Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadikan Hari Peringatan sebagai Surat Peringatan

13 November 2020   10:35 Diperbarui: 13 November 2020   10:36 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito (tribunnews.com)

Kemarin (12 November 2020) satgas covid-19 mengadakan konferensi pers tentang perkembangan penanganan covid-19 yang disiarkan langsung di kanal youtube Sekretariat Presiden. Kebetulan, acara ini bertepatan dengan diperingatinya Hari Kesehatan Nasional yang ke-56. 

Hari Kesehatan Nasional

Keterangan pers disampaikan oleh juru bicara satgas covid-19 Prof Wiku Adisasmito. Prof Wiku menyampaikan tiga poin berkenaan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional.

Pertama, Hari Kesehatan Nasional perlu kita jadikan momentum agar senantiasa bersyukur terhadap nikmat sehat yang masih Tuhan anugerahkan kepada kita. 

Kedua, peringatan Hari Kesehatan Nasional tahun ini berbeda karena kita berada pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat, yakni pandemi covid-19. Diharapkan peringatan Hari Kesehatan Nasional dijadikan refleksi bagi manusia mengenai betapa pentingnya kesehatan sebagai modal untuk tetap produktif.

Ketiga, kita diajak ikut menyemarakkan peringatan Hari Kesehatan Nasional ini dengan bersama-sama terus  menjaga diri, keluarga dan masyarakat dengan terus disiplin melakukan protokol kesehatan.

Hari Ayah Nasional

Di sisi lain, di hari yang sama (12 November 2020) diperingati sebagai Hari Ayah Nasional. Hari Ayah Nasional tidak sepopuler Hari Ibu. Hari Ayah Nasional muncul atas prakarsa Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP).

Sejarahnya, PPIP merayakan Hari Ibu dengan mengadakan Lomba Menulis Surat untuk Ibu pada tahun 2014. Mereka berpikir, mengapa hal yang sama tidak dilakukan juga untuk Ayah? Sejak saat itu PPIP memperjuangkan agar diadakan peringatan Hari Ayah Nasional, karena Ayah juga merupakan sosok penting dalam keluarga. Akhirnya, PPIP menggelar deklarasi deklarasi Hari Ayah Nasional di Surakarta pada 12 November 2016.

Rasanya, kedua hari peringatan ini tidak banyak orang yang tahu. Coba kita bandingkan dengan Hari Pahlawan yang baru saja kita peringati tanggal 10 November kemarin, atau Hari Guru yang akan segera kita sambut dan rayakan pada tanggal 25 November nanti. Kedua hari peringatan tersebut biasanya diperingati secara meriah.

Berkenaan dengan Hari ayah Nasional kemarin, saya tergeli melihat tayangan status wa seorang kawan. Status itu dia tayangkan sebagai keterangan sebuah gambar ucapan Selamat Hari Ayah.

Kira-kira seperti ini isinya, "Selamat Hari Ayah dari anakku. Sebenarnya buat saya ini rasa baru, karena sejak kecil biasa menghayati Hari Ibu dan Hari Anak. Semoga saja tidak akan ada hari tetangga (icon tersenyum-menandakan dia bercanda), karena kalau ngga salah sudah ada Hari Keluarga. Tinggal selangkah lagi potensi tetangga minta diperingati (icon tersenyum)."

Makna Hari Peringatan

Jika kita pikir secara mendalam ada benarnya juga apa yang dikatakan kawanku itu. Berbagai macam hal diperingati, berbagai macam momen dan hari di deklarasi. Terkadang saya berpikir, hampir setiap hari ada saja yang diperingati dan dirayakan.

Apakah ini penting? Apakah ini perlu? Menurut saya ya, ini penting dan perlu. Namun, berbagai macam peringatan itu, jangan dijadikan sebagai hanya seremonial belaka. Seharusnya ada nilai yang perlu diperingati, direnungi dan dihayati. 

Saya setuju dengan perkataan Prof Wiku pada konferensi pers kemarin. Beliau menggunakan kata-kata "momentum, refleksi dan menyemarakkan". Dan saya setuju juga dengan kawan saya yang menggunakan kata "Menghayati" pada tayangan statusnya. 

Dalam agama, kita menyebutnya muhasabah. Ulama Muhammad Fethullah Gulen mengartikan muhasabah sebagai tindakan seorang mukmin melihat kembali amalnya setiap hari dan setiap saat, baik berupa kebaikan maupun keburukan, baik berupa kebenaran maupun kesalahan, baik berupa dosa maupun pahala; kemudian ia meneliti semua itu secara lebih dalam, mensyukuri kebaikan yang muncul darinya, beristighfar untuk menghilangkan dosa dan kekeliruan, bertobat, menyesal, serta memperbaiki semua kesalahan dan kekeliruan yang dilakukannya.

Ya, itulah sejatinya makna hari peringatan. Peringatan seharusnya bisa dijadikan sebagai sebuah dimensi muhasabah. Bukan hanya merayakan, tetapi peringatan juga bermakna momentum, refleksi dan penghayatan. Sayangnya tiga hal yang terakhir sering kita lupakan.

Dalam rangka menyeimbangkan, rasanya momentum, refleksi, dan penghayatan seharusnya dipahami lebih mendalam pada setiap hari-hari peringatan. 

Caranya, Hari-hari peringatan, selain kita memperingatinya dengan perayaan seharusnya kita juga bisa menganggapnya sebagai sebuah "surat peringatan" bagi kita.

"Surat peringatan" berfungsi sebagai pengingat, penegur. Ibarat lampu lalu lintas, surat peringatan adalah lampu kuningnya. Lampu yang menjadi penyeimbang antara kebaikan dan keburukan. Mengingatkan kita akan keburukan dan memotivasi kita melakukan kebaikan.

Sebuah Refleksi

Maka, Hari Kesehatan Nasional dan Hari Ayah Nasional yang kemarin kita peringati sejatinya bisa menjadi momentum bagi kita bangkit dari keterpurukan, terutama menghadapi masa resesi ekonomi dan kedaruratan kesehatan di masa pandemi, mengingatkan kita bahaya pandemi, dan memotivasi kita dalam menghadapinya.

Seorang Ayah seharusnya mampu menjaga kesehatan dirinya untuk tetap produktif di masa pandemi, produktif menghidupi dan melindungi keluarganya di masa resesi ekonomi. Seorang Ayah seharusnya mampu menjaga kesehatan seluruh anggota keluarganya dengan baik. 

Seorang Ayah juga seharusnya mampu memberi teladan yang baik di masyarakat agar bisa menghadapi pandemi ini dengan akal sehat, tidak pesimistis apalagi sampai terpuruk dan depresi. Inilah refleksi dan penghayatan yang seharusnya dilakukan.

Alhasil, mari kita jadikan setiap hari adalah hari yang spesial buat kita. Mari kita jadikan setiap hari adalah hari peringatan buat kita, yang selalu kita renungi, hayati dan refleksikan. Bukankah manusia itu harus lebih baik setiap harinya? 

Pesan Nabi, "Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia celaka."

[Baca Juga: Revolusi Akhlak Vs Revolusi Mental]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun