Mohon tunggu...
MAITSAA ALIIFAH
MAITSAA ALIIFAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43221010100 - Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A-403 TB 2: Pencegahan Korupsi dan Kejahatan Melalui Pendekatan Paideia

13 November 2022   22:43 Diperbarui: 13 November 2022   23:19 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Keutamaan dalam paideia Homeros ini memperlihatan bahwa sosok ideal negarawan kalokagathos bisa dilihat dalam kemampuannya sebagai seorang penyair “Sosok negarawan ideal diukur statusnya berdasarkan kapasitas kepenyairannya; atau sebaliknya, sosok penyair memiliki otoritas sebagai negarawan. Yang menyatukan kedua kapasitas ideal itu adalah perannya sebagai pendidik.”. Dalam konteks Homeros ini maka dapat dikatakan bahwa figur seorang negarawan kalokagathos itu terlihat pada diri seorang penyair, yang mampu untuk memberi solusi terhadap persoalan-persoalan polis.

Paidea Sofistik

      Kaum Sofis, merupakan kelompok intelektual Yunani yang melihat keutamaan (arete) kaloskagathos dalam sudut pandang yang baru terhadap konteksnya. Ketika keutamaan dipahami sebagai kedigdayaan dalam bertempur pra Homeros, maka kaum Sofis melihat keutamaan sebagai olah nalar.

      Konsep paideia kaum sofis ini menjadi konsep yang selalu bertumpu pada dua hal dasar yakni kemampuan personal seorang murid dan kemampuan pendidik dalam mendidik. Bahwa konsep paideia yang baik selalu diukur dalam polis. Ukuran ini bisa dilihat dalam kemampuan seseorang dalam memberi argumentasi (misalnya memberi pembelaan dalam ruang-ruang pengadilan). Sehingga seorang yang disebut berkeutamaan akan selalu diukur pada kemampuan rhetoric-nya. Sehingga untuk seorang negarawan kaloskagathos ukurannya adalah; apakah dia mempunyai ketangkasan dalam rhetoric atau tidak. Karena olah tubuh di dalam gimnastik, telah berubah menjadi olah nalar dalam ruang-ruang publik. Keutamaan tidak lagi bertumpu pada keberanian dimedan tempur, tetapi telah digantikan dengan kemampuan seseorang dalam memberi argumentasi. Konsep kaum sofis ini sangat perennialis.

Konsep Paideia Platon

      Begitu kita memahami konsep Plato tentang Paideia, kita dapat melihatnya dalam tiga konsep alegoris: Alegori Matahari, Alegori Garis Pembagi, dan Alegori Gua. Ketiga fabel ini digunakan oleh Plato untuk mengilustrasikannya. Pengetahuan (episteme) dan opini (doxa), logika (alasan) yang rasional dan dapat dipahami, dan thumos (harga diri, harga diri) dan epithumia (keinginan akan kekayaan, kependekan dari uang).

      Pertama, Plato, sebuah metafora untuk matahari, menjelaskan bahwa cahaya itu sendiri tidak otonom, tetapi berasal dari esensi Tuhan, kebaikan matahari. Matahari tentu tidak sama dengan mata sebagai penglihatan, karena mata tidak memancarkan cahaya seperti matahari. Namun, mata dapat melihat gambar tertentu dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu, indra tidak dapat melihat yang baik, karena yang baik hanya dapat dipahami dalam ranah pemahaman (logistik) dan dapat dipahami dengan bantuan gagasan. Dengan bantuan ide jiwa logistik, segala sesuatu dapat dipahami sebagai pengetahuan (episteme).

       Kedua, metafora garis terbagi dicirikan oleh garis pemisah horizontal yang terus menerus pada garis vertikal. Garis ini adalah tanda antara kewarasan dan kecerdasan. Jiwa berada pada tingkat opini (doxa) ketika ia hanya dapat mencapai sesuatu dalam keadaan yang terlihat. Dim Souls, di sisi lain, hanya ada di Realm of Shadows (Acacia). Jiwa yang disinari terang oleh cahaya (matahari) dipahami dalam keadaan beriman atau berkeyakinan (pistis). Pada tingkat pistis, pendapat mengandung kebenaran, tetapi status dan kualitasnya bersifat sementara, sehingga bersifat sementara, dan kebenaran yang terlihat selalu benar, pasti, dan abadi. Jiwa juga dapat memasuki alam pengertian dan membuka diri untuk memahami ilmu. Alam pemahaman ini berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada alam yang terlihat. Alam pemahaman ini tidak bergantung pada alam yang terlihat. Di alam ini jiwa memahami sesuatu dengan prinsip-prinsip dasar kebajikan tertinggi, pasti, abadi, abadi dan universal. Ranah pemahaman ini terdiri dari dua garis horizontal: penalaran matematis (dianoia) dan intuisi ilahi (noun/noesis). Dalam hal ini pengetahuan tidak lagi dibicarakan, tetapi muncul dalam arti yang seutuhnya.

       Ketiga, metafora gua. Alegori gua adalah alegori yang memungkinkan epistemologi digambarkan dari perspektif Plato tentang keadaan pengetahuan. Ketika tahanan masih di dalam gua, mereka hanya melihat bayangan di dinding gua, yang dianggap benar, tetapi jika dia bisa melarikan diri, dia akan terlihat oleh kenyataan di sekitarnya, batang api keliling. benda fisik yang telah dilemparkan Api sama dengan matahari karena terangnya, tetapi tetap padam. Tetapi ketika Anda melangkah keluar gua, Anda melihat kenyataan yang diterangi matahari seperti pepohonan. Perjalanan keluar gua adalah upaya jiwa untuk mencapai alam pengertian. Jadi ketika seorang tahanan dilepaskan di luar gua, ia melihat bayangan terlebih dahulu, lalu bayangan objek di atas air, lalu objek itu sendiri, dan kemudian cahaya dan cahaya yang memancar dari matahari. Matahari adalah gambaran dari sebuah ide atau produk yang memberikan cahaya.

       Ada yang mengatakan bahwa cara pemberantasan korupsi yang paling tepat adalah dengan menghukum seberat-beratnya para pelaku korupsi. Oleh karena itu, hukum, khususnya bidang hukum pidana, dipandang sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Memang berbagai instrumen hukum, peraturan perundang-undangan, sudah ada untuk memerangi korupsi. Kami memiliki lembaga dan lembaga penegak hukum yang didedikasikan untuk menegakkan peraturan ini, termasuk polisi, jaksa dan pengadilan. Ada juga badan independen bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang semuanya dibentuk untuk memberantas korupsi.

       Upaya pencegahan kejahatan dapat dibagi menjadi dua jalur: jalur kriminal (menggunakan hukum pidana) dan jalur non-pidana (menggunakan cara non-pidana untuk menyelesaikan masalah di luar hukum). Menurut Barda Nawawi Arief, secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur pidana cenderung lebih menitikberatkan pada sifat represif pasca kejahatan (penindasan/penindasan/pemberantasan), sedangkan jalur non pidana cenderung lebih bersifat preventif. (pencegahan). Kasar karena tindakan represif dalam arti luas juga dapat dipandang sebagai tindakan preventif (Nawawi Arief: 2008). Karakter preventif bukanlah fokus pekerjaan petugas penjara. Namun, untuk mencegah korupsi, fungsi ini termasuk dalam salah satu tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki petugas pencegahan termasuk Dinas Pendidikan dan Dinas Pemda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun