Kepastian akan pergi atau tidaknya Miss Wulan tampaknya akan tuntas hari ini. Saat beliau melangkah dengan anggun di muka kelas. Dia menghela napas dalam-dalam sebelum bibir indahnya berucap kata.
"Anak-anak sekalian, hari ini adalah hari terakhir saya mengajar disini. Karena minggu depan saya akan menikah. Dan kebetulan calon suami saya bertugas di lain kota. Sebagai istri yang baik sudah seharusnya ikut kemanapun suami pergi."
Aku terkaget-kaget sambil meremas syal merah di saku celanaku berharap ini adalah mimpi dan Miss Wulan akan menarik kembali kata-katanya lagi. Tapi sayangnya ini nyata adanya.
"Terima kasih semuanya untuk semua perhatian yang diberikan oleh kalian semua. Maafkan semua kesalahan saya bila ada yang merasa tersakiti selama ini."
Semua murid terdiam. Termasuk aku. Sebagian lain berkaca-kaca siap meneteskan air mata.
Sejak saat itu aku benar-benar benci pada laki-laki yang membawa pergi bidadariku. Aku cemburu padanya. Bagaimana mungkin pria yang belum lama mengenalnya sudah mampu merebut hatinya dariku.
*****
"Anak ibu akhir-akhir ini sedikit temperamental dan sepertinya sulit berkonsentrasi. Padahal untuk anak usia 7 tahun, kecerdasan otak dan emosionalnya cukup lumayan. Tapi yang saya dengar setelah gurunya yang sebelum saya, Â Miss Wulan pergi dia jadi berubah seperti itu."
Aku mendengar dari luar kelas saat guru ku berkata kepada ibuku pada penyerahan raport hari ini. Aku tak berminat untuk masuk dan berkenalan dengan guru baru ku itu.
"Miss Wulan sempat menitipkan surat untuk anak ibu. Ini suratnya."
Sang guru memberikan sepucuk surat. Begitu menerimanya ibuku memohon izin keluar sebentar untuk memberikan surat itu kepadaku.