Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membentuk Karakter Kedua Siswa

9 November 2020   14:30 Diperbarui: 9 November 2020   14:37 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. 

Menurut Florence Littauer dalam bukunya personality plus, ada 4 tipe kepribadian manusia, yaitu sanguinis yang populer, melankolis yang sempurna, koleris yang kuat, dan plegmatis yang damai.

Jika digambarkan dengan tingkah laku, tipe sanguinis yang berbicara, melankolis yang berpikir, koleris yang melakukan, plegmatis yang menonton.

Kepribadian Siswa 

Dalam dunia pendidikan, bagi seorang guru penting sekali memahami kepribadian siswa. Ketika guru memahami kepribadian siswa, guru akan lebih mudah berkomunikasi kepada siswa, lebih mudah melakukan pendekatan kepada siswa, dan sudah pastinya lebih mudah merencanakan pembelajaran agar lebih efektif.

Bagi pengelola sekolah, dalam hal ini dibawah komando kepala sekolah, perlu juga memahami kepribadian siswa. Tujuannya adalah agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar bisa seimbang, mencakup keseluruhan siswa tanpa kecuali.

Dalam pembelajaran, kurikulum kita sudah sangat terbuka untuk mengakomodir setiap kebutuhan siswa dengan berbagai macam kepribadiannya. Yang penting adalah bagaimana guru bisa memahami amanat kurikulum dan melaksanakannya dengan baik dan benar.

Dalam pelaksanaannya pasti akan sangat sulit. Bayangkan, jika ada semua tipe siswa di kelas. Sanguinis akan banyak bicara, sedangkan plegmatis akan cenderung banyak diam. Koleris senang melakukan dulu baru berpikir, sedangkan melankolis berpikir dulu baru melakukan. Semua akan bercampur aduk di kelas. 

Jika guru tak memiliki kemampuan mengelola kelas dengan baik, yang ada adalah kelas menjadi sebuah tempat bertemunya berbagai macam orang. Kasarnya, kelas akan menjadi seperti sebuah pasar tradisional, yang berisik dan tak beraturan.

Oleh karenanya, guru harus benar-benar memahami setiap siswa, dan juga guru harus memahami bagaimana melakukan pendekatan kepada seluruh siswa. Guru juga harus pintar-pintar mengatur suasana, sehingga seluruh siswa merasa terkontrol dan terakomodir di dalam kelas.

Masks of Survival pada Siswa

Menurut Littauer, seseorang mungkin bisa berada pada kondisi kepribadian yang terbagi (split personalities). Kondisi ini menyebabkan seseorang tidak mampu memahami keadaan ekstrim yang berubah-ubah (extreme mood swings). 

Berdasarkan penemuannya, kebanyakan hal ini disebabkan oleh masa kecilnya yang selalu mengenakan "masks of survival" atau "topeng keselamatan". 

Seorang anak sanguinis, yang biasanya tidak teratur, untuk bisa menunjukkan diri pada keluarganya mengenakan topeng melankolis yang lebih teratur. Seorang anak yang koleris yang ingin selalu menang, biasanya mengenakan topeng plegmatis yang menerima apa adanya agar tidak dicap anak nakal (bad child).

Jika hal ini terjadi tanpa adanya kontrol, maka yang terjadi adalah kita akan menyaksikan sebuah split personalities, yang membuat kita kaget. Seseorang yang penurut bisa saja menjadi pemberontak, seseorang yang kalem bisa saja tak terkontrol tingkah lakunya.

"Kok bisa ya dia melakukan itu!" Kalimat ini yang akhirnya akan sering terdengar untuk mengungkapkan perasaan kaget kita atas sikap atau perilaku yang tidak disangka-sangka dari seseorang.

Dalam dunia pendidikan, rasanya sulit untuk menghindari terjadinya masks of survival. Kebijakan umum harus dibuat sama dan merata, tidak hanya diprioritaskan untuk orang-orang tertentu.

Misalnya, ketika di dalam kelas, siswa sanguinis tidak diperkenankan untuk terus berbicara, siswa melankolis tidak diperkenankan untuk terus diam dan berpikir, siswa koleris tidak diperkenankan untuk terus menunjukkan dominasinya, dan siswa plegmatis tidak diperkenankan untuk terus menonton dan menunggu.

Bayangkan, jika siswa yang koleris tidak mau mengikuti otoritas guru di dalam kelas, pastinya kelas akan menjadi kacau dan tidak akan terkontrol.

Membentuk Karakter Kedua Siswa

Jadi, yang perlu dilakukan guru adalah membentuk "karakter kedua" dari siswa. Karakter kedua ini berbeda dengan masks of survival yang merupakan bagian dari kepribadian. 

Lickerman mengatakan bahwa kepribadian lebih bersifat menetap dan dipengaruhi oleh faktor keturunan, sedangkan karakter lebih terbentuk karena pembelajaran (learned behaviour) terhadap nilai dan kepercayaan (Lickerman, 2011).

Sudah pastinya, untuk membentuk karakter kedua pada siswa diperlukan sebuah peta yang jelas dalam mendidik. Kita menyebutnya peta penguatan pendidikan karakter. Pemerintah baru-baru ini menyebutnya profil pelajar pancasila. Berbagai macam program dan pendekatan bisa dilakukan untuk menananmkan nilai-nilai baik dan penting dalam kehidupan.

Siswa sanguinis kita bisa ajarkan untuk bisa teratur dan lebih serius, begitu juga siswa melankolis bisa kita ajarkan untuk lebih rileks dan santai. Siswa koleris bisa kita ajarkan untuk lebih kalem, begitu juga siswa plegmatis bisa kita ajarkan untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Semua itu adalah karakter kedua yang bisa kita tanamkan kepada siswa.

Yang juga tak kalah pentingnya adalah kita perlu memberi pemahaman kepada siswa bagaimana seharusnya bersikap yang tepat, cermat dan seimbang pada setiap keadaan. Jangan sampai siswa menggunakan sifat dan karakter yang dimilikinya pada momen dan keadaan yang kurang tepat.

Alhasil, semua usaha itu memerlukan pengorbanan dari seorang guru. Pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang tak mengenal lelah.

Pastinya, membentuk dan menanamkan karakter kedua pada siswa tak semudah menempelkan mask of survival atau topeng keselamatan. 

Oleh karena itu, kiranya perlu kita melakukannya dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian. Mencoba menyentuh hati dan pikirannya agar karakter yang ditanamkan melekat selamanya pada diri siswa.

[Baca Juga: Masks of Survival pada Anak]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun