Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Makna Kata "Rutin" dalam Membiasakan Siswa Membaca

17 Februari 2021   12:02 Diperbarui: 18 Februari 2021   11:27 2223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Membaca itu seperti makan buah apel, efeknya tidak langsung bisa dirasakan," itu salah satu quote yang saya dapatkan dari seminar tentang pentingnya membaca yang diadakan Educharacter, divisi karakter Eduversal Indonesia, bekerjasama dengan Majalah Mata Air.

Analogi yang digunakan pembicara memang sangat tepat dan mencerahkan. Ketika kita makan buah apel, efek dari nutrisi yang ada di dalam buah apel pastinya tak langsung bisa dirasakan oleh tubuh kita. 

Begitu juga halnya membaca. Mungkin secara sadar apa yang kita baca tidak akan banyak yang kita ingat. Namun, perlu diingat, manusia itu memiliki alam bawah sadar yang kapasitasnya jauh lebih besar daripada alam sadar.

Sebagian besar apa yang kita baca akan masuk ke alam bawah sadar kita. Sehingga ketika diperlukan, informasi yang tersimpan tersebut akan bisa kita buka kembali untuk dimanfaatkan. Hal ini layaknya nutrisi yang ada pada sebuah apel yang secara tidak sadar dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh kita.

Oleh karenanya, membaca itu seharusnya bisa dibiasakan atau dirutinkan. Kira-kira, begitu inti dari seminar urgensinya membaca yang disampaikan oleh tim redaktur Majalah Mata Air yang saya ikuti.

Mengulas Makna Kata "Rutin"

Dari kesimpulan seminar yang saya dapatkan, ada satu kata yang menarik untuk diulas maknanya. Kata itu adalah kata "Rutin". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rutin memiliki arti prosedur yg teratur dan tidak berubah-ubah. Intinya ada keteraturan atau ketetapan dalam melakukan sesuatu.

Dalam bahasa keseharian, kata rutin bisa kita kembangkan menjadi beberapa makna, diantaranya konsisten, persisten, komitmen dan konsekuen.

Mari kita pahami keempat makna tersebut dengan sebuah contoh dari dunia pendidikan. Misalnya, kita bisa mengambil contoh bagaimana siswa seharusnya menyikapi urgensi membiasakan diri membaca dalam kehidupan.

Pertama, siswa harus konsisten untuk membaca. Konsisten adalah usaha yang terus menerus dilakukan, tanpa henti dan menyerah dalam mewujudkan target. Untuk bisa konsisten harus ada aturan, asas, atau prinsip yang harus ditetapkan dan ditaati. 

Misalnya, untuk membiasakan membaca, siswa bisa membuat program membaca dengan target satu hari satu halaman, atau satu hari satu jam membaca. Program ini bisa dikonsistenkan menjadi sebuah hal yang tak boleh ditinggalkan atau dilewati setiap harinya.

Selain program, konsistensi juga harus didukung dengan infrastruktur membaca yang baik. Misalnya, tempat tinggal siswa harus diisi dengan buku di setiap pojoknya. Jika memungkinkan bisa dibuatkan ruang khusus membaca di rumah atau pojok membaca.

Kedua, siswa harus persisten untuk membaca. Istilah yang sangat cocok untuk menjelaskan persisten adalah gigih, tekun, memiliki daya tahan dan tahan banting dalam mewujudkan sesuatu.

Misalnya, ketika membiasakan membaca pasti banyak kendala yang dihadapi siswa, seperti mudah menjadi bosan, mengantuk, malas bergerak, atau mungkin kendala dalam memahami isi bacaan.

Untuk bisa persisten, siswa perlu mencari solusi dari setiap kendala tersebut, bukan justru lari dari permasalahan, apalagi harus menyerah. Berdiskusi dengan guru, orang tua atau mencari sumber-sumber lain yang terpercaya bisa dilakukan untuk dijadikan solusi terhadap kendala yang dihadapi.

Ketiga, siswa harus komitmen untuk membiasakan diri membaca. Artinya ada keterikatan yang kuat untuk melakukannya. Komitmen seharusnya datang dari dalam diri sendiri, biasa disebut dengan motivasi intrinsik.

Namun terkadang, siswa juga memerlukan bantuan orang lain atau hal yang datang dari luar dirinya untuk bisa membangkitkan komitmen. Hal ini biasa disebut dengan motivasi ekstrinsik.

Komitmen adalah ibarat kontrak atau perjanjian yang harus ditepati. Dalam kontrak dan perjanjian pastinya ada norma-norma, rambu-rambu, hak dan kewajiban yang harus diikuti dan dipatuhi.

Keempat, siswa harus konsekuen ketika ingin membiasakan diri membaca. Konsekuen artinya tidak menyimpang dari apa yang sudah diputuskan. Artinya, siswa harus menerima segala konsekuensi yang mungkin akan timbul.

Misalnya, pada satu waktu mungkin saja siswa memiliki banyak tugas sekolah atau pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, atau mungkin juga siswa akan menghadapi ujian yang perlu persiapan lebih lama.

Ketika ini terjadi, siswa harus  tetap bisa menjaga komitmennya untuk membiasakan diri membaca. Siswa harus bisa meluangkan waktunya untuk membaca di sela-sela kesibukannya. Inilah konsekuensi yang perlu ditanggungnya.

Sebuah Refleksi

Dalam agama, kata rutin bisa juga dimaknai istikamah. Dalam KBBI, arti istikamah adalah sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. 

Dari definisi ini, istikamah diartikan sebagai sebuah sikap yang harus ada pada diri seseorang. Biasanya, sikap itu diasosiasikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan hal fisik, sesuatu yang bisa terlihat oleh kasat mata.

Namun sebenarnya, istikamah bukan hanya sekedar pekerjaan fisik, tetapi ada dimensi kalbu di dalamnya. Ulama dan cendekiawan Muhammad Fethullah Gulen Hojaefendi dalam artikel yang ditulisnya di Majalah Mata Air menyebutnya dengan istilah "Keistikamahan Kalbu."

Mengutip tulisan Hojaefendi pada artikel tersebut, "Manusia memang membutuhkan air, udara, dan berbagai kenikmatan materi lainnya, namun sejatinya mereka lebih membutuhkan keistikamahan ruhani dan nutrisi jiwa baginya."[1]

Alhasil, jika apel memiliki nutrisi jasmani bagi fisik manusia, maka membaca memiliki nutrisi ruhani bagi jiwa manusia. Untuk menjaga keseimbangan nutrisi jasmani dan ruhani, keduanya harus dibiasakan dan dilakukan secara rutin . 

Sudah pastinya, membaca bukan asal membaca. Perlu dipikirkan juga bahan bacaan yang baik. Bahan bacaan yang bisa membangkitkan literasi positif pada generasi agar bisa menjadi generasi emas yang kita dambakan.

Referensi:

[1] Gulen, Muhammad Fethullah. 2020. "Keistikamahan Kalbu" dalam Majalah Mata Air Vol.7 No.28 (hlm. 4-7). Jakarta: PT Ufuk Baru. 

[Baca Juga: Bukan Mengkritik Pemerintah]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun