengan kondisi yang ada!”

Mengikuti Mbak Patty mengunjungi ibu-ibu binaannya, tampak terlihat mereka sudah seperti keluarga. Mbak Patty tanpa segan menggendong putra pemilik rumah yang sedang menangis. Menghiburnya dan mengajak bermain. “Di saat pelatihan dengan narasumber, saya yang mengasuh anak-anak ini sehingga sudah akrab dengan mereka. Kalau tidak begitu, ibunya tidak bisa mengikuti pelatihan. Ada kalanya saya juga memberi pengarahan secara privat, dengan home visit ke rumah ibu-ibu satu persatu, karena mereka belum memahami,” jelas Mbak Patty. Tidak ada batasan dalam memberikan pembinaan kepada para ibu-ibu tersebut. Hubungan yang dekat menciptakan rasa saling percaya, sehingga memudahkan mereka berinteraksi dan memudahkan Mbak Patty dalam memberikan pengarahan kepada ibu-ibu tersebut. Apalagi sebagian ibu-ibu tersebut usianya lebih tua.

[caption caption="Jalan-jalan komunitas ke Batu untuk menambah keakraban (dok Mbak Patty)"]

[/caption]
Pekerjaan faslitator lapangan tak lepas dari suka dan duka. Sukanya ketika kelompok binaannya mencapai kemajuan dan mendapat jaringan yang lebih luas dalam mengembangkan usahanya, berhasil meluaskan jaringan pemasarannya, mengikuti pameran, dan mendapat kunjungan dari pihak-pihak yang menghargai keberhasilan mereka. Dukanya adalah ketika kelompok tersebut sudah eksis dan mengalami perkembangan yang signifikan diserobot orang lain. Penyerobotan terjadi karena ada lembaga lain yang memanfaatkan keberhasilan kelompok tersebut untuk suatu proyek yang biasanya berhubungan dengan pengajuan dana. Mereka tergiur karena janji-janji indah dan iming-iming dana.

Tiga sampai empat bulan kemudian, kelompok ini tidak lagi diurusi oleh lembaga tersebut, sementara kesolidan dari kelompok tak lagi terjaga. Akibatnya mereka terpecah dan bila tidak cukup kuat untuk bangkit, menjadi bubar. “Saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena tidak memiliki ikatan apa-apa. Di saat mereka sudah ditinggalkan biasanya mencari saya kembali dan tersadar bahwa hanya dimanfaatkan!” kata Mbak Patty dengan wajah sedih.

Ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas memulai usaha dari bawah. Bersama komunitas mereka mampu bangkit memulai usaha dan mengembangkan usahanya. Penghasilan mereka bisa berlipat karena pengelolaan yang benar. Dari sinilah sebuah proses pemberdayaan terjadi dengan melewati proses pembelajaran. Kalau mau sejahtera, mereka harus bekerja, berusaha, mengelola secara benar, mau belajar dan berubah. Dana pinjaman yang diterima tidaklah besar, namun kemanfaatannya bisa berlipat ganda. Mindset mereka berubah, bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu mereka harus bertindak. Tuntunan dari fasilitator lapangan adalah sebagai penunjuk jalan menuju tujuan yang ingin dicapai, tetapi mereka sendiri yang harus bergerak untuk mencapainya.

“Kami harus membawa hasil karya yang baru setiap kali pertemuan kelompok, hasilnya dijual pada sesama teman saat pertemuan itu,” kata seorang ibu kepada saya. Apa tujuannya? Mereka dituntut kreatif dan saling menghargai karya orang lain. “Untuk belajar mengelola keuangan, kami punya 4 amplop warna-warni untuk mengontrol pemasukan dan pengeluaran. Ada yang untuk biaya hidup, membayar cicilan, tabungan dan modal usaha,” jelas ibu yang lain. Pemberdayaan kepada masyarakat menuntut kreativitas dari fasilitator lapangan untuk mengajarkan cara mengelola keuangan dengan cara-cara sederhana dan menarik , dan itu mengena sekali!

Mbak Patty sangat menikmati pekerjaannya, ia menemukan kebahagiaan dalam pekerjaannya. Penghasilan bukan tolok ukur pilihannya pada profesi fasilitator lapangan. "Ya, terkadang saya malah keluar uang. Saya sering membeli hasil karya para ibu-ibu itu untuk memberi semangat kepada mereka," cerita Mbak Patty. Tetapi semua itu terasa terbayarkan di saat menyaksikan kelompok itu bertumbuh dan menuai hasil atas kerja kerasnya.
Upaya Mbak Patty memberdayakan kelompok ibu-ibu ini terbukti berhasil. Perubahan nyata sungguh terjadi, Ibu-ibu binaannya telah berubah menjadi mandiri dan terberdayakan. Mereka mengalami pencerahan, bangga dan berhasil dalam usahanya. Dapat menikmati hasil kerja kerasnya dan makin solid bergotong royong dalam komunitasnya. Benar-benar mengalami “naik kelas”. Di masyarakat, orang-orang yang mampu dimentaskan mindsetnya masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang membutuhkan pengentasan.

Saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia masih banyak, upaya menolong mereka dilakukan dengan memberikan bantuan-bantuan berupa uang tunai dibagikan kepada keluarga-keluarga yang terdata sebagai kelompok masyarakat miskin. Memang benar masyarakat terbantu karena membutuhkan uang untuk menambal kekurangannya. Tetapi apa mereka terberdayakan ? Bantuan itu bisa menjadi bumerang, karena menimbulkan sikap ketergantungan dan tidak malu atas “cap miskin” yang disandangnya.

Akan jauh lebih baik, apabila bantuan kepada masyarakat juga disertai upaya-upaya pemberdayaannya. Mereka perlu dientaskan dari kemiskinan, dengan memberinya bekal pelatihan, pembinaan dan kesempatan berproses untuk mentas dari kemiskinan. Mereka perlu tuntunan untuk tahu jalannya. Profesi fasilitator lapangan masih banyak dibutuhkan untuk mendidik masyarakat dalam pendampingan melatih ketrampilan, mengelola keuangan dan merubah mindset mereka agar berperilaku finansial yang sehat.

Pemerintahan Presiden Jokowi mencanangkan revolusi mental, maka perubahan mindset masyarakat termasuk salah satu yang perlu mendapat perhatian. Masyarakat Indonesia masih banyak yang membutuhkan pendidikan paska sekolah. Beratnya beban biaya hidup dan persaingan membuat sebagian masyarakat tumbang. Mereka perlu dibina, didampingi dan dibukakan wawasan berpikirnya agar bisa mentas dari kemiskinan dan ketergantungan. Bantuan pemerintah kepada rakyat harus bisa mengubah nasib rakyat untuk jangka waktu panjang ke depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun