Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Menyelipkan Gunting di Balik Bukunya

13 November 2020   16:29 Diperbarui: 13 November 2020   20:00 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini aku mendapatkan berita duka. Ibu mengabarkan bahwa Pak Rus ditemukan sudah tidak bernyawa tidak jauh dari lokasi sekolah. Diduga menjadi korban perampokan karena tidak ditemukan dompet atau barang berharga lain di sekitar tubuhnya. Polisi hanya menemukan tas dan sebuah buku dengan gunting bersimbah darah tertancap di jantungnya.

Aku menangis histeris sejadi-jadinya. Aku tidak yakin dengan dugaan sementara yang dipaparkan pihak kepolisian. Setahu aku Pak Rus memang tidak pernah membawa atau lebih tepatnya tidak memiliki dompet atau barang berharga lain di dalam tasnya. Aku curiga Pak Rus meninggal karena bunuh diri.

Ibu sibuk menenangkanku. Sementara kulihat matanya juga berkaca-kaca mencoba untuk tegar.  Jika kalian heran melihat kesedihan kami mungkin itu karena aku belum sempat bercerita.

Pak Rus demikian ia memintaku untuk memanggilnya adalah ayahku. Ya, ayah kandungku. Kalian kaget bukan. Ia memang memintaku untuk memanggilnya begitu di sekolah, agar murid-murid lain tidak merasa aku di anak emaskan. Dia ingin menjadi guru jika di sekolah bagi seluruh murid di sana. Ketulusannya mengajar itulah yang menyebabkan aku merasa ia adalah seorang pahlawan seperti juga murid-murid lain menganggapnya.

Tapi aku kecewa karena ia telah pergi menjauh dariku tuk selamanya. Bahkan dengan cara yang hina lagi pengecut. Aku kecewa karena seorang pahlawan harusnya tegar menghadapi hidup. Seperti semangat yang ditunjukkan oleh para pahlawan terdahulu walaupun harus gugur namun itu dilakukan setelah berjuang sampai titik darah penghabisan. Ada kecewa yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata bahkan dengan tetesan air mata.

*****

Hari ini aku kembali menemukan lembaran puisi milik Pak Rus. Ayahku. Di tempat biasa. Di laci meja tempatnya mengajar. Entah kapan ia menulisnya. Mungkin ini adalah puisi terakhir darinya. Isinya seperti bercerita tentang kesedihan.

Pada bait duka aku bertanya

Kapan suka cita kan berkenan tuk tiba

Sekedar tawarkan hidangan agar dapat kucicipi

Atau akan kau tunggu hingga tubuhku lunglai lalu mati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun