Hari-hari ini diskursus tentang ekonomi di masyarakat ramai membicarakan tentang wakaf dan ekonomi syariah. Hal ini dipicu dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) oleh Presiden Jokowi pada Senin minggu lalu (25/1/2021).Â
Kemudian, Senin kemarin (1/2/2021) Presiden Jokowi juga meresmikan berdirinya PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai penggabungan tiga bank syariah himbara (Himpunan Bank Milik Negara).
Wakaf dan Ekonomi Syariah dalam Perspektif Ekonomi
GNWU dan BSI sebenarnya bukan barang baru. Hasrat pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi syariah terbesar di dunia pada tahun 2024 sangatlah menggebu. Apalagi di kancah internasional, Indonesia dikenal sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia yang pastinya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.
GNWU dan BSI adalah hasil kerja nyata dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang dibentuk pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden nomor 28 tahun 2020.Â
Presiden Jokowi selaku ketua KNEKS mengatakan bahwa dibentuknya KNEKS adalah salah satu bentuk upaya pemerintah mencari jalan mengurangi ketimpangan sosial dan mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok tanah air.
Sementara itu Wakil Presiden Ma'ruf Amin selaku ketua harian KNEKS menyatakan bahwa KNEKS fokus mengembangkan empat hal, yakni pengembangan industri produk halal, industri keuangan syariah, dana sosial syariah, dan perluasan usaha atau bisnis syariah.
Melihat uraian ini, dapat kita simpulkan bahwa arah kebijakan KNEKS adalah bidang perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat. Baik tujuan dicanangkannya GNWU maupun didirikannya BSI terlihat mengerucut pada arah dan tujuan yang sama.
Tentunya, ada saja pengamat ekonomi atau pengamat kebijakan pemerintah yang berargumen miring terhadap kebijakan ini. Ada yang mengatakan bahwa kebijakan ini menunjukkan kegagalan pemerintah mengelola ekonomi di masa pandemi. Ekonomi kita mulai kolaps sehingga terkesan pemerintah "mengemis" dari rakyatnya dengan program wakaf dan penguatan ekonomi syariah.
Seperti kita ketahui, pandemi covid-19 yang melanda dunia satu tahun terakhir ini memang sangat besar dampaknya pada perekonomian negara. Hampir seluruh negara di dunia mengalami resesi ekonomi.Â
Kondisi sulit resesi ekonomi menyebabkan banyak pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), daya beli masyarakat menurun, dan angka kemiskinan yang semakin meningkat.
Resesi ekonomi sebenarnya sudah diprediksi para ahli ekonomi sebelumnya. Kebijakan pemerintah, baik daerah maupun pusat, dalam rangka penanggulangan pandemi covid-19 belum terlalu terasa manfaatnya. Tujuan dibuatnya kebijakan untuk tetap menjalankan roda ekonomi sambil menekan penularan covid-19 tidak tercapai maksimal.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kemudian berubah menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum bisa menekan angka penularan covid-19 secara nasional.
Hal inilah yang menyebabkan akhirnya pemerintah terkesan mencari alternatif jalan untuk bisa menyelamatkan kondisi ekonomi negara saat ini. Salah satunya dengan memanfaatkan potensi besar dalam ekonomi syariah dimana ada wakaf dan sistem perbankan syariah di dalamnya.
Wakaf dan Ekonomi Syariah dalam Perspektif Pendidikan
Jika kita pikirkan lebih mendalam, sebenarnya istilah wakaf dan ekonomi syariah bisa juga dimaknai dari perspektif dunia pendidikan. Pengembangan pendidikan dan ekonomi memiliki korelasi yang kuat. Pengembangan pendidikan yang baik akan bisa dijadikan sebagai alat untuk memperbaiki ekonomi masyarakat.
Seharusnya arah kebijakan KNEKS tidak hanya mengarah kepada perekonomian. Yang lebih penting adalah menguatkan bidang pendidikan. Seperti kita ketahui, salah satu sebab belum maksimalnya wakaf dan ekonomi syariah di Indonesia adalah masih lemahnya literasi dan edukasi masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah. Bukankah hal ini berhubungan dengan perspektif pendidikan?
Berkaca dari hal ini, sudah sangat jelas bahwa sebenarnya masalah utamanya adalah pada pengembangan sumber daya manusia (SDM). Artinya, wakaf dan ekonomi syariah seharusnya lebih banyak diarahkan ke pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan pendidikan SDM, bukan justru pengembangan ekonomi.
Sebenarnya, hal ini sangat sejalan dengan apa yang telah disampaikan oleh ulama besar Ustad Bediuzzaman Said Nursi beberapa puluh tahun yang lalu. Ustad mengatakan dalam bukunya Risalah Nur bahwa ada tiga permasalahan dunia, yakni kemiskinan, konflik dan kebodohan.Â
Kemiskinan dan konflik tidak akan terjadi jika tidak ada kebodohan. Kebodohan bisa dientaskan dengan pendidikan. Masyarakat terdidik akan mudah dipersatukan, tidak mudah diprovokasi dan tersulut konflik. Masyarakat terdidik akan mampu menjawab tantangan ekonomi yang menderanya sehingga jauh dari kemiskinan. Oleh karenanya, pendidikan adalah pusatnya, pendidikan adalah kuncinya.
Jika wakaf dan ekonomi syariah diarahkan untuk pengembangan pendidikan, maka usaha untuk membentuk SDM yang memiliki intelektual yang tinggi, Â bermoral dan berakhlak luhur akan memiliki pondasi yang kuat. Dengan pondasi yang kuat, rencana program pengembangan pendidikan akan semakin mudah dibangun.
Pemerintah seharusnya belajar dari penanganan covid-19 selama ini yang sudah terlihat hasilnya. Ketika ekonomi didahulukan daripada kesehatan, hasilnya tidak maksimal. Yang terjadi adalah menurunnya ekonomi tidak diiringi dengan menurunnya kasus covid-19.
Alhasil, terkait wakaf dan ekonomi syariah ada dimensi ekonomi dan pendidikan didalamnya. Pemerintah harus jeli melihat mana yang perlu didahulukan. Jangan sampai program terkait wakaf dan ekonomi syariah menjadi program yang gagal mencapai tujuan utamanya.
Untuk memahami ini diperlukan sumber daya manusia yang mau mewakafkan dirinya dan mau berpikir secara syariah menggabungkan antara intelektual dan spiritual. Inilah mengapa seharusnya pendidikan perlu dikedepankan daripada sekedar hasrat ekonomi yang belum tentu juga membawa kemaslahatan.
[Baca Juga: Kasus Korupsi, Apakah Pantas Dijadikan Pembelajaran Kejujuran di Sekolah?]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H