Selamat malam, apa kamu baik-baik di sana. Ya, kamu, yang diam-diam membaca tulisan ini lantas tersenyum malu-malu mengingat masa di mana aku dan kamu dulu pernah jadi kita.
Hey, tadi aku melihatmu. Maaf, aku tak menyapamu. Bukan, bukan sombong. Bukan pula benci. Bukan pula lupa kamu, aku hanya sedang berdamai dengan perasaanku.
Jujur saja, setiap melihat kamu tersenyum dengan ia yang kini halal denganmu, aku merasa perih. Pedih sekali jiwaku. Seolah ada belati tajam menancap di hatiku. Untuk itu, daripada menyulut dendam dan lara, aku memilih pura-pura diam dengan begitu separuh jiwaku terasa baik-baik saja.
Kamu dulu pernah bilang, apa aku bisa berpaling darimu, jawabnya bisa. Â Buktinya kamu pun bisa, kan. Hanya aku tak semudah kamu. Butuh waktu untuk aku bangun dari mimpi buruk. Kenangan tiap kenangan masih terbayang di pelupuk mata. Senyum yang masih terpatri indah di netra. Semua itu masih nyata, terlihat lagi terasa.
Lupakan aku ya, katamu.Â
Itu kamu ucapkan di saat aku begitu rindu kamu. Di saat tak ada masalah di antara kita. Saat justeru kamu terlihat begitu bucin. Entahlah, mungkin selama ini aku terlalu bodoh mencintaimu.
Kamu hanya pelampiasaan!
Begitu kata teman baikku. Aku tak percaya itu. Bagaimana mungkin pelampiasaan, tiap hari kita bersama. Tiap malam kita chat melepas rindu, sesekali video call. Mana mungkin, dan aku tak percaya. Di sini lah saat yang aku sesali, saat aku lebih percaya pada orang yang baru hadir di hidupku---akhirnya menyakiti, daripada teman yang jelas peduli dan sayang kepadaku.
**
Hei, aku masih menulis. Kalau dulu menulis karenamu, kini tanpamu. aku menulis karena aku ingin kamu tahu bahwa aku sampai saat aku baik-baik saja. Aku masih bergaul dengan teman-teman. Masih berdagang, masih ikut kelas menulis dan sesekali ikut event menulis, walau kalah adalah hal yang aku terima.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!