Suatu malam di bulan Ramadan, Haji Udin mengisi kultum di salah satu masjid di kampungnya.Â
Ketika sedang ceramah, ia lihat ada anak-anak yang tidak memperhatikan ceramahnya dan selalu bercanda dengan teman-temannya.
Setelah shalat usai, anak-anak mengerumuni Haji Udin untuk meminta paraf di buku Ramadan mereka.Â
Haji Udin memperhatikan anak-anak yang tadi bercanda sedang menyalin rangkuman isi kultum dari temannya yang memperhatikan dan merangkum isi kultum dengan baik.
Ketika mereka datang untuk meminta paraf, Haji Udin tidak langsung memparafnya. Ia mengumpulkan buku anak-anak tersebut dan berkata kepada mereka:
-Kalian menuliskan banyak sekali rangkuman isi kultum saya tadi. Coba sebutkan satu saja inti dari kultum yang saya sampaikan tadi?
Anak-anak saling menoleh diantara mereka, dan tak ada satu pun yang membuka suara.
Melihat anak-anak yang kebingungan, Haji Udin menasehati mereka:
-Rangkuman di buku ini tidak ada artinya jika kalian tidak mendengarkan kultum tadi. Yang mendengarkan saja belum tentu memahami dan mengamalkan isi kultum, apalagi yang hanya menyalin rangkuman teman.Â
Anak-anak menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada Haji Udin.
Itu sekelumit cerita tentang buku Ramadan yang biasanya dijadikan tugas siswa di bulan Ramadan.Â
Jika saya tidak salah ingat, sampai jenjang SMP saya masih mendapatkan tugas mengisi buku Ramadan setiap bulan Ramadan datang.Â
Entah kini tradisi buku Ramadan itu masih ada atau tidak, yang jelas buku itu bisa memberikan dampak baik bagi saya pada saat itu.
Memang, esensi dari buku Ramadan adalah membiasakan anak-anak untuk mengisi bulan Ramadan dengan memperbanyak ibadah dan melakukan kegiatan-kegiatan positif lainnya.Â
Buku itu berfungsi sebagai media pembelajaran pembiasaan bagi siswa untuk selalu melakukan amal soleh.
Ada beberapa poin penting terkait buku Ramadan yang perlu kita renungi agar proses pembiasaan yang diinginkan bisa berjalan dengan baik.
Pertama, buku Ramadan ini bisa dijadikan sebagai mekanisme paksaan internal dalam diri anak.Â
Tak bisa dipungkiri, untuk pembiasaan perlu ada pemaksaan. Namun, pemaksaan ini seharusnya dari dalam diri anak itu sendiri, bukan pemaksaan dari luar.Â
Pemaksaan dari luar terkadang justru kurang efektif dan bisa membuat anak trauma.
Dengan adanya buku Ramadan, anak seolah dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tertera di buku tersebut. Pada awalnya mungkin anak akan terpaksa melaksanakannya, tetapi lama-kelamaan akan terbiasa.Â
Dalam hal ini, peran orangtua sangat penting untuk mengontrol, memberi bimbingan dan arahan pada mekanisme paksaan internal yang terjadi dalam diri anak tersebut.
Kedua, buku Ramadan mengajak anak untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Berlomba itu layaknya bermain yang memang sudah menjadi fitrahnya anak-anak.Â
Oleh karenanya, dengan adanya tanntangan berlomba, anak akan lebih bersemangat untuk melakukan kegiatan Ramadan. Apalagi jika diimingi dengan hadiah yang menggiurkan, anak-anak akan lebih bersemangat lagi.
Ketiga, buku Ramadan melatih keistiqomahan dalam beribadah. Istiqomah memang dibutuhkan agar terbiasa.Â
Yang paling sulit adalah untuk istiqomah menjalankan yang sunnah. Misalnya saja shalat tarawih. Shalat tarawih biasanya ramai di awal, sepi setelahnya. Sebabnya? karena tidak ada keistiqomahan dari jamaah.Â
Anak-anak yang mengisi buku Ramadan dengan baik secara otomatis akan melakukan semua kegiatan Ramadan dengan istiqomah.
Lantas, apa faedah jangka panjang buku Ramadan ini?
Kita yang sudah sedari kecil terbiasa mengisi buku Ramadan sangat mungkin bisa melanjutkan kebiasaan kita tersebut.Â
Buku Ramadan tidak melulu harus formal, dan menjadi tugas sekolah. Sejatinya, buku Ramadan bisa kita susun sendiri sebagai bahan muhasabah diri di bulan Ramadan.
Kita bisa mengevaluasi diri kita sendiri setiap harinya di bulan Ramadan. Kita bisa bertanya kepada diri kita sendiri dengan pertanyaan, seberapa maksimal sudah kita mengisi waktu-waktu yang berkah di bulan yang suci ini? Apakah  kita sudah mendapatkan rahmat, ampunan, dan dijauhkan dari api neraka dengan ibadah kita di bulan mulia ini?
Ya, Ramadan sebagai bulannya pendidikan (syahrut tarbiyah) tidak hanya difokuskan untuk anak-anak. Semua orang bisa mengambil pembelajaran dari bulan yang mulia ini.Â
Ada baiknya kita bisa menyusun buku Ramadan kita sendiri agar kehadiran bulan Ramadan benar-benar membawa perubahan dalam kehidupan ibadah kita ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H