Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Silaturahmi, Seni Bersosialisasi dengan Manusia

5 Agustus 2020   05:57 Diperbarui: 5 Agustus 2020   05:46 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Silaturahmi, seni bersosialisasi dengan manusia", itu isi status WA temanku beberapa hari lalu. 

Manusia dan seni memang dua hal yang tak bisa dipisahkan. Manusia butuh seni, seni dilakukan manusia. Keduanya saling melengkapi.

Dilihat dari tulisannya, temanku ini mencoba mendefinisikan silaturahmi dengan cara yang berbeda dari yang biasanya kita ketahui. Yang membedakan adalah ada unsur seni dan bersosialisasi yang dimasukkan di dalamnya.

Di masa pandemi ini, jiwa-jiwa seniman memang sangat dibutuhkan. Yakni, jiwa-jiwa kreatif dan produktif dalam mencari alternatif jalan terbaik untuk bisa tetap merajut tali silaturahmi, tanpa mengurangi kesakralannya.

Proses Bersilaturahmi

Sebenarnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata silaturahmi itu sendiri berarti tali persahabatan atau persaudaraan. Jika merujuk dari definisi itu, silaturahmi termasuk ke dalam kata benda. Tali disini bisa dimaknai sebagai alat yang digunakan sebagai penghubung atau pengikat.

Jika kita sandingkan dua definisi silaturahmi diatas, satu definisi dari status teman saya dan satu definisi dari KBBI, maka kita akan melihat bahwa ada perbedaan mendasar yang bisa kita pahami. Definisi yang pertama, lebih mengedepankan silaturahmi sebagai sebuah kata kerja yang memerlukan sebuah proses. Sedangkan yang kedua, lebih mengartikan silaturahmi sebagai sebuah nomina yang dihasilkan dari sebuah pekerjaan.

Lalu mana yang benar? Menurut hemat saya, kedua-duanya saling melengkapi. Proses dan hasil berkorelasi satu dengan yang lain. Kita berproses untuk sebuah hasil dan hasil yang baik datang dari sebuah proses yang baik pula.

Dalam hal ini, berdasarkan definisinya, silaturahmi adalah sebuah proses dan juga hasil. Proses bersosialisasi untuk menghubungkan sebuah tali persaudaraan dan persahabatan. Hasilnya adalah persaudaraan dan persahabatan yang kuat.

Hal ini sejalan dengan definisi silaturahmi dalam Bahasa Arab. Silah artinya menyambung, dan rahim artinya kekerabatan. Intinya proses menyambung kekerabatan yang menghasilkan hubungan yang baik.

Definisi dalam Bahasa Arab ini masih menyisakan pertanyaan yang terbersit dalam pikiran saya. Diantaranya adalah mengapa di Indonesia kata silaturahmi yang digunakan, bukan silaturahim? Mengapa silaturahmi populer di Indonesia penggunaannya, tetapi kurang populer di negara-negara yang menggunakan Bahasa Arab?

Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, di dalam Bahasa Indonesia, silaturahmi ya sama saja dengan silaturahim. Terserah masyarakat, mau pakai istilah yang mana, yang penting adalah pemahamannya yang mesti sama.

Bonding dan Bridging Social Capital

Lalu bagaimana kita memahami konsep silaturahmi? Di dalam ilmu Sosiologi, mungkin konsep silaturahmi ini cocok sekali jika disandingkan dengan istilah bonding dan bridging dalam konsep social capital.

Konsep social capital yang jika diterjemahkan menjadi konsep modal sosial berakar dari penelitian seorang sosiolog dari Universitas Harvard Robert Putnam.

Menurut Putnam, social capital secara sederhana diartikan sebagai nilai jaringan sosial dimana norma kepercayaan dan resiprokal berkembang di dalamnya.

Sementara itu, Sejarawan Jon Pahl dalam bukunya Fethullah Gulen: A Life of Hizmet, mengulas tentang bonding dan bridging social capital dengan lebih mendalam. Menurutnya, bonding social capital berarti menciptakan hubungan yang kuat diantara masyarakat yang memiliki kesamaan kepentingan, identitas, etnis, dan kesamaan lainnya. Di sisi lain bridging social capital berarti menghubungkan masyarakat dengan melawan pembelahan sosial yang sering terjadi di masyarakat.

Mungkin bonding dan bridging inilah yang dimaksud dengan seni bersosialisasi dalam status WA temanku itu. Jika itu yang dimaksud, maka bersilaturahmi sudah pastinya memerlukan keahlian, rencana dan strategi tersendiri dalam melakukannya.

Layaknya sebuah seni yang membutuhkan hati untuk bisa menghasilkan sebuah karya yang indah, begitu juga dengan silaturahmi. Silaturahmi membutuhkan hati dimana cinta dan kasih sayang berada. Tanpa adanya rasa cinta dan kasih sayang proses bonding dan bridging dalam bersilaturahmi tidak akan berjalan sempurna.

Bukan hanya tidak akan berjalan sempurna, bahkan kegagalan bonding dan bridging bisa menyebabkan efek samping yang lebih berbahaya. Efek samping yang berkepanjangan dan membuat sulit untuk kita memperbaikinya.

Pendekatan silaturahmi inilah yang juga mesti harus dikedepankan dalam menghadapi pandemi sekarang ini. Dengan bonding dan bridging yang dilakukan akan terbentuk sebuah kesadaran kolektif di dalam jaringan sosial masyarakat.

Kesadaran kolektif yang timbul dari rasa cinta dan kasih sayang terhadap kemanusiaan. Kesadaran kolektif yang memang timbul dari lubuk hati yang paling dalam. Kesadaran kolektif inilah yang bisa dijadikan sebagai senjata ampuh melawan pandemi ini.

Alhasil, silaturahmi hanyalah sebuah kata. Kata akan bermakna jika kita memahaminya. Untuk memahaminya perlu ada usaha yang harus kita lakukan. Berusaha untuk terus menyambung tali silaturahmi kepada siapapun tanpa pandang bulu. Inilah yang kita butuhkan untuk bisa keluar dari segala macam kesulitan yang kita hadapi di dunia sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun