Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Proyek Sains, Proses Psikomotorik Membentuk Jembatan Kognitif dan Afektif dalam Pendidikan

4 November 2020   05:56 Diperbarui: 6 November 2020   10:17 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proyek Sains Siswa | Dokumentasi Kharisma Bangsa via Kompas.com)

Sebelum pandemi datang ke Indonesia, acara luar kota terakhir yang saya ikuti adalah menemani siswa mengikuti lomba penelitian proyek sains ke Jakarta. Kami mengikuti ajang Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) 2020 yang diadakan oleh Eduversal Indonesia.

Mengikuti lomba proyek sains memang selalu menarik, banyak manfaat dan pengalaman yang bisa didapatkan. Baik untuk siswa, maupun untuk guru pembimbing.

Kita bisa menambah ilmu, menambah wawasan, menambah teman, dan menambah kesadaran akan pentingnya kegigihan, kesungguhan, kemandirian, dan pantang menyerah dalam berkarya dan berinovasi.

Project Based Learning (PBL)

Sebenarnya apa itu proyek sains (science project)? Dilihat dari metodenya, proyek sains adalah salah satu metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan project based learning (PBL). 

Ada 3 unsur penting dari PBL, yaitu PBL berpusat pada siswa (student centered), menggunakan metode ilmiah (scientific methods), dan mengeluarkan hasil (product) berupa karya ilmiah.

Mari kita jabarkan ketiga hal tersebut. 

Pertama, pendidikan berpusat pada siswa menuntut guru untuk lebih aktif, bukan justru sebaliknya. Pendidikan berpusat pada siswa memberi ruang yang sebesar-besarnya kepada siswa untuk berpikir secara kritis dalam memandang sesuatu.

Disinilah peran guru sangat penting untuk memberikan bimbingan kepada siswa. Setiap siswa pastinya memiliki imajinasi dan persepsi yang berbeda-beda akan sesuatu. Bahkan terkadang cara berpikir siswa itu tidak logis dan tidak rasional. Itulah mengapa peran guru seharusnya lebih aktif, bukan justru pasif.

Kedua, metode ilmiah mengajarkan siswa akan banyak hal. Yang paling utama adalah mengajarkan siswa untuk berpikir kritis. Siswa diharapkan bisa melihat semua kejadian yang ada di sekitarnya dengan kacamata sains yang kritis, objektif, konseptual, dan sistematik.

Siswa akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis di kepalanya, membuat prediksi ilmiah (hipotesis) untuk menjawab pertanyaannya, mencoba membuktikan prediksi-prediksinya dengan percobaan, mengumpulkan data, menganalisisnya, dan melaporkan apa yang didapatkan dari proses yang dilakukan.

Ketiga, siswa harus bisa menuangkan semua ide dan gagasan yang dimilikinya dalam sebuah karya ilmiah. Karya ilmiah dalam bentuk hasil nyata (produk) yang diharapkan bisa menjadi solusi pemecahan terhadap permasalahan yang ada di kehidupan. 

Teori Belajar Konstruktivisme

Dilihat dari sisi teori belajar. Metode PBL ini berakar dari teori belajar konstruktivisme. Teori belajar ini mengedepankan keaktifan siswa. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.

Siswa dituntut untuk mengkonstruksi pemahamannya (kognitif) secara mandiri. Siswa menggabungkan pengetahuan yang telah dimilikinya dan mencoba mengkonstruksi pengetahuan baru dengan pengalaman dalam dirinya.

Bicara tentang teori belajar konstruktivisme, ada dua tokoh penting yang mempelopori teori dasar konstruktivisme ini, yaitu Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget disebut konstruktivisme psikologi/individu/kognitif, sedangkan teori yang dipelopori oleh Lev Vygotsky adalah konstruktivisme sosial.

Menurut Jean Piaget informasi masuk ke dalam diri manusia melalui proses adaptasi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika informasi baru sesuai dengan skema yang sudah ada dalam pikirannya. Akomodasi terjadi jika informasi baru tidak mempunyai ciri-ciri persamaan dengan informasi dalam skema pikirannya sehingga dibutuhkan penyesuaian.

Asimilasi dan akomodasi terjadi dalam rangka mencapai ekuilibrasi (keseimbangan) yang dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya, mengalihkan dari satu tahap berpikir ke tahap berpikir berikutnya. Inilah proses konstruksi pengetahuan yang terjadi dalam pikiran manusia.

Dari sudut pandang Vygotsky, konstruktivisme adalah perkembangan konsep berpikir berkembang secara sistematis, logis, dan rasional dengan bantuan dan bimbingan orang lain. Jadi, teori ini disebut teori konstruktivisme sosial. Teori ini berperan utama dalam pembelajaran dalam konteks sosio-budaya.

Ada 2 konsep penting dari teori Vygotsky, yaitu zone of proximal development (ZPD) dan Scaffolding. ZFD adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Sedangkan, scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa yang dikurangi secara bertahap untuk belajar dan memecahkan masalah. 

Sebuah Refleksi

Dilihat dari dasar pembelajaran PBL dan teori belajar konstruktivisme, bisa dikatakan proyek sains bisa menjadi metode pembelajaran efektif yang sangat penting dalam pendidikan siswa.

Yang membuat menarik adalah ketika banyak lomba proyek sains yang bisa diikuti. Ada yang skala lokal, nasional, dan internasional. Format dan bentuk lombanya pun bermacam-macam. 

Ada yang sekadar hanya membuat karya tulisnya, ada yang harus datang dan mempresentasikan karya, dan yang paling sering, karya harus dipamerkan di sebuah pameran karya ilmiah.

Bagi saya, bagian terpenting dari mengikuti kompetisi proyek sains adalah bagaimana seorang guru bisa menjalin kedekatan dengan siswa. Selama membimbing siswa membuat proyek sains banyak pengalaman dan momen tak terlupakan dengan siswa.

Hari-hari yang dilewatkan ketika merencanakan, merancang, mempersiapkan, dan melombakan proyek sains membuat guru dan siswa semakin intens berinteraksi. Ada nilai-nilai penting dalam pendidikan yang tidak bisa kita dapatkan di dalam pembelajaran konvensional.

Banyak hal dilakukan bersama. Senang dan bahagia ketika kerja keras membuat proyek sains menghasilkan karya yang maksimal dan membawa prestasi. Namun, terkadang juga ada rasa sedih dan kecewa ketika karya yang dihasilkan belum bisa dimaksimalkan.

Satu hal yang selalu saya ingatkan kepada siswa, "Jika ingin berhasil dalam mengikuti lomba proyek sains, kita harus pantang menyerah, kita harus mencoba dan mencoba terus. Jadikan kegagalan sebagai pelajaran untuk memperbaiki diri. Layaknya kita melakukan percobaan yang harus dicoba berulang kali untuk mendapatkan hasil yang maksimal."

Alhasil, proyek sains adalah sebuah proses psikomotorik yang penting dalam membentuk jembatan kognitif dan afektif dalam pendidikan.

Proyek sains sangat penting dalam membentuk siswa yang mampu berpikir kritis memahami dan mencarikan solusi atas permasalahan yang ada di sekitarnya. Sehingga proyek sains bisa menguji kreativitas siswa dalam membentuk jembatan kognitif antara teori dan praktek dalam pendidikan.

Selain itu, proyek sains juga membentuk jembatan afektif dalam pendidikan, menjadi cara yang efektif bagi guru dan siswa untuk berkolaborasi sehingga terbentuk komunikasi yang baik untuk saling memahami satu sama lain.

[Baca Juga: Tanggung Jawab Lebih dan Lebih Bertanggung Jawab]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun