Hai, kau yang sedang menatap gawai
Tak lelahkah matamu seharian terpaku
Demi untuk sebaris soal dan secuil ilmu
Masihkah kau ingat suara tegas namun lembut dari gurumu
"Sstt. Jangan berisik. Bu Nadia sebentar lagi datang," Boy memperingatkan aku yang masih asyik mengobrol dengan Rudi.
"Tenang Boy. Bu Nadia itu orangnya baik kok. Mana cantik lagi. Buatku nggak ada yang bisa ngalahin dia pokoknya," aku berkata sambil membayangkan tubuh aduhai Bu Nadia. "Kalau saja dia seumuran denganku sudah kujadikan pa..."
Suaraku terputus oleh sebuah tepukan tangan lembut di bahuku. Aku tak sempat memperhatikan Boy dan Rudi yang sedari tadi berusaha memberiku peringatan dengan isyarat.
"Kenapa Hans. Kamu sedang ngomongin Ibu ya?" Tetiba Bu Nadia sudah berdiri di dekat mejaku. Menatap dengan mata indahnya kepadaku yang masih tergagap karena terkejut. Kebetulan posisiku memang sedang membelakangi pintu masuk.
"Nggak,Bu" aku bisa merasakan pipiku memerah. Untungnya Bu Nadia langsung mengalihkan perhatiannya dariku karena jam pelajaran sudah harus dimulai. Ah, engkau memang guru idolaku.
*****
Hai, kau yang sibuk memainkan jemari