Mari kita kembali melihat definisi dari toleransi itu sendiri. Secara etimologis, kata toleransi berasal dari kata latin "tolerare" yang artinya bertahan, sabar atau membiarkan sesuatu yang terjadi. Meskipun terkadang sesuatu itu berbeda dan bertentangan dengan pendirian kita, maka kita tidak boleh bersikap reaktif. Yang perlu kita kedepankan adalah sikap reflektif.
Sikap reflektif direpresentasikan sebagai sikap restorasi internal ke dalam diri. Jika kita lebih banyak melihat ke dalam, maka tidak banyak sikap kita yang akan keluar dan ini bisa mencegah toleransi yang berlebihan.
Restorasi internal dilakukan dengan memberikan pemahaman konsep kasih sayang dalam agama. Kasih sayang yang tidak memberi tekanan atau memaksakan kehendak dan pendirian. Kasih sayang yang memudahkan bukan menyulitkan. Kasih sayang yang diliputi kelembutan bukan kekerasan.
Alhasil, isu agama memang selalu menjadi makanan empuk untuk orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi. Toleransi sebagai nilai inti dari keberagaman beragama selalu menjadi umpan bagi orang-orang yang ingin mengail di air keruh.Â
Kini, semua bergantung dengan kita, apakah kita mau menjadi makanan empuk dan umpan bagi orang-orang yang tak bertanggung jawab tersebut, atau kita mampu bangkit dari keterpurukan dan kembali menakar kembali toleransi di negara kita agar kadarnya tidak berlebihan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H