"Iya, Mal. Ayo, kita main bola di lapangan balai desa," ajak Timo penuh semangat.
"Jauh banget ke sana, Tim," seru Benu. "Kita main di jalan depan saja. Masih sepi kalau jam segini."
"Iya, Tim, main di depan saja," dukung Akbar setuju. Ia mulai mengumpulkan stik dan memasukkan ke dalam kantong plastik.
"Kata Bu Guru, berbahaya main bola di jalan raya," sahut Kevin. Ia paling kecil di antara teman-temannya. Usianya baru delapan tahun, kelas tiga SD.
"Kita bukan main di jalan aspal, Vin, tapi di jalan tanah yang dekat pos ronda. Jalan itu sepi, palingan yang lewat cuma satu dua kendaraan." Benu menjelaskan panjang lebar.
"Ayolah kalau begitu," kata Malik setuju. "Stik kalian taruh di sini saja, nanti pas mau pulang baru diambil."
Teman-temannya mengangguk setuju. Mereka berjalan beriringan menuju pos ronda. Tempatnya di pertigaan jalan kompleks perumahan. Terdapat jalan tanah yang cukup lebar. Di kanan dan kiri jalan berjejer rumah-rumah. Di sebelah pos ronda terdapat taman PKK yang ditanami pandan, kumis kucing, jahe dan tanaman obat lainnya.
Yono membagi menjadi dua tim. Masing-masing tim berisi empat orang. Akbar dan Malik menaruh sandal mereka sebagai gawang. Mereka berdua bertugas menjadi penjaga gawang. Kadang bergantian dengan yang lain.
Permainan itu berlangsung seru. Mereka saling serang dan berlomba mencetak gol. Kelompok Malik sementara memimpin dengan empat gol mengalahkan kelompok Akbar yang berhasil memasukkan tiga gol.
Farid berlari menggiring bola dan akan menendang ke gawang lawan. Namun, ada Benu yang menghalangi. Farid bergeser dan melihat ada peluang dari sebelah kiri Kevin, ia pun menendang sekuat tenaga ke arah gawang.
Prang!