Di dalam kitab Minhajul Qawim karangan 'Allamah Syihabuddin ahmad ibnu Hajar Al haitami Asy syafi'i , hal 16 :
" (Fasal) Di dalam menerangkan perkara yang haram bagi orang yang berhadats maksudnya adalah hadats kecil secara mutlak (Haram bagi orang yang berhadats melakukan shalat) sudah disepakati secara ijma'( dan semacamnya ) seperti sujud tilawah, sujud syukur, khutbah jumat, dan shalat jenazahm, ( Thawaf ) walau sunnah karena sesungguhnya thawaf adalah shalat sebagaimana di dalam hadits ( membawa Mushaf dan menyentuh daun nya, khawasy nya,  kulitnya)  karena firman Allah ta'ala : "Tidak menyentuhnya (Al-qur'an) kecuali yang suci , maksudnya  adalah orang-orang yang suci dan lafal itu adalah 'khabar' dengan makna larangan, dan telah shahih sesungguhnya Nabi saw bersabda : Tidak menyentuh mushaf kecuali orang yang suci"
Dalil kelima
Di dalam kitab Tafsir Al-Jalalain karangan Allamah Jalaluddin Al Mahalli dan Syekh Jalaluddin As suyuthi , hal 207 :
(Laa Yamassuhu : Tidak menyentuhnya) khabar dengan makna larangan (Illal Muthahharun : kecuali orang-orang yang suci) maksudnya adalah orang-orang yang mensucikan diri mereka dari hadats-hadats
Jelaslah kedua Imam besar tersebut mengartikan "Laa yamassuhu Illal Muthahharun" dengan arti kurang lebih Tidak boleh menyentuh Mushaf Al-qur'an kecuali orang-orang yang suci dari hadats kecil dan hadats besar
Dalil keenam
Di dalam kitab Tafsir Al-Munir karangan Imam Nawawi Banten juz 2, hal 348 :
"(Laa Yamassuhu Illal Muthahharun : Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci) maksudnya adalah tidak menyentuh kitab itu kecuali orang-orang yang suci dari hadat-hadats maksudnya pula haram atas mereka menyentuhnya tanpa bersuci , dan ini jumlah sifat kedua untuk kitab maka artinya khabar dengan makna larangan, dan diriwayatkan oleh Imam Malik dan selainnya sesungguhnya kitab umar bin hazm dan dia adalah ahli dzahir tidak menyentuh Al-qur'an kecuali orang yang suci, dan berkata Ibnu Umar bersabda Nabi saw : Jangan kamu menyentuh Al-qur'an kecuali kamu dalam keadaan suci"
Dalil ketujuh
Di dalam kitab Attibyan Fi adabi hamalatil Qur'an karangan Imam An Nawawi pengarang kitab Riyadlus shalilihin , hal 9 di bagian belakang :