Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Demokratisasi Big Data

30 Maret 2022   17:04 Diperbarui: 31 Maret 2022   07:15 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BIg Data. Sumber: Kompas.com

Big data adalah data yang dikumpulkan melalui platform media, baik media sosial maupun sumber internet lainnya. Data ini, dalam skala besar biasanya digunakan sebagai alat bantu kelola analisis suatu tren publik. Dalam skala kecilnya, big data biasanya digunakan untuk mengetahui tren kecenderungan individu atas sebuah isu publik.

Kini, big data seolah telah menjadi acuan utama dalam mengubah arah sebuah keputusan, bahkan mengubah arah konstitusi. Apakah ini salah? Bisa ya, bisa tidak. Jika big data berasal dari sumber yang benar dan valid, maka big data bisa sangat membantu sekali dalam membaca tren publik. Jika sebaliknya, big data berubah menjadi marabahaya besar yang bisa sangat menyesatkan masyarakat.

Yang lebih bahaya lagi adalah ketika big data ini berhubungan dengan kepentingan umum, maka efeknya akan menjadi lebih besar dan luas, dampaknya bisa sangat tak terkendalikan. Bahkan, tatanan dalam bernegara bisa runtuh, luluh lantah karenanya.

Big data memang sangat kekinian. Data berbasis teknologi algoritma ini memang sungguh menggiurkan bagi orang-orang yang membutuhkan. Namun, big data tidak serta merta bisa diakui dan diyakini kebenarannya, perlu ada mekanisme pengelolaan yang valid dan jelas dalam atmosfer yang demokratis.

Sederhananya, dalam negara demokrasi, perlu adanya demokratisasi big data. Ini dimaksudkan agar big data tidak menjadi bola liar yang bisa dimanfaatkan orang-orang yang tak bertanggung jawab. 

Jika tidak terjadi demokratisasi big data, bukan tak mungkin big data bisa membawa negara kita memasuki jurang otoriterisme, seperti halnya negara Tiongkok, Rusia, dan Turki. Apalagi big data yang diperdebatkan adalah tentang isu penundaan pemilu, yang juga berarti perpanjangan masa jabatan Presiden.

Alhasil, tak ada kata mundur dari demokrasi. Big data sebagai produk teknologi tidak sepatutnya melangkahi demokrasi. Nilai-nilai demokrasi harus tetap kita jaga, jangan sampai dikhianati.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun