Pejuang garis dua
Saat ini, saya termasuk orang yang paling bersyukur. Betapa tidak, Anugerah yang Allah berikan pada keluarga kami begitu besar. Keluarga kecil kami telah dikaruniai dua anak, putra dan putri.
Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Selain sebagai generasi penerus keluarga juga menjadi penyejuk mata orangtua.
Sejatinya anak adalah amanah yang diberikan dari Yang Kuasa. Harus dijaga dan di rawat dengan baik.
8 tahun kami menanti
Salahsatu kebahagiaan yang sangat besar bagi pasangan suami istri adalah lahirnya seorang anak.
Anak yang dapat memberi semangat hidup, memberi motivasi kuat agar kita melakukan terbaik untuk keluarga.
Hadirnya memberi warna pada kehidupan yang kita jalani.
Kami menikah tahun 2003. Tahun pertama ujian datang  melanda kami, saya di PHK dari pekerjaan. Sekalipun istri seorang guru, dengan menganggurnya saya membuat hidup terasa tidak mengenakan.
Saya mencoba berjualan jajanan anak di rumah, kebetulan orangtua mengajar TPA yang muridnya cukup banyak, ada 60 anak.
Modal tekad dan modal yang kecil saya berjualan, Alhamdulillah keberkahan datang. Usaha kecil kami terus berkembang pesat hingga membuka warung sembako.
Di sisi lain, kami berdua terasa kesepian tanpa momongan. Tahun demi tahun berlalu tanpa hasil, padahal berbagai macam usaha telah dicoba kami berdua.
Omongan tetangga yang menyakitkan hati dan memanaskan telinga, membuat istri tak kuasa memendung tangisnya.
Kegalauan istri dirasakan pula oleh saya, hingga ada pertanyaan istri yang cukup menghentakan hati namun tetap tenang menjawabnya.
Bila Allah tidak mengkaruniakan kami seorang keturunan, itu sudah kehendakNya. Kita harus menerima semua keputusanNya dengan ikhlas, itulah yang terbaik buat hidup kami.
Selalu menguatkan hati istri, itu yang selalu dilakukan.
Hingga kami mesti pindah rumah, yang sebelumnya tinggal di daerah Cipete Jakarta Selatan lalu pindah ke Kramat Jati Jakarta Timur.
Keberkahan hadir saat yang tepat, ketika kami berdua telah siap menerimanya. Siap secara mental , spiritual dan finansial tentunya. Â Kehadiran anak pertama kami, seorang laki-laki yang lahir di bulan Ramadhan.
Delapan tahun penantian kami, penuh kesabaran, pengorbanan, kepedihan dan rasa berserah diri pada Allah serta berprasangka baik padaNya memberikan kebahagiaan yang tiada tara.
Kelahiran kedua yang tak terduga
Setelah kelahiran anak pertama, kami masih tinggal di Kramat Jati. Di usia anak kami tiga tahun kurang, kami tinggal di Depok, tepatnya daerah Cimanggis.
Kehamilan yang kedua sebenarnya tak di duga, sebab kami masih merasakan kebahagiaan pada anak pertama yang memang masih lucu-lucunya. Ketika istri hamil yang kedua ini, ada request dari istri menginginkan anak perempuan. Alhamdulillah, impiannya terkabul. Bertambahlah kebahagiaan kami, yang telah memiliki anak sepasang. Sungguh patut kami syukuri.
Arti sebuah kesabaran
Sungguh waktu yang cukup lama, ketika  menanti hadirnya buah hati dari pernikahan kami.
Delapan tahun lamanya, butuh kesabaran yang berlapis-lapis.
1. Sabar dalam doa, yang selalu kami panjatkan setiap saat. Tak bosan dan tak putus harapan, sebab kami percaya semua atas kehendakNya. Tugas kita hanya terus istiqomah berdoa dan berbaik sangka kepadaNya.
2. Sabar atas pembicaraan orang sekitar. Ini yang harus kita antisipasi dalam setiap kesempatan, terlebih saat kami berkumpul atau menghadiri acara keluarga, arisan atau hajatan. Pertanyaannya selalu sama, Â kok belum punya momongan, atau jangan-jangan mandul. Bahkan ada juga yang menyarankan agar suami menikah lagi, sugguh menyakitkan dan mengiris hati sang istri.
3. Sabar atas usaha dan ikhtiar. Berbagai cara kami berdua lakukan, secara medis, pengurutan dan mencoba macam makanan yang dapat mempercepat proses kehamilan. Secara medis kita periksa ke dokter kandungan, bukan cuma istri tapi saya juga ikut di periksa. Pengecekan sperma di labolatorium dan lain sebagainya. Kami berdua memahami kondisi ini butuh sama-sama mendukung, tidak saling menyalahkan.
4. Sabar atas proses kehamilan. Banyak hal-hal yang terjadi saat kehamilan, apa lagi ketika hamil anak pertama. Istri mengajar di Jakarta Selatan, sedangkan saat itu tinggal di Jakarta Timur. Dengan transportasi umum istri pulang pergi untuk mengajar, dua kali naik bus umum.
Kehamilan istri sepintas tak terlihat, hal ini dikarenakan postur istri tinggi dan perut tak menunjukan kondisi sedang orang hamil. Pernah saat berdesak-desakan, tak satupun memberikan istri tempat duduk.
5. Sabar atas biaya melahirkan. Ketika hamil pertama,  saya bekerja di Mall Jakarta Selatan sedangkan istri mengajar di sekolah swasta ternama. Kami sepakat menabung dari gaji masing-masing, sebab kita tidak ingin merepotkan dan membebani orangtua. Target kami harus melebihi biaya ceasar, sebab pahitnya akan terjadi proses  operasi. Syukurnya, lahir secara normal dan sisa biaya di tabungan bisa untuk aqiqah anak pertama kami. Ketentuan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
Buah dari kesabaran terasa manis dan nikmat, itu yang kami rasakan.
Kini kedua anak kami sudah cukup besar, anak pertama kelas lima di Madrasah Ibtidaiyah Negri MIN 12 sedangkan anak kedua baru masuk SD Negri Curug 5.
Harapan kami terus melakukan doa dan berusaha agar proses membesarkan dan mendidik putra putri kami diberikan kesabaran, kemudahan dan keridhoan dari Yang Kuasa.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H