Mohon tunggu...
Mahlica Sarge
Mahlica Sarge Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Agama Femena (Batak Karo) Tinjauan Teologi Agama

4 Mei 2023   17:53 Diperbarui: 4 Mei 2023   18:06 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 Dibata sila idah biasanya dipanggil dengan "dibata kaci-kaci" (dibata dengan jenis kelamin perempuan). "Dibata kaci-kaci" ini memiliki 3 wilayah kekuasaan diantaranya : dunia bawah, tengah, dan atas. Masing-masing daerah kekuasan ini dipimpin oleh satu orang "dibata" sebagai "Dibata kaci-kaci". Ketiga "Dibata" itu adalah keseluruhan dan kesatuan yang diberi nama "Dibata Sitelu" (tiga Tuhan). Berdasarkan wilayah pimpinannya, suku Karo yakin pada :

 

  • "Dibata Teru", atau disebut "Tuhan Banua Kolling", dibata ini disebut memeritah di bumi wilayah bawah.
  •  
  • "Dibata Tengah" atau disebut "Tuhan Paduka ni Aji", dibata ini yang berkuasa dan memimpin diwilayah dunia kita.
  •  
  •  "Dibata Atas" atau disebut sebagai guru "Batara" yang mempunyai kekuasan dunia wilayah atas.[4]

 

Selanjutnya ada dua sumber kekuatan yang dipercaya, yaitu cahaya "mataniari" (cahaya matahari) dan "siberu dayang". Cahaya matahari ini yang memberikan pencerahan. Terletak pada matahari saat terbenam dan akan terbit. Dia ikut berjalanan bersama matahari sebagai jembatan antara tiga "Dibata". Siberu dayang merupakan sosok perempuan yang menempati bulan. "Siberu dayang" selalu tampak saat pelangi muncul. Dia bertanggung jawab menjadikan "Dibata Tengah" tidak terbang oleh angina topan dan tetap kuat.Menurut ajaran mereka, Dibata merupakan jiwa (tendi) yang mampu datang kapan saja, kekuatannya mencakup semuanya dan ditafsir sebagai akar dari semuanya. "Ketika seseorang meninggal, maka tendi akan hilang dan tubuhnya akan hancur. Namun begu tetap ada. Tendi dengan tubuh merupakan kesatuan yang utuh. Ketika tendi berpisah dengan tubuh, maka seseorang akan sakit. Pengobatan dilakukan dengan mengadakan pemanggilan tendi. Jika tendi tidak kembali, maka yang akan terjadi adalah kematian".

 

Pada masa penjajahan Hindia Belanda kala itu masih sering diadakan ritual Perumah Begu yang mana ritual itu di yakini mampu melakukan dialog dengan makhluk halus yang lebih dikenal dengan istilah makhluk ghaib atau Seluk dan Erpangir Kulau yang kerap masih dapat dilihat pada acara ritual yang berlangsung di Kecamatan Berastagi. Salah satu ajaran Pemena yangterbilang langka ini disebut dengan Cawir Bulung, dimana ritual ini biasa dilakukan sebagai bentuk tolak bala.

Paham Pemena mengenal roh sebagai sebutan Begu atau yang lebih di kenal dengan orang yang sudah meninggal atau hantu. Sedangkan di dalam Islam roh dikenal sebagai suatu factor yang terdapat dalam raga manusia yang diciptakan Allah swt, sebagai penanda adanya hidup. Dalam agama Islam roh berasal dari kalimat "Ar Riyaah" yang bermakna angin atau suatu yang tidak terlihat namun mempunyai energy[5]. Suku Karo mempercayai jika alam semesta di isi dengan sekelompok "tendi". Tiap-tiap detik di dalam semesta alam menyimpan banyak "tendi". Keseluruhan dari kesatuan "tendi" yang merangkum semuanya disebut "dibata", selaku keutuhan keseluruhan dari semesta alam. Masing-masing orang dikenal seperti semesta kecil. Manusia adalah keutuhan dari tubuh (kula), jiwa (tendi), perasaan (pusuh paraten), nafas (kesah) dan pikiran (ukur). Masing-masing komponen berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Keutuhan ini dikenal seperti kesepadanan dalam manusia.[6]

Hal ini sama terhadap kepercayaan masyarakat suku Karo yang begitu akrab dengan sebuah bentuk aliran atau keyakinan terhadap jiwa (tendi) ini sendiri, dimana keadaan suatu kehidupan tendi yang letaknya dianggap sama dengan arwah-arwah gaib. Keseluruhan dari kesatuan jiwa(tendi) yang meliputi semuanya disebut dengan Dibata yaitu sebagai keseluruhan alam semesta[7].

Pandangan paham femena tentang tuhan Individu di dalam keyakinan suku Karo terbagi dari jiwa "tendi", arwah manusia yang telah meninggal "begu", lalu tubuh saat manusia mati "tendi" akan hancur tetapi tidak dengan "begu". "Tendi" bersama "aku seseorang" adalah kesatuan utuh. Sehingga saat "tendi" terpisah dari "aku seseorang" akan merasakan sakit. Upaya penyembuhan dilangsungkan dengan memanggil "tendi". Namun bila "tendi tidak kembali, maka akan terjadi kematian. Terpaut dengan "dibata", mereka mengganggap dibata adalah "tendi" atau jiwa yang bisa hadir kapanpun, pengaruhnya mencakup semua hal yang ditafsir sebagai unsur segalanya. Pernyataan ini sesuai terhadap kepercayaan rakyat Karo yang memiliki kedekatan dengan sebuah bentuk keyakinan pada "tendi", dimana sebuah kehidupan "tendi" tempatnya ditafsir sama dengan arwah/roh gaib. Suku Karo percaya sesungguhnya seluruh alam ini di isi dengan "tendi". Hampir pada titik dalam "kosmos" mengandung "tendi". Keseluruhan terhadap kesatuan "tendi" meliputi semua yang disebut "Dibata" sebagai bentuk keutuhan dari "kosmos". Masing-masing semesta menganggap"mikro kosmos" atau semesta kecil sebagai pemersatu dari "ula" (tubuh), "tendi" (jiwa), "pusuh peraten" (perasaan), "kesah" (nafas), dan "ukur" (pikiran). Masing-masing bagian dijembatani oleh satu dengan yang lain. Kesatuan ini dinamakan bentuk keseimbangan di dalam individu "manusia".

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun