Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cemburu] Bidadari Bermata Biru

4 November 2018   12:39 Diperbarui: 4 November 2018   13:19 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tatapan matanya teduh laksana birunya lautan yang siap tenggelamkan hati siapapun yang memandang. Dalamnya  tatapan sulit ku ukur, namun cukup getarkan jiwa ini. Layaknya bidadari yang siap terbangkan anganmu dengan sayap-sayap putihnya.

Jika kalian bertanya siapa dia dan dari mana asalnya. Aku tak tahu pasti. Yang kutahu hanyalah dia mungkin adalah bidadari yang didatangkan untuk ku dari kayangan dibalik awan-awan putih di sana seiring hujan yang turunkan pelangi, saat pagi kemarin. Karena kudengar hanya bidadari yang memiliki mata biru sebiru samudera.

Wanita yang kutahu bernama Wulan itu diperkenalkan oleh salah seorang guru di muka kelasku. Dia adalah guru baru di sekolah ini. Miss Wulan, demikian semua murid memanggilnya, ditugaskan menggantikan Bu Dina yang baru saja pensiun dari tugas mengajarnya.

Sejak kedatangannya aku merasa teman-temanku selalu berusaha menarik perhatiannya. Aku tidak suka. Karena Miss Wulan jadi lebih perhatian ke mereka dibanding aku. Aku yang semula pendiam mulai banyak bertanya, terkadang sampai ke soal yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan pelajaran yang sedang dibahas.

Aku suka saat ia menjelaskan dan menerangkan setiap pertanyaan yang kuajukan. Bukan. Bukan karena jawabannya yang mudah dicerna dan dipahami, tapi karena aku suka memandang bibir indahnya yang merekah indah setiap kali ia mengucapkan kalimat-kalimat yang terkadang aku lupa simak, isi dari apa yang Miss Wulan bicarakan.

Aku mulai cemburu pada siapa saja yang bercakap dengannya. Pernah aku hampir berkelahi dengan teman sekelasku hanya karena kulihat ia bertanya kepada Miss Wulan tentang tugas rumah yang tidak dimengerti. Semua menatapku dengan penuh tanya saat itu, karena tak mengerti penyebab marahku yang tiba-tiba pada temanku.

Cemburuku makin menjadi bahkan pada tetesan air hujan yang turun ke tanah. Yang telah berani menyentuh kulit putih indahnya. Semua mata menatapku, kala melihat aku tergopoh-gopoh dengan payung ditanganku hanya untuk melindunginya. Karena tak rela tubuhnya dibasahi rintik hujan yang menderas saat sepulang sekolah.

Ia tertawa melihat ulahku. Kulihat mata birunya berbinar indah. Tanah licin di depan sekolah nyaris membuatku terpelanting jika saja Miss Wulan tidak cekatan memegang tanganku yang mendadak gemetar merasakan lembut jari-jari tangannya.

Entah mengapa selalu saja ada yang memancing rasa cemburuku. Seperti saat ini kala seorang pria yang belum pernah aku lihat mengantar Miss Wulan dengan mobil mewahnya sampai di muka sekolah. Dia sempat melirik ku dengan senyum sinisnya yang membuatku sampai beberapa malam tak nyenyak tidur karna cemburu.

Paginya diatas selembar kertas kugoreskan gambar-gambar yang melukiskan perasaanku. Seorang pria dan wanita yang sedang berjalan berdua sementara di sisi lain ada pria lain yang sedang mencoba menarik tangannya untuk diajak pergi menjauh.

Esoknya ku berikan gambar itu kepadanya. Dia tersenyum dan berkata.

"Gambar yang  bagus. Teruslah berlatih dan tingkatkan ya."

Hanya itu yang terucap dari bibirnya. Sedikit kecewa oleh responnya terhadap karyaku sepanjang malam tadi yang berisi seluruh curahan hatiku. Tapi aku tetap merasa dia mengerti apa yang ingin kusampaikan.

Di puncak rasa cemburu, aku mendengar kabar yang beredar bahwa Miss Wulan sudah bertunangan dengan pria yang waktu itu kulihat mengantarnya. Katanya mereka akan segera menikah. Dan akan diboyong oleh calon suaminya pindah ke lain kota. Sungguh berita yang sangat mengejutkan.

*****

Nama Wulan selalu mengingatkan pada nama seorang bidadari  Nawang Wulan yang sering ku dengar dari dongeng yang dibacakan ibuku saat tidur malamku. Bidadari yang tak bisa kembali ke kayangan karena selendang merahnya yang dicuri oleh Jaka Tarub.

Menurut ku Miss Wulan adalah seorang bidadari. Karena kulihat ia sering membawa syal merahnya setiap masuk ke kelas. Persis seperti dongeng itu.

Karena dongeng itu pula yang membuatku mencari kesempatan untuk dapat mengambil syal merahnya. Aku percaya dengan memperoleh syal tersebut akan membuatnya batal pergi meninggalkan sekolah ini.

Kesempatan tersebut datang saat Miss Wulan mengajar di kelas hari ini. Kepala sekolah tiba-tiba memanggilnya untuk ke ruang guru. Murid-murid menjadi riuh dengan ocehan mereka karena kelas kosong. Tak kupedulikan mereka. Mataku terfokus pada syal merah di meja guru di muka kelas. Dengan gerak cepat syal tersebut sudah masuk ke saku celanaku.

Sampai jam pelajaran usai, ternyata Miss Wulan tidak kembali ke kelas. Kelihatannya mereka lanjut dengan rapat para guru. Baguslah jadi rencanaku berjalan aman.

*****

Sejak saat itu aku selalu membawa syal tersebut kemanapun aku pergi. Dan berharap keajaiban akan datang dan menggagalkan rencana kepergian Miss Wulan.

Kepastian akan pergi atau tidaknya Miss Wulan tampaknya akan tuntas hari ini. Saat beliau melangkah dengan anggun di muka kelas. Dia menghela napas dalam-dalam sebelum bibir indahnya berucap kata.

"Anak-anak sekalian, hari ini adalah hari terakhir saya mengajar disini. Karena minggu depan saya akan menikah. Dan kebetulan calon suami saya bertugas di lain kota. Sebagai istri yang baik sudah seharusnya ikut kemanapun suami pergi."

Aku terkaget-kaget sambil meremas syal merah di saku celanaku berharap ini adalah mimpi dan Miss Wulan akan menarik kembali kata-katanya lagi. Tapi sayangnya ini nyata adanya.

"Terima kasih semuanya untuk semua perhatian yang diberikan oleh kalian semua. Maafkan semua kesalahan saya bila ada yang merasa tersakiti selama ini."

Semua murid terdiam. Termasuk aku. Sebagian lain berkaca-kaca siap meneteskan air mata.

Sejak saat itu aku benar-benar benci pada laki-laki yang membawa pergi bidadariku. Aku cemburu padanya. Bagaimana mungkin pria yang belum lama mengenalnya sudah mampu merebut hatinya dariku.

*****

"Anak ibu akhir-akhir ini sedikit temperamental dan sepertinya sulit berkonsentrasi. Padahal untuk anak usia 7 tahun, kecerdasan otak dan emosionalnya cukup lumayan. Tapi yang saya dengar setelah gurunya yang sebelum saya,  Miss Wulan pergi dia jadi berubah seperti itu."

Aku mendengar dari luar kelas saat guru ku berkata kepada ibuku pada penyerahan raport hari ini. Aku tak berminat untuk masuk dan berkenalan dengan guru baru ku itu.

"Miss Wulan sempat menitipkan surat untuk anak ibu. Ini suratnya."

Sang guru memberikan sepucuk surat. Begitu menerimanya ibuku memohon izin keluar sebentar untuk memberikan surat itu kepadaku.

Ibu menyodorkan surat itu untuk kubaca. Aku menatap wajah ibu yang terlihat letih. Ibu yang begitu sabar mengurusku dan tak malu walaupun harus mengurus anak seperti aku yang tak mampu berbicara layaknya anak normal lainnya. Aku adalah anak yang terlahir tuna wicara. Ibu rela belajar bahasa isyarat bersamaku agar bisa mengerti dan berkomunikasi denganku.

Aku mulai membuka surat singkat itu dan membacanya.

Dear Arya,

Apa kabar. Aku tahu kamu kecewa karena Miss harus pergi meninggalkan sekolah ini. Tapi jika kamu sudah dewasa pasti akan mengerti dengan keputusan Miss ini.

O iya. Mengenai gambar yang kamu buat waktu itu Miss paham sekali akan maksud dan rasa cemburumu itu. Gambarmu bagus dan penuh arti. Sepertinya kamu berbakat menjadi seorang pelukis.

Simpan ya syal merah Miss. Hanya itu kenang-kenangan yang dapat Miss berikan untukmu.

Tetap semangat dan belajar yang rajin. Jangan bersedih ya.

Jangan kecewakan perjuangan orang tua yang telah membesarkanmu dan guru-guru seperti Miss Wulan yang telah mengajarmu. Guru pengganti Miss, baik lho orangnya.

Salam sayang,
Miss Wulan

Aku sedikit lega membaca surat darinya. Walaupun sedikit kaget karena dia ternyata tahu aku yang mengambil syalnya. Aku senang mengetahui bahwa dia ternyata demikian perhatian padaku. Memang sejak kepergian Miss Wulan beberapa hari lalu, aku tidak mau masuk sekolah dan baru hari ini aku datang.

Ibu mengajakku masuk ke ruangan. Aku mengikutinya melangkah ke dalam bersamanya. Disana duduk seorang guru yang terlihat ramah. Dan aku terpukau ketika melihat kedua bola matanya. Biru sebiru samudera. Ternyata masih ada bidadari lain disini.

Sang guru mengulurkan tangannya dan memperkenalkan namanya.
"Hai Arya. Namaku Miss Desy atau kau juga bisa memanggilku Miss Desol."
Aku menatap lekat mata indahnya sampai lupa melepaskan jabatan tangannya. Semoga tidak ada lagi cemburu yang hadir disini

Tangerang, 4 November 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun