Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Menyelipkan Gunting di Balik Bukunya

13 November 2020   16:29 Diperbarui: 13 November 2020   20:00 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak tidak kenapa-napa Nak. Baik-baik saja. Cuma tadi lagi sedikit kesal saja." Ia mencoba meyakinkanku. "Kalau untuk ini" Ia menunjuk buku di tangannya. 

"Buku ini adalah media Bapak untuk memulai sesuatu. Dan gunting ini adalah media untuk mengakhirinya"

Aku mencoba memahami kata-katanya. Belum sempat aku bertanya lebih jauh. Kudengar ramai langkah kaki masuk ke ruang kelas seiring bel sekolah yang berbunyi sebagai pertanda waktu belajar telah dimulai.

*****

Di sebuah blog bersama, aku menemukan sebuah tulisan yang mengingatkan aku akan Pak Rus. Berisikan cerita kepedihan menjadi seorang guru honorer. Aku baru menyadari betapa minim pendapatannya dari mengajar. Jangankan membandingkan dengan standar UMP yang diterapkan untuk pegawai swasta. Dengan sesama guru yang sudah berstatus tetap saja rasanya sangat jauh jurang pemisahnya.

Aku mulai memahami betapa berat beban Pak Rus. Ia harus menghidupi keluarganya dengan gaji yang minim. Sementara harga kebutuhan semakin tak terkejar. Di sisi lain Pak Rus harus tetap tersenyum saat mengajar demi murid-muridnya. Menyembunyikan segala derita yang terpendam di dada. Ah, Engkau memang pahlawanku.

*****

Sejak saat itu aku tak pernah melihat Pak Rus termenung. Hanya keceriaan yang selalu ia tunjukkan kepada kami murid-muridnya. Atau mungkin ia memang tidak ingin aku mengingat-ingat lagi kejadian waktu itu.

Aku masih menyimpan kekhawatiran yang sama pada Pak Rus sejak kutahu masalah yang dihadapinya. Bayangan gunting yang tertancap di meja menghantuiku. Bagaimana jika ia akhirnya putus asa dan alat itu digunakan untuk mengakhiri hidupnya.

Sesekali aku masih sering membaca guntingan lembaran kertas berisikan puisi karyanya. Diam-diam aku mengumpulkannya di dalam sebuah map. Aku belum sempat menghitung berapa lembar yang sudah aku dapatkan.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun