Ada juga ayat yang menyebutkan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya digandeng menjadi satu kesatuan (QS Ali Imran: 132).Â
Apa perbedaanya? Para ulama tafsir menjelaskan ketika Al-Quran menggunakan redaksi taatilah Allah dan taatilah Rasul, berarti konteksnya adalah Rasul memiliki prerogatif untuk menetapkan syariatnya sendiri yang tidak disebutkan di dalam Al-Quran.
Contohnya, Al-Quran mengharamkan kita mengonsumsi bangkai, darah, daging babi, dan sesuatu yang disembelih tidak menyebut nama Allah. Apakah hanya itu yang diharamkan? Jawabannya tidak, karena Rasulullah SAW juga menetapkan hukum atau aturan sesuatu yang diharamkan. Misalnya, binatang yang berkuku tajam, bertaring, yang bisa mengandung, yang bisa menjijikan.
Ini adalah satu paket, mentaati Allah dan Rasul. Seperti halnya syahadat yang harus bergandengan.Â
Mencintai Nabi SAW bukan hanya dalam bentuk ucapan, tetapi juga harus melalui yang konkrit dengan mengikuti sunnahnya dan suri teladannya yang baik (QS Al-Ahzab: 33).
Di dalam Al-Quran cuma ada dua Nabi yang disebut sebagai uswatun hasanah, yaitu Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS. Nabi yang lain juga baik, tetapi tidak disebut uswatun hasanah. Apa hikmahnya? Episode hidup nabi yang lain hanya patut dicontoh untuk orang tertentu.Â
Misalnya, Nabi Yusuf cocok dicontoh oleh orang yang rupawan, yang jabatannya tinggi, yang terkenal. Nabi Ayub dicontoh oleh orang yang sedang sakit.
Lantas, apa yang menjadi prioritas kita meneladani Nabi SAW? Yang utama adalah akhlaknya, budi pekertinya (QS Al-Qalam: 4).
Dalam Al-Quran, Nabi tidak dipuji karena shalatnya yang khusyu atau hajinya yang mabrur, tetapi budi pekertinya yang luhur.Â
Demikianlah pembahasan hadits hari ini. Kita jumpa lagi besok. Insya allah.
* Refleksi Kajian Ramadan Masjid Inti Iman