B. SEJARAH PAHAM FEMENA
Â
Pamena merupakan sebuah paham kepercayaan bersifat Animisme yang lahir dan berkembang di lingkungan masyarakat suku Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pada awalnya suku ini bernama suku "Haru", kemudian disebut "Haro" dan akhirnya dinamai dengan suku Karo. Khusus untuk nama yang menempati daerah suku Karo saat ini. Perpecahan suku bangsa Haru ini dilator belakangi oleh pengaruh kekuasaan kesultanan Aceh sebagai pemenang atu penakluk kerajaan-kerajaan Haru pada tahun 1539 dan tahun 1564 dengan maksud tujuan mengislamkan suku bangsa Haru yang menganut agama Hindu Perbegu dari sekte ciwa.
Â
Paham Pamena merupakan nama pengganti paham Perbegu pada tahun 1946. Nama tersebut diganti oleh para petua-petua adat dan para guru. Menurut Putro (1995:32) pergantian panggilan Pemena dilatar belakangi oleh akibat terlalu banyak mendapat beban dorongan dari para penjajah bersama pelopor-pelopor agama yang dibawa orang Eropa dengan mencaci maki seenaknya saja terhadap agama Perbegu. Menuding Perbegu adalah agamapenyembah setan-setan, roh, jin, dan lainnya demi untuk kepentingan colonial Belanda. Banyak presfektif mengenai sejarah lahirnya Pemena di wilayah Karo, salah satunya yaitu tentang paham Pemena yang dianggap sebagai agama Hindu. Sejak 1977, beberapa pihak penganut paham "Pemena" sudah menganut agama "Hindu Dharma". Karena agama ini dianggap sebagai agama yang telah membentuk agama "Pemena" pada abad pertama tahun Masehi. Namun saat ini, perkembangan kepercayaan mengakibatkan banyak penganut Pemena yang mulai meninggalkan kepercayaan ini. Hal ini diakibatkan karena penggunaan agama resmi yang harus dimiliki oleh masyarakat Indonesia sebagai bukti warga negara.
Â
Saat ini, penganut paham Pemena sudah cukup sulit ditemui. Dari beberapa wilayah yang telah ditelusuri hanya sedikit masyarakat suku Karo yang masih mengenal tentang paham Pemena. Beberapa diantara masyarakat suku Karo mengatakan bahwa paham Pemena sudah dianggap sebagai budaya yang lahir di tengah-tengah masyarakat suku Karo. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa paham ini merupakan bentuk kepercayaan atau agama. Walaupun paham Pemena sudah mulai ditinggalkan, namun beberapa mantan penganutnya maupun para kerturunan penganutnya masih mempercayai ritual-ritual yang lahir dari paham Pemena.
Â
C. Pokok Ajaran
Â
Masyarakat Karo dahulu percaya bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini, baik yang dapat dipandang merupakan karya "Dibata". Guntur Hendry Tarigan berpendapat bahwa, suku "Karo" memberi perbedaan terhadap "Dibata siidah" ( Tuhan yang tampak) dan "Dibata si la idah" (Tuhan yang tidak tampak). "Dibata si idah" bermaksud menunjukkan kepada "Kalimbubu" (pembawa berkat). Sedikit kejelasan yang ada di dalam kelompok kekerabatan suku "Karo" terdapat "daliken sitelu/rakut sitelu". Ketiga unsur yang terdapat adalah "Kalimbubu" (pembawa berkat) anak "beru" (pihak penerima berkat) dan "senina" (saudara). Kalimbubu merupakan kelompok terhormat atau kelompok yang disegani. Mereka yang hormat kepada "kalimbubu"n akan mendapatkan rezeki.Oleh sebab itu "kalimbubu" disebut juga "dibata di idah".