Mohon tunggu...
Mahmud Kusbiantora
Mahmud Kusbiantora Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak, NIM: 55520120035, Mahmud Kusbiantora, Universitas Mercu Buana Menteng Jakarta

Jangan Pernah menyerah Mengejar Mimpi walau sesulit apapun... "Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." (QS Al Insyirah 5)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1 Prof Dr Apollo-Tata Cara Pemajakan Untuk UMKM (CPMK 3)

10 Oktober 2021   22:16 Diperbarui: 10 Oktober 2021   22:26 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Perpajakan di Indonesia memberikan berbagai pilihan bagi wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Salah satunya adalah pemilihan tarif pengenaan pajak bagi wajib pajak yang peredaran brutonya dibawah 4,8 M, yaitu dengan mengunakan PP No.46 Tahun 2013 sebagaimana yang telah di ubah menggunakan PP No. 23 Tahun 2018 atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal 31E ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008.

Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan ini mengatur mengenai pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan batasan peredaran bruto kurang dari 4,8 Milyar dengan tarif sebesar 0,5% dari peredaran bruto.

Sebelumnya dasar menghitung pajak penghasilan badan yang digunakan yaitu Pasal 17 ayat (2a) dan 31E ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008 dengan tarif sebesar 22% (tahun 2020 & 2021) dan fasilitas pengurangan sebesar 50% dari jumlah laba sebelum pajak. Didalam kedua peraturan tersebut memiliki keuntungan berbeda jika diterapkan dalam sebuah perusahaan dilihat dari laba dan peredaraan bruto karena setiap peraturan perpajakan dan perundangan perpajakan memiliki nilai batas tertentu yang dapat menguntungkan suatu perusahaan. 

Selain PP 23 Tahun 2018, UMKM diberikan kemudahan dan perlindungan melalui PP No. 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 94, Pasal 104, dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

PAJAK UNTUK UMKM

UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi rakyat yang mampu memperluas lapangan kerja dan berperan dalam pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong ekonomi, dan mewujudkan stabilitas nasional. 

UMKM diharapkan perekonomian Negara juga dapat mengalami peningkatan. Tetapi tidak semua pelaku UMKM tersebut paham tentang perpajakan. Padahal pajak merupakan penyumbang penerimaan negara terbesar di Indonesia yaitu dengan persentase sebesar 80%. Dengan persentase sebesar itu, sangat disayangkan apabila mayoritas pelaku UMKM masih kurang paham terkait dengan pajak ataupun tidak pernah memenuhi kewajiban perpajakannya.

Mengingat arti penting Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam perekonomian nasional, harus memperoleh keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kemudahan, dukungan, pelindungan, dan pemberdayaan.

Selain Peraturan terkait Perpajakan Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 yang  disusun sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal lain yang mendasari dan mendorong perlunya pengaturan yang lebih jelas terkait Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah antara lain bahwa pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja dan belum terintegrasi sehingga perlu dilakukan perubahan.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur antara lain mengenai:

  1. Kemudahan, pelindungan dan pemberdayaan koperasi;
  2. Kemudahan, pelindungan dan pemberdayaan UMKM;
  3. Penyelenggaraan Inkubasi; dan
  4. Dana alokasi khusus kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi, UMKM.

Dengan terbitnya PP 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, maka mencabut beberapa PP antara lain:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404);
  2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 20l3 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l3 Nomor 66); dan
  3. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 222).

Mengenai tata cara pemajakan UMKM terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 atau Pasal 17 ayat (2a) dan 31E ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008.

PP No. 23 Tahun 2018 ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan juga insentif bagi UMKM dengan menekankan pengurangan tarif menjadi 0,5%. Kebijakan Pemerintah dengan pemberlakuan PP No. 23 Tahun 2018 ini didasari dengan maksud:

  1. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan,
  2. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi,
  3. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi,
  4. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.

Dengan Tujuan:

  1. Kemudahan bagi masyrakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,
  2. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat,
  3. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Besar tarif pajak UMKM sebesar 0.5% dari omzet dengan syarat omzet selama satu tahun sebelumnya tidak lebih dari 4.8 miliar. Pajak ini dibayarkan tiap bulan maksimal pada tanggal 10. Cara menghitungnya cukup mudah yaitu, 0.5% X total omzet selama satu bulan.

Contohnya bila usaha anda memiliki omzet sebesar Rp50.000.000,-. Pajak yang harus anda bayar sebesar 0.5% x Rp50.000.000,- = Rp250.000,-.

Selain itu, ada ketentuan tambahan berdasarkan Pasal 5 ayat 1 PP No. 23 Tahun 2018, untuk dapat menggunakan tarif ini berdasarkan jenis usahanya, yaitu:

  1. WP Orang Pribadi bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5% hanya dalam jangka waktu 7 tahun
  2. WP Badan seperti Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), dan Firma hanya bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 4 tahun
  3. WP Perseroan Terbatas (PT), hanya bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 3 tahun.

Pembatasan waktu ini bertujuan memberikan kesempatan UMKM untuk belajar pembukuan dan membuat pelaporan keuangan sesuai dengan Pasal 17 ayat (2a) dan 31E ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008.

Mengingat PP 23 Tahun 2018 memiliki batas waktu pemakaiannya. Sudah semestinya WP OP maupun badan mulai mempelajari metode pembukuan. Sebab metode pembukuan memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan metode pencatatan. Selain mengehemat Pajak,  Metode pembukuan dapat digunakan sebagai bahan Analisa dari usaha WP OP dan WP Badan itu sendiri. Laporan dari Metode Pembukuan pun dapat memudahkan WP saat ada pemeriksaan oleh DJP, serta memudahkan WP untuk mendapatkan sumber modal tambahan dari pihak ketiga.

Akan tetapi fakta dilapangan sampai saat ini sebagian besar wajib pajak orang pribadi maupun UMKM-UMKM baru belum memahami maksud dan tujuan digunakannya jangka waktu tersebut serta apa yang harus dilakukan setelah jangka waktu tersebut nantinya akan terlewati.

Untuk itu peran penyuluhan dan sosialisasi perlu ditingkatkan lagi tidak hanya fokus kepada besarnya tarif dan bagaimana tata cara penyetoranya tapi yang penting disampaikan adalah terkait penentuan jangka waktu tersebut serta peningkakan edukasi apa yang harus dilakukan jika jangka waktu tersebut terlewati.

CONTOH KASUS WP OP & BADAN YANG DAMA PP 23 TAHUN 2018

  • WP OP Tunggal

Mahmud memiliki usaha kecil sebagai pedagang kebab dengan omzet pada bulan Januari 2019 sebesar Rp10.000.000. Dia memenuhi syarat untuk menggunakan PP 23 Tahun 2018. Jadi perhitungan pajaknya untuk omzet januari 2019 yang disetorkan dibulan Februari atas PPh Final, sbb:

= 0,5% x Rp10.000.000

= Rp50.000,

Mahmud bisa memanfaatkan tarif setengah persen itu hingga 7 tahun. Setelah itu, dia wajib membuat pembukuan dan menjadi wajib pajak normal.

  • WP OP Suami Istri Memiliki Usaha

Mahmud mendapatkan omzet sebesar Rp700.000.000 per tahun. Kemudian istrinya memiliki usaha salon dengan omzet Rp500.000.000 per tahun. Keduanya belum memiliki anak. Maka perhitungan PPh finalnya sebagai berikut:

Jika Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) digabung:

- Omzet suami Rp700.000.000.

- Omzet istri Rp500.000.000.

Total omzet gabungan = Rp1.200.000.000.

Pajak penghasilan suami dan istri = 0,5% x Rp1.200.000.000 = Rp6.000.000.

Kalau dihitung rata-rata per bulan, maka PPh-nya = Rp6.000.000/12 = Rp500.000. (estimasi omset rata-rata)

Jika NPWP terpisah atau membayar pajak masing-masing:

- Omzet suami Rp700.000.000:

PPh-nya = 0,5% x Rp700.000.000 = Rp3.500.000 (setahun).

Karena ada kewajiban pembayaran setiap bulan, 

maka beban PPh per bulan Rp3.500.000 : 12 = Rp291.666,67 atau dibulatkan Rp291.667.

- Omzet istri Rp500.000.000:

PPh-nya = 0,5% x Rp500.000.000 = Rp2.500.000 (setahun)

PPh per bulan Rp1.000.000/12 = Rp208.333,33 atau dibulatkan Rp208.333 per bulan.

  • WP Badan Koperasi, CV & Firma

CV Mahmud Sukses Abadi, memiliki usaha penjualan  gypsum dengan omzet pada bulan Januari 2019 sebesar Rp40.000.000. Dia memenuhi syarat untuk menggunakan PP 23 Tahun 2018. Jadi perhitungan pajaknya untuk omzet Januari 2019 yang disetorkan dibulan Februari atas PPh Final, sbb:

= 0,5% x Rp40.000.000

= Rp200.000,

CV Mahmud Sukses Abadi, bisa memanfaatkan tarif setengah persen itu hingga 4 tahun. Setelah itu, dia wajib membuat pembukuan dan menjadi wajib pajak normal.

  • WP Badan Perseroan Terbatas (PT)

PT Mahmud Gemilang, memiliki usaha sebagai penjual  motor bekas dengan omzet pada bulan Januari 2019 sebesar Rp50.000.000. Dia memenuhi syarat untuk menggunakan PP 23 Tahun 2018. Jadi perhitungan pajaknya untuk omzet Januari 2019 yang disetorkan dibulan Februari atas PPh Final

= 0,5% x Rp50.000.000

= Rp250.000,

PT Mahmud Gemilang, bisa memanfaatkan tarif setengah persen itu hingga 3 tahun. Setelah itu, dia wajib membuat pembukuan dan menjadi wajib pajak normal.

REFERENSI

http://berdiskusipajak.blogspot.com/

https://www.pajak.go.id/id/artikel/perpajakan-dasar-untuk-umkm-pemula

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun