Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membentuk Karakter Kedua Siswa

9 November 2020   14:30 Diperbarui: 9 November 2020   14:37 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan penemuannya, kebanyakan hal ini disebabkan oleh masa kecilnya yang selalu mengenakan "masks of survival" atau "topeng keselamatan". 

Seorang anak sanguinis, yang biasanya tidak teratur, untuk bisa menunjukkan diri pada keluarganya mengenakan topeng melankolis yang lebih teratur. Seorang anak yang koleris yang ingin selalu menang, biasanya mengenakan topeng plegmatis yang menerima apa adanya agar tidak dicap anak nakal (bad child).

Jika hal ini terjadi tanpa adanya kontrol, maka yang terjadi adalah kita akan menyaksikan sebuah split personalities, yang membuat kita kaget. Seseorang yang penurut bisa saja menjadi pemberontak, seseorang yang kalem bisa saja tak terkontrol tingkah lakunya.

"Kok bisa ya dia melakukan itu!" Kalimat ini yang akhirnya akan sering terdengar untuk mengungkapkan perasaan kaget kita atas sikap atau perilaku yang tidak disangka-sangka dari seseorang.

Dalam dunia pendidikan, rasanya sulit untuk menghindari terjadinya masks of survival. Kebijakan umum harus dibuat sama dan merata, tidak hanya diprioritaskan untuk orang-orang tertentu.

Misalnya, ketika di dalam kelas, siswa sanguinis tidak diperkenankan untuk terus berbicara, siswa melankolis tidak diperkenankan untuk terus diam dan berpikir, siswa koleris tidak diperkenankan untuk terus menunjukkan dominasinya, dan siswa plegmatis tidak diperkenankan untuk terus menonton dan menunggu.

Bayangkan, jika siswa yang koleris tidak mau mengikuti otoritas guru di dalam kelas, pastinya kelas akan menjadi kacau dan tidak akan terkontrol.

Membentuk Karakter Kedua Siswa

Jadi, yang perlu dilakukan guru adalah membentuk "karakter kedua" dari siswa. Karakter kedua ini berbeda dengan masks of survival yang merupakan bagian dari kepribadian. 

Lickerman mengatakan bahwa kepribadian lebih bersifat menetap dan dipengaruhi oleh faktor keturunan, sedangkan karakter lebih terbentuk karena pembelajaran (learned behaviour) terhadap nilai dan kepercayaan (Lickerman, 2011).

Sudah pastinya, untuk membentuk karakter kedua pada siswa diperlukan sebuah peta yang jelas dalam mendidik. Kita menyebutnya peta penguatan pendidikan karakter. Pemerintah baru-baru ini menyebutnya profil pelajar pancasila. Berbagai macam program dan pendekatan bisa dilakukan untuk menananmkan nilai-nilai baik dan penting dalam kehidupan.

Siswa sanguinis kita bisa ajarkan untuk bisa teratur dan lebih serius, begitu juga siswa melankolis bisa kita ajarkan untuk lebih rileks dan santai. Siswa koleris bisa kita ajarkan untuk lebih kalem, begitu juga siswa plegmatis bisa kita ajarkan untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Semua itu adalah karakter kedua yang bisa kita tanamkan kepada siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun