Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleransi yang Berlebihan

26 Maret 2022   11:24 Diperbarui: 26 Maret 2022   11:45 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita kembali melihat definisi dari toleransi itu sendiri. Secara etimologis, kata toleransi berasal dari kata latin "tolerare" yang artinya bertahan, sabar atau membiarkan sesuatu yang terjadi. Meskipun terkadang sesuatu itu berbeda dan bertentangan dengan pendirian kita, maka kita tidak boleh bersikap reaktif. Yang perlu kita kedepankan adalah sikap reflektif.

Sikap reflektif direpresentasikan sebagai sikap restorasi internal ke dalam diri. Jika kita lebih banyak melihat ke dalam, maka tidak banyak sikap kita yang akan keluar dan ini bisa mencegah toleransi yang berlebihan.

Restorasi internal dilakukan dengan memberikan pemahaman konsep kasih sayang dalam agama. Kasih sayang yang tidak memberi tekanan atau memaksakan kehendak dan pendirian. Kasih sayang yang memudahkan bukan menyulitkan. Kasih sayang yang diliputi kelembutan bukan kekerasan.

Alhasil, isu agama memang selalu menjadi makanan empuk untuk orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi. Toleransi sebagai nilai inti dari keberagaman beragama selalu menjadi umpan bagi orang-orang yang ingin mengail di air keruh. 

Kini, semua bergantung dengan kita, apakah kita mau menjadi makanan empuk dan umpan bagi orang-orang yang tak bertanggung jawab tersebut, atau kita mampu bangkit dari keterpurukan dan kembali menakar kembali toleransi di negara kita agar kadarnya tidak berlebihan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun