Jika iya, sungguh ironis karena belum ada aturan yang bisa menghukum lembaga survei yang terindikasi terbukti metodologinya untuk menggiring opini publik agar popularitas dan elektabitas tokoh politik meningkat di tengah publik. Bila ini terjadi terus-menerus, maka menurut penulis impact-nya lembaga survei kedepannya semakin seenaknya memberikan hasil surveinya kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan produk tipuan.
Lembaga survei yang riset saat mengukur maka memilih responden yang lazimnya DPT (Daftar pemilih tetap), riset lembaga survei juga memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama karena tergantung banyaknya responden.Â
Akan tetapi permasalahan terletak di mana lembaga survei tidak berani mempublish identitas respoden, menyebutkan siapa yang mendanai riset serta memaparkan metodologinya. Maka validitas datanya bisa dipertanyakan dan hasil risetnya bisa saja mengandung dusta atau condong berpihak (tidak netral). Lembaga survei acap kali berbeda dalam menentukan hasil risetnya yang mengandung sebuah kesalahan.Â
Kesalahan itu bisa terjadi pada berbagai aspek, termasuk prediksi hasil akhirnya. Menurut Khairil Anwar Notodiputro, guru besar dan pakar statistik IPB menyatakan bahwa kesalahan utama lembaga survei terletak pada indepedensi lembaga itu sendiri. Lembaga survei di Indonesia belum mampu berdiri sendiri (Indepedensi) karena selalu disokong oleh partai politik atau kandidat tertentu.
Penulis berharap lembaga survei kedepannya dapat mengutamakan indepedensi dan tujuan risetnya untuk mencerahkan rakyat, bukan berpihak kepada kandidat atau partai politik tertentu sehingga menggiring opini publik. Dugaan tentang lembaga survei yang melakukan riset berpihak kepada pihak tertentu sejatinya untuk kedepan tidak lagi terjadi.Â
Hasil survei untuk mengiring opini publik tidak lagi dilakukan. Lembaga survei dapat mempublish siapa yang mendanai, metodologinya serta respondennya siapa agar validasi dari hasil risetnya dapat di nyatakan kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H