Mohon tunggu...
Maimun Ridwan Mukaris
Maimun Ridwan Mukaris Mohon Tunggu... Konsultan - Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pernah beberapa kali bekerja sebagai HRD dan GA Manager di beberapa perusahaan, menjadi anggota Dewan Pengupahan dan Pengurus APINDO. Sekarang aktif sebagai Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation. e-mail : maimunaster@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Pesangon dan Upah Pekerja yang Di-PHK atau Dirumahkan akibat Pandemi Covid-19

17 April 2020   11:44 Diperbarui: 3 Mei 2020   13:00 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Data yang didapat Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta pada saat pendataan tanggal 3 dan 4 Maret 2020 lalu, diperoleh angka bahwa terdapat 162.416 pekerja yang diPHK dan dirumahkan sebagai akibat terjadinya pandemi covid-19 (Corona Virus Desease 2019). Dari jumlah tersebut, 30.137 pekerja diPHK dan 132.279 pekerja dirumahkan tanpa diberi upah (unpaid leave). Para pekerja tersebut adalah karyawan dari 18.045 perusahaan yang ada di DKI Jakarta yang terpaksa tutup atau meliburkan usahanya akibat pandemi covid-19. (Majalah Gatra; 15 April 2020, hal. 15)

Sementara data yang dirilis Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, secara nasional hingga 7 April 2020 telah ada 1,2 juta pekerja yang diPHK dan dirumahkan. Mereka berasal dari 74.430 perusahaan yang operasionalnya terimbas pandemi covid-19 (Editorial Bisnis Indonesia; Rabu 15 April 2020, hal. 2). Jumlah pekerja yang akan diPHK dan dirumahkan tersebut kemungkinan akan bertambah mengingat kelesuan ekonomi akibat pandemi covid-19 masih akan berlanjut dan tidak ada yang bisa memprediksi kapan pandemi akan berakhir.

Pandemi covid-19 yang direspon pemerintah dengan melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah mengakibatkan sebagaian besar masyarakat tinggal dan berdiam di rumah, melakukan segala aktivitas dari rumah dan tidak keluar rumah jika tidak ada kepentingan yang mendesak. 

Hal ini mengakibatkan perputaran roda perekonomian melambat, pasar, mall dan jalanan menjadi sepi, pabrik menghentikan kegiatan usahanya yang imbasnya pada industri kecil dan menengah (IKM) yang menjadi pemasok (supplier) ikut berhenti, pedagang dan warung di jalanan pun mengalami sepi order akibat adanya kegiatan untuk menghindari kerumunan.

Bagi perusahaan yang sebelum ada pandemi pun sudah mengalami kesusahan operasional, adanya pandemi bisa sekalian dijadikan alasan untuk menutup usaha dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. Walaupun juga tidak berarti semua perusahaan yang mengalami kesulitan cash-flow akan melakukan hal yang sama namun adanya pandemi sudah bisa dijadikan alasan yang layak untuk melakukan PHK dan menutup usaha. 

Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 164 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerjanya karena perusahaan tutup akibat kerugian terus menerus selama 2 (dua) tahun atau karena keadaan memaksa (force majeure) dengan memberikan pesangon 1 (satu) kali ketentuan.

Ada 2 (dua) hal yang harus dipenuhi semua secara komulatif bagi pengusaha yang akan melakukan PHK terhadap pekerjanya sebagai akibat pandemi covid-19 dan memberikan pesangon satu kali kententuan ini yaitu :

  • Terjadinya force majeure berupa (bisa) pandemi covid-19, yang mengakibatkan ;
  • Perusahaan Tutup.

Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan bencana non alam berupa penyebaran covid-19 sebagai bencana nasional bisa dijadikan dasar telah terjadinya keadaan memaksa (force majeure).  Hal ini karena pandemi covid-19 telah memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai keadaan memaksa (force mejeure) sebagaimana diatur dalam pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata yaitu :

  • Keadaan tersebut tidak dapat diduga sama sekali sebelumnya  dan tidak dapat dihindari oleh siapapun baik oleh pengusaha maupun pihak lain
  • Kejadiannya diluar kemampuan pengusaha dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pengusaha
  • Tidak adanya itikad buruk dari pengusaha untuk tidak melakukan kewajibannya
  • Adanya keadaan yang menghalangi pengusaha untuk melaksanakan kewajibannya yang apabila melakukan kewajiban tersebut maka malah akan melanggar suatu ketentuan (dalam hal ini adalah melanggar ketentuan PSBB)

Apabila pengusaha akan melakukan PHK terhadap pekerjanya sebagai akibat pandemi covid-19 namun perusahaan tidak tutup atau hanya menghentikan usahanya hingga pandemi berakhir maka ketentuan pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan tersebut tidak bisa diberlakukan. Hal ini karena perusahaan masih ada dan belum tutup sehingga lebih tepat jika PHK tersebut dilakukan karena efisiensi sebagaimana diatur dalam ayat (3) pasal 164 UU Ketenagakerjaan tersebut. Konskuensi jika PHK dilakukan karena efisiensi maka pesangon yang harus dibayar pengusaha menjadi 2 (dua) kali dari ketentuan. Dalam hal ini berbeda ayat yang mengatur tapi masih dalam pasal yang sama namun biaya PHK yang harus dikeluarkan pengusaha sudah berbeda. 

Selain melakukan PHK, sebagian besar pengusaha juga memilih untuk merumahkan pekerjanya selama pandemi covid-19 untuk mengurangi beban usaha dan memutus rantai penyebaran penyakit. Ada pengusaha yang memberikan upah penuh selama pekerja dirumahkan, ada yang memberi upah sebagian dan ada yang sama sekali tidak memberikan upah, dianggap sebagai unpaid leave, no work no pay. Bagaimana ketentuan yang mengatur upah selama di rumahkan ini ?

Menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, hak atas upah bagi pekerja timbul saat terjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha dan berakhir saat putusnya hubungan kerja.  Sedang ketentuan pasal 93 ayat (1) UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa upah tidak dibayar jika pekerja tidak melakukan pekerjaan. Ketentuan upah tidak dibayar ini tidak berlaku jika salah satunya adalah sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal tersebut pada huruf (f) yaitu pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahannya sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

Prinsipnya adalah apabila pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya bukan karena kesalahannya maka upah tetap harus dibayar. Hal ini wajar karena peraturan perundangan harus menempatkan pekerja sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, sebagai makhluk sosial yang tetap harus hidup dan menghidupi keluarga dan mendidik anak-anaknya. Apabila upah yang menjadi sumber penghidupan pekerja tidak dibayar bukan karena kesalahan pekerja maka pekerja tidak dapat menghidupi keluarga dan mendidik anak-anaknya dengan semestinya.

Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tidak adanya kemampuan (mungkin juga kemauan) pengusaha untuk membayar upah pekerja yang dirumahkan karena adanya PSBB sebagai dampak mewabahnya covid-19. Apakah dengan alasan PSBB atau force majeur tersebut pengusaha boleh mengurangi upah atau bahkan tidak membayar upah yang seharusnya dibayar kepada pekerja ?

Pasal 20 PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan mengharuskan upah pekerja dibayar seluruhnya pada setiap jatuh tempo pembayaran upah, tidak boleh dikurangi dan tidak boleh terlambat. Jika upah tidak dibayar tepat waktu maka menurut pasal 55 PP Pengupahan tersebut, terhadap kelambatan dimaksud bisa dikenakan denda kelambatan yang dendanya dihitung per hari kelambatan setelah hari ke-empat dari kelambatan dan bisa bersifat progresif. 

Upah yang belum dibayar atau kurang bayar bisa dituntut kapan saja setelah jatuh tempo, bisa sebulan atau sepuluh tahun kemudian, suka-sukanya pihak yang nuntut mengingat Mahkamah Konstitusi dalam putusannya nomor : 100/PUU-X/2012 telah menyatakan bahwa upah adalah hak pekerja/buruh yang penuntutannya tidak mengenal daluwarsa.  

Untuk menutup peluang adanya tuntutan dikemudian hari, perlu dirundingkan antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja untuk mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Kelangsungan hidup perusahaan harus diutamakan karena merupakan tempat bagi pengusaha dan pekerja mencari nafkah sebagai sumber kehidupan. Beban perusahaan pada saat tidak ada cash flow masuk selama ada pandemi harus dikurangi agar tidak membuat perusahaan bangkrut yang merugikan semua pihak. Disisi lain pekerja juga harus diberi hak-haknya agar masih bisa menghidupi diri dan keluarganya disaat pandemi ini.

Pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja pada tanggal 17 Maret 2020, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan pekerja/ buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan covid-19. Dalam angka II (Romawi) 4 surat edaran tersebut dinyatakan bahwa bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan covid-19 sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/ buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/ buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/ buruh.

Surat edaran tersebut bisa menjadi dasar hukum bagi penguaha yang akan mengurangi upah pekerja atau tidak membayar upah selama dirumahkan atau selama perusahaan belum bisa beroperasi normal yang mengakibatkan pemasukan usaha mengalami pengurangan akibat pandemic covid-19. Kuncinya adalah harus dirundingkan bersama dulu dan dituangkan dalam perjanjian bersama yang ditandatangani kedua pihak yaitu antara pengusaha dengan pekerja/ buruh atau dengan serikat pekerja/ serikat buruh, agar tidak menimbulkan peluang tuntutan dikemudian hari dari pihak yang merasa dirugikan.

#PHK

#Pesangon

#Dirumahkan

#pandemi

#covid-19

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun