Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengubah Tradisi Class Meeting

11 Desember 2020   20:10 Diperbarui: 12 Desember 2020   05:29 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa pembelajaran daring semester 1 tahun ajaran 2020/2021 akan segera berakhir. Biasanya, setelah dilaksanakan penilaian akhir semester (PAS), sambil menunggu dibagikannya rapor, diadakan kegiatan class meeting.

Sejak saya sekolah dulu, kegiatan class meeting rutin dilakukan dan menjadi ajang yang ditunggu-tunggu siswa. Berbagai macam perlombaan antar kelas dilakukan. Dari mulai olahraga, seni, dan berbagai macam lomba menyenangkan lainnya. 

Tujuannya, untuk penyegaran setelah ujian, dan pastinya menjaga solidaritas antar siswa. Biasanya kegiatan ini dikoordinir oleh Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan dipantau oleh pembina dan dewan guru.

Namun, terkadang tidak semua siswa gembira menyambut kegiatan ini. Bagi sebagian siswa kegiatan class meeting terasa begitu membosankan. Apalagi bagi siswa yang bersifat introvert, mereka lebih memilih diam di rumah dari pada harus datang ke sekolah mengikuti class meeting.

Hal ini bisa terjadi juga karena didukung oleh keadaan. Kontrol dan pengawasan sekolah yang longgar pada masa-masa ini, membuat siswa tak merasa bersalah ketika tidak mengikuti kegiatan ini. "Toh, tidak ada yang mengabsen seperti hari-hari aktif biasa," begitu mungkin siswa berpikir.

Memang, terkadang guru memberikan kontrol penuh kegiatan ini kepada OSIS, yang notabenenya siswa juga. Ini dilakukan dengan dalih guru sibuk mengoreksi hasil ujian, tugas siswa, ataupun menginput nilai rapor siswa.

Komunikasi dengan orang tua yang juga tak terbangun dengan baik membuat siswa semakin pintar. Siswa minta izin kepada orang tuanya tidak berangkat ke sekolah dengan alasan tidak ada pelajaran dan kegiatan class meeting juga tidak wajib diikuti.

Keadaan bisa semakin serius jika siswa tetap berangkat ke sekolah dari rumah, tetapi tidak sampai ke sekolah. Bisa saja siswa melakukan hal-hal buruk yang tidak diinginkan di tempat lain tanpa sepengetahuan guru dan orang tuanya. Jika seperti ini siapa yang mau disalahkan.

Berangkat dari problematika ini, sekolah kami merumuskan hal yang baru, dan ini sudah kami terapkan bertahun-tahun lamanya. Sekolah kami punya tradisi berbeda untuk mengisi masa-masa setelah ujian dan menunggu pembagian rapor. Kami biasa mengubah kegiatan class meeting menjadi kegiatan yang mengusung kegiatan literasi dengan nama "Reading Camp." 

Namun, rumusan ini tidak serta merta menghilangkan class meeting, sebenarnya kami memperkaya kegiatan class meeting yang biasa dilakukan. Kegiatan reading camp yang kami rumuskan mencakup dua kegiatan penting, membaca dan berkemah, dimana di dalamnya juga mencakup kegiatan class meeting.

Membaca merupakan kegiatan utama pada reading camp. Hal ini adalah sebagai perwujudan dari akar pendidikan kita yang mementingkan pendidikan karakter. 

Ya, membaca dan karakter memang memiliki hubungan erat. Saya teringat perkataan salah satu guru saya ketika SMA dulu. Beliau berkata, "Membaca itu ada dua, ada yang wajib dan ada yang tidak wajib. Membaca wajib adalah membaca yang bisa menguatkan keyakinan seseorang terhadap keberadaan Tuhan atau bisa juga disebut menguatkan keimanan."

Jika membaca wajib yang dimaksud guru saya itu bisa menguatkan keimanan, maka nilai-nilai spiritualitas akan tertanam pada diri seseorang yang membaca seperti itu. Pastinya, nilai-nilai spiritualitas sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai akhlak. Akhlak inilah bagian dari pendidikan karakter.

Oleh karenanya, pada kegiatan reading camp, siswa-siswa tidak dibebaskan asal membaca. Pembina dan guru menyediakan bacaan yang bisa menguatkan keimanan. Berbagai macam tema diangkat, tema spiritual, sains, teknologi, budaya, sejarah, seni, akhlak dan tema pendidikan ada dalam buku yang diberikan.

Selain membaca, banyak juga kegiatan yang bisa menunjang pendidikan karakter yang dilakukan pada reading camp. Ada kegiatan menulis, diskusi, seminar, kegiatan sosial, olahraga, dan juga permainan-permainan yang juga dilombakan antar kelas seperti halnya pada kegiatan class meeting.

Kegiatan ini juga memiliki dimensi camp atau berkemah, karena memang biasanya kegiatan ini dilakukan menginap dan bertempat di luar sekolah. Untuk lebih berkesan, biasanya kami memilih tempat yang nyaman sehingga bisa berkegiatan sambil benar-benar melakukan refreshing, menyegarkan pikiran.

Bagi guru, kegiatan reading camp ini juga bisa menjadi sarana lebih bisa mendekatkan diri dengan siswa. Karena kegiatannya menginap, guru bisa memperhatikan siswa lebih dekat lagi, dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi, semua kegiatan harian siswa bisa terpantau gurunya.

Ya, dalam pendidikan, langkah pertama jika ingin berhasil dalam mendidik adalah mengenal siswa. Cara terbaik mengenal siswa adalah dengan selama mungkin bisa bersama dengan mereka, berinteraksi dengan mereka.

Ketika dalam perjalanan, ketika berolahraga bersama, ketika makan bersama, bahkan ketika duduk ngobrol santai bersama menjadi sebuah kesempatan besar bagi guru untuk lebih mengenal siswa.

Banyak hal-hal yang tidak kita ketahui tentang siswa terkuak ketika reading camp. Terkadang hal-hal yang tak kita duga kita bisa saksikan pada kegiatan reading camp.

Berkenaan dengan ini, saya memiliki pengalaman menarik. Beberapa tahun lalu, kami melakukan reading camp di sebuah desa di Yogyakarta. Kami menyewa sebuah tempat yang kebetulan memiliki fasilitas outbond di dalamnya.

Salah satu permainan outbond yang kami ikuti adalah susur sungai. Sudah pastinya, sungainya tidak dalam dan tak berbahaya. Lagi pula terdapat banyak panitia yang mengawasi kegiatan kami sehingga outbond aman dilakukan. Makanya kami berani mengikuti outbond ini.

Yang menarik, siswa-siswa yang tidak berhasil menyusuri sungai sampai garis akhir adalah siswa-siswa yang dikenal sulit diatur ketika belajar di dalam kelas. Sebenarnya, ketika di kelas anak-anak ini begitu dominan atas teman-temannya yang lain, bahkan terkesan sok jagoan ketika berinteraksi antar sesama siswa.

Ternyata, di realitas kehidupan justru anak-anak yang seperti itu yang mengalami kesulitan dan akhirnya gagal mencapai tujuan. Ini menjadi pembelajaran buat mereka bahwa realita kehidupan itu sulit, maka arahan dan bimbingan guru dan orang tua harus benar-benar didengarkan dan diperhatikan jika ingin mencapai tujuan. 

Ini menjadi pengalaman yang sulit saya lupakan. Ini juga menjadi bukti nyata bahwa kegiatan reading camp bisa membawa warna baru bagi pendidikan, terkhusus pendidikan karakter siswa.

Alhasil, mengubah tradisi class meeting dengan reading camp bisa saja dilakukan, jika memang terasa lebih bermanfaat. Mengubah tradisi tidak selalu berdampak buruk. Jika perubahan bisa membawa perbaikan, maka tak salah untuk dilakukan, bukan?

[Baca Juga: Hadiah Terbesar di Hari Ultah Anak]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun