Anto mengangguk, bergegas keluar dan mengambil sandal lalu bergabung dengan sahabatnya. Mereka bertiga berjalan kaki menuju kebun mangga Pak Karno, tempatnya tidak begitu jauh. Alif yang masih berusia enam tahun berlari-lari kecil mengimbangi langkah abangnya.
"Ah, meleset!" seru Alif kecewa, menyadarkan Anto dari lamunannya.
"Coba, gantian. Sini, biar aku yang nembak," ujar Anto berdiri.
Joni menggeleng. "Tunggu, To. Baru tiga kali nggak kena. Yang ini pasti kena." Sahabatnya mulai berkonsentrasi membidik setangkai besar buah mangga yang menguning.
Anto turut menahan napas. Ia bersiap-siap untuk lari mengutip buah-buah itu bila jatuh. Diambilnya kantong plastik yang tadi disodorkan Alif.
Joni melontarkan peluru batu dari ketapelnya. Batu itu melesat menerpa tangkai buah, membuatnya putus dan buah berhamburan ke atas tanah.
"Aduh!" Terdengar suara kesakitan dari balik pohon.
Joni terkejut. "Ada orang!" serunya. "Lari! Ayo, lari!" teriaknya sambil berlari sekuat tenaga.
Anto dan Alif segera menyusulnya lari tunggang langgang.
Setelah merasa cukup aman, Joni berhenti dan mengatur napas. Ia menoleh ke belakang. Anto menghampiri tersengal-sengal. "Hampir saja ketahuan," ujarnya seraya menurunkan tubuh ke atas rumput.
"Mana Alif?" tanya Joni cemas.