Timo tertunduk. Ia diam seribu bahasa.
"Tim?"
"Maafin Timo, Bu. Tadi Timo lupa makan bekal karena keasyikan main," jawabnya lirih.
"Tapi kalau dibuang, kan, sayang, Tim?" sesal Ibu lagi.
"Timo takut dimarahi, Bu," ujar Timo masih menunduk.
Ibu menurunkan tubuh dan berjongkok di depan putranya. "Lebih baik jujur, Nak. Ibu tentu akan menegurmu, karena sudah lalai nggak menghabiskan bekal. Tapi, itu lebih baik dari pada berbohong dan membuang makanan sembarangan. Lihat, jadi banyak semut. Lagi pula mubazir membuang makanan, padahal masih bagus. Kalau kamu nggak mau, bisa untuk Gina atau Ibu. Sayang, kan, Tim?" kata Ibu panjang lebar.
Timo mengangkat kepalanya. "Maafin Timo, Bu. Timo mengaku salah."
Ibu tersenyum lembut. "Jangan diulang lagi, ya, Nak."
Timo mengangguk. "Iya, Bu."
Ia menatap ke tempat sampah. Nasi goreng buatan ibu sangat enak. Seharusnya ia jujur saja tadi, jadi masih bisa makan nasi goreng. Timo menggeleng penuh penyesalan.
Kotabaru, 30 November 2022