Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Rasul yang Ummi dan Sikap Sayyidah Khadijah

6 April 2022   18:31 Diperbarui: 6 April 2022   18:32 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kitab Shahih Bukhari (sumber: muslim.or.id)

Ramadan hari keempat. Kita akan meneruskan pembahasan hadits ketiga di Kitab Shahih Bukhari. Mari kita baca kembali teks haditsnya:

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada kami dari Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum Mukminin-, bahwasanya dia berkata: Permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya Subuh.

Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu 'ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali.

Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, malaikat datang seraya berkata, "Bacalah?"

Beliau menjawab, "Aku tidak bisa membaca."

Nabi SAW menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi, "Bacalah!"

Beliau menjawab, "Aku tidak bisa membaca."

Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi, "Bacalah!"

Beliau menjawab, "Aku tidak bisa membaca."

Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah."

Nabi SAW kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khuwailid seraya berkata, "Selimuti aku, selimuti aku!"

Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah, "Aku mengkhawatirkan diriku."

Maka Khadijah berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim."

Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa jahiliyah. Dia menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta.

Khadijah berkata, "Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini."

Waroqoh berkata, "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami?"

Maka Rasulullah SAW menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata, "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu."

Rasulullah SAW bertanya, "Apakah aku akan diusir mereka?"

Waroqoh menjawab, "Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku."

Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.

Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al-Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah SAW ceritakan, "Ketika sedang berjalan aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun ketakutan dan pulang, dan berkata: Selimuti aku. Selimuti aku."

Maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu: "Wahai orang yang berselimut" sampai firman Allah "dan berhala-berhala tinggalkanlah". Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf dan Abu Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az Zuhri. Dan Yunus berkata, dan Ma'mar menyepakati bahwa dia mendapatkannya dari Az Zuhri. (HR. al-Bukhari: 3)

Di pembahasan pertama, kita telah membahas tentang hal-hal yang terjadi pada Rasulullah SAW sebelum menerima wahyu pertama. Kita sudah mengupas tentang mimpi yang datang kepadanya dan kecintaan beliau kepada tahannuts.

Sekarang kita akan membahas tentang kata "iqra". Ketika malaikat Jibril datang dan menyampaikan wahyu, Rasulullah SAW begitu kaget. Wahyu pertama adalah iqra yang berarti bacalah.

Beliau menjawab, "Aku tidak bisa membaca." 

Ada pelajaran dari jawaban Rasulullah SAW ini. Secara logika, ketika kita diperintah untuk membaca, maka kita akan bertanya apa yang akan dibaca. Namun, Rasulullah SAW tidak menanyakannya. Ini menunjukkan bahwa yang bisa dibaca itu tidak mesti objek yang tertulis.

Terkait hal ini ulama Muhammad Fethullah Gulen Hojaefendi mengatakan bahwa ada dua kitab Allah, Al-Quran dan kitab alam semesta. Al-Qur'an adalah kalam Allah SWT. Alam semesta adalah kitab yang ditulis dengan kudrat dan iradah Allah SWT.

Di dalam kitab alam semesta terdapat aturan, tatanan, dan rahasia ilahi. Insan yang memiliki niat dan sudut pandang yang kuat akan mampu memahami kitab alam semesta dengan baik.

Ya, sumber bacaan tidak mesti tertulis. Hal ini diperkuat dengan keadaan Rasulullah SAW yang memang dikenal sebagai ummi. Artinya, beliau tidak pandai membaca dan menulis. Rasulullah SAW tidak pernah membaca dan menulis satupun kitab dalam hidupnya (QS Al-'Ankabut: 48).

Keummian Rasulullah SAW bukan tanpa makna. Seandainya Rasulullah SAW pandai membaca dan menulis, tentu saja orang akan ragu bahwa Al-Quran itu adalah firman Allah SWT. Mungkin orang-orang akan berpikir bahwa Al-Quran itu adalah karangan Rasulullah SAW.

Makna lain dari keummian Rasulullah SAW bisa dilihat dari reaksi beliau ketika menerima wahyu. Beliau begitu ketakutan. Ini menunjukkan bahwa wahyu itu datangnya dari luar, bukan hasil perenungan dirinya. 

Karena sesuatu yang telah direnungi tidak akan membuat seseorang ketakutan. Hasil perenungan membuat seseorang siap dalam menerima sesuatu.

Misalnya, coba pikirkan seseorang yang akan menghadapi ujian. Jika ia sudah mempelajari dan memahami semua materi ujian, maka ia tidak akan takut mengikuti ujian.

Pelajaran lain dari hadits ini bisa kita lihat dari sikap Sayyidah Khadijah ketika mendengar cerita Rasulullah SAW. Sayyidah Khadijah berusaha menenangkan beliau yang sedang ketakutan. 

Sayyidah Khadijah juga meyakinkan Rasulullah SAW bahwasanya beliau tidak akan dicelakai, karena kebaikan yang telah dilakukannya.

Diceritakan dalam hadits bahwa Sayyidah Khadijah juga mengajak Rasulullah SAW untuk bertemu Waroqoh bin Naufal. Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita.

Jika kita memiliki permasalahan, maka kita boleh, bahkan baik, untuk bersilaturami kepada seseorang yang kita anggap memiliki kompetensi untuk memberi nasihat kepada kita.

Kita harus benar-benar memperhatikan kepada siapa kita bisa meminta nasihat. Jika kita salah, maka mungkin saja permasalahan tidak akan, justru akan menambah permasalahan kita.

Contohnya adalah jika kita mengunjungi dukun, atau biasa disebut orang pintar, yang terkadang memberikan nasihat melenceng dari syariat. Ini jelas tidak benar.

Prinsip ini juga mengajarkan kita cara berkonsultasi yang benar. Dalam konsultasi, kita harus bisa menyampaikan semua yang ingin dikonsultasikan dengan baik. 

Setelah menyampaikan materi konsultasi kita akan menjadi pendengar yang baik. Nasihat yang diberikan harus benar-benar dihayati dan direnungi.

Dalam konsultasi juga harus tercipta dialog atau komunikasi dua arah. Hal-hal yang dirasa belum jelas perlu ditanyakan dan diklarifikasi.

Kiranya, inilah beberapa poin penting dari peristiwa turunnya wahyu Allah yang pertama. Semoga kita bisa mengambil teladan dari sepenggal kisah kehidupan Rasulullah SAW ini.

Hadits ini memiliki bagian kedua yang menceritakan tentang masa fatroh dan turunnya surah Al-Muddassir. Kita akan membahasnya pada pembahasan selanjutnya. Insya Allah.

* Catatan Refleksi Kajian Ramadan Masjid Inti Iman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun