Ibu menyodorkan surat itu untuk kubaca. Aku menatap wajah ibu yang terlihat letih. Ibu yang begitu sabar mengurusku dan tak malu walaupun harus mengurus anak seperti aku yang tak mampu berbicara layaknya anak normal lainnya. Aku adalah anak yang terlahir tuna wicara. Ibu rela belajar bahasa isyarat bersamaku agar bisa mengerti dan berkomunikasi denganku.
Aku mulai membuka surat singkat itu dan membacanya.
Dear Arya,
Apa kabar. Aku tahu kamu kecewa karena Miss harus pergi meninggalkan sekolah ini. Tapi jika kamu sudah dewasa pasti akan mengerti dengan keputusan Miss ini.
O iya. Mengenai gambar yang kamu buat waktu itu Miss paham sekali akan maksud dan rasa cemburumu itu. Gambarmu bagus dan penuh arti. Sepertinya kamu berbakat menjadi seorang pelukis.
Simpan ya syal merah Miss. Hanya itu kenang-kenangan yang dapat Miss berikan untukmu.
Tetap semangat dan belajar yang rajin. Jangan bersedih ya.
Jangan kecewakan perjuangan orang tua yang telah membesarkanmu dan guru-guru seperti Miss Wulan yang telah mengajarmu. Guru pengganti Miss, baik lho orangnya.
Salam sayang,
Miss Wulan
Aku sedikit lega membaca surat darinya. Walaupun sedikit kaget karena dia ternyata tahu aku yang mengambil syalnya. Aku senang mengetahui bahwa dia ternyata demikian perhatian padaku. Memang sejak kepergian Miss Wulan beberapa hari lalu, aku tidak mau masuk sekolah dan baru hari ini aku datang.
Ibu mengajakku masuk ke ruangan. Aku mengikutinya melangkah ke dalam bersamanya. Disana duduk seorang guru yang terlihat ramah. Dan aku terpukau ketika melihat kedua bola matanya. Biru sebiru samudera. Ternyata masih ada bidadari lain disini.