Mohon tunggu...
Mahendra Hariyanto
Mahendra Hariyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pekerja IT TInggal Di Singapura

Pekerja IT yang sedang belajar menulis... Tinggal di Singapura

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akankah Konflik Timur Tengah Memicu Perpecahan di Indonesia?

19 Mei 2019   08:52 Diperbarui: 20 Mei 2019   05:40 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://images.app.goo.gl/YrxkYY95hfNYKVic9 

                                                                                                 
"Kamu Tahu, waktu saya masih kecil dulu, Saya tidak tahu siapa yang syiah atau siapa yang Sunni. Itu tidak penting. Tidak jadi masalah. Tapi setelah revolusi Iran, dan setelah uang Saudi mengalir ke sini (Pakistan), kami terpecah antara Syiah dan Sunni" -- Mahmud Ali Durrani , Mantan Duta Besar Pakistan untuk Amerika tahun 2006-2008

Menyaksikan   pernyataan  Mahmud Ali Durrani di atas yang dipublikasikan oleh media Investigasi Amerika  , "Frontline"  ,  pada tahun 2018; membuat saya terkejut. Ternyata apa yang saya rasakan sedang terjadi di Indonesia - setidaknya satu dekade terakhir - telah terjadi jauh sebelumnya di Pakistan.  

Tahun 2006, ketika presiden negara  Islam Syiah Iran - Ahemedinejad datang ke Indonesia, sentiment anti Syiah tidak terasa. Sebaliknya,  Indonesia -- yang mayoritas menganut Islam Sunni- menyambut Ahmedinejad dengan "Karpet Merah". 

Ahmedinejad, tidak hanya bertemu pejabat-pejabat tinggi, tapi beliau juga diberi kesampatan berdiskusi dengan mahasiswa di Universitas Indonesia dan Universitas Syarif Hidayatullah. Sebelum meninggalkan Jakarta, Ahmadinejad yang menganut aliran syiah  menunaikan Sholat Jumat di Istiqlal, masjid  terbesar di negara Sunni terbesar di Dunia.

Penyambutan istemewa seorang  pemimpin negara Syiah terbesar di Dunia di negara Sunni terbesar di Dunia tersebut  seharusnya dapat dijadikan "pesan damai", bahwa Pemeluk Syiah dan Suni dapat hidup berdampingan dengan damai, saling menghormati.  

Tapi pesan itu seolah tidak terdengar. Yang dirasakan di Indonesia malah sebaliknya. Tahun 2012 , warga asli Sampang Madura yang menganut Syiah terusir dari kampung Halamannya, karena ditolak penduduk  pemeluk Sunni lainnya yang anti Syiah.

Lebih jauh dari itu , sejalan dengan "booming" nya media sosial, propaganda anti syiah  berseliweran di media sosial. Ulama-ulama moderat yang senantiasa menyuarakan pesan damai untuk menerima perbedaan,  banyak yang dituduh sebagai penganut Syiah.  Bahkan Quraish Shihab , ulama terpandang di Indonesia  juga dituduh penganut Syiah. .

Apa yang telah terjadi sesungguhnhya  ?

Dalam tulisan ini  akan dipaparkan bagaimana runtutan perseteruan Sunni- Saudi Arabia  dan Syiah-Iran di timur tengah sana, menjadi salah satu sebab semakin meruncingnya perbedaan dalam menjalankan kehidupan beragama di Indonesia. Runtutan yang akan saya paparkan dalam tulisan ini  akan saya mulai dari abad ke 17, dimana aliran Wahabi  tengah berkembang di Timur Tengah

Cikal Bakal Arab Saudi dan Wahabisme 

Berdirinya kerajaan Arab Saudi berkaitan erat dengan aliran Wahabisme. Wahabisme dapat digambarkan sebgai Sebuah aliran yang  yang "ultra konservatif", "keras" dan "puritan". Puritan disini dimaksukan sebagai kelompok keagamaam yang ingin memperjuangkan "kemurnian" doktrin agama yang dipahaminya.

Kata wahabi di ambil dari nama ulama yang menyebar luaskan paham tersebut: "Muhammad ibn Abd al_Wahab di tahun 1700 an di wilayah Najd di semanjung arab.  Untuk menyebar luaskan pahamnya, Muhammad ibn Abd al_Wahab  membuat pakta perjanjian dengana pemimpin yang berkuasa saat itu  Muhammad bin Saud (Ibn Saud) . 

Muhammad ibn Abd al_Wahab menjanjikan ketaatan politik dari dirinya dan pengikutnya pada pemerintahan Ibn Saud.  Muhammad ibn Abd al_Wahab juga  meyakinkan dan menjanjikan Ibnu Saud bahwa perlindingunan yang dia berikan  terhadap penyebaran gerakan Wahabi akan membawa Kekuasaan , kejayaan Ibn Saud atas pengusaan wilayah semenanjung Arabia.  

Dan itulah yang terjadi. Pada tahun 1932, keturunan Muhammad bin Saud- Abdulaziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal ibn Turki ibn Abdullah ibn Muhammad Al Saud- mendirikan Kerajaan Saudi Arabia yang menguasai sebagian besar wilayah semenanjung arabia.   

Dinasti Saud telah mendapatkan apa yang dijanjikan Al-Wahabb di abad 17, pada saat yang sama, Dinasti Saud terus berkomitmen untuk "melindungi"penyebaran aliras wahabisme

Oil Booming and Culture Shock

Penemuan ladang minyak ditahun tahun 1938 akhirnya membawa kemakmuran pada penduduk Arab Saudi yang  gersang tersebut.

Kemakmuran menjadi pintu  masuk moderninasasi penduduk Arab Saudi. Dengan  daya beli yang kuat,  demand atas barang-barang impor  :  Mobil-mobil terbaru, barang barang  mewah , Perangkat elektronik terbaru semakin meningkat. Tidak hanya barang, produk-produk industri kreatif  seperti musik dan film dari dunia barat dan juga  gaya hidup ala barat yang moderen banyak diminati penduduk Arab Saudi. 

Sebelum tahun 1979,  hak hak wanita untuk bekerja tidak dibatasi. Bahkan ada yang menjadi Penyiar TV nasional, yang tampil di TV tanpa memakai Hijab.

Perkembangan ini tentunya tidak disukai oleh kaum Wahabi di Arab Saudi. Tapi keberetan kaum Wahabi tampaknya tidak tanggapi serius oleh  pemerintahan  Arab Saudi saat itu - sampai terjadinya revolusi iran tahun 1979

 Revolusi Iran

Tahun 1979 terjadi revolusi yang menjatuhkan pemerintahan "sekuler" Raja Iran Reza Pahlevi yang dianggap terlalu kebarat-baratan . Revolusi Iran dipimpin   Ayatholah Komeini, seorang Ulama Syiah yang berada di pengasingan.

Revolusi Iran melahirkan bentuk negara baru bagi Iran dari sebuah kerajaan menjadi sebuah negara islam : Islamic Republic of Iran. Republik Islam Iran dengan pimpinan tertinggi "Supreme Leader" seroang ulama Shiah : Ayaholah Khomeini.

Revolusi Iran tahun 1979 ini menjadi pemicu perubahan besar di Arab Saudi yang merasa terancam akan semakin besarnya pengaruh Aliran "Shiah" di wilayah semenanjung Arabia

Penyerangan Masjidil Haram  1979

Revolusi Iran merupakan suatu ancaman sekaligus inspirasi bagi kaum Wahabi di Saudi. Dikatakan ancaman, jelas, kaum Wahabbi yang beraliran Sunni merasa terancam dengan berdirinya negara Islam Iran akan semakin menguatkan pengaruh ajaran Syiah di sememanjung Arabia.

Di sisi lain, revolusi Iran juga menjadi inspirasi bagi kaum fundamentalist Wahabi, untuk melakukan hal serupa , melakukan pemberontakan dan perlawanan pada Kerajaan Saudi Arabia yang  dianggap tidak lagi memperhatikan ajaran Wahabi.

Perlawanan itu diwujudkan oleh Juhaymann al-Otaybi , seorang fundamentalist Wahabi, dan 500 an orang pengikutnya dalam bentuk penyerangan dan penyitaan Masjidil Haram, 20 November 1979.

Pasukan Kerajaan Saudi Arabia (KSA) tidak dapat meredam pemberontakan itu, dan harus meminta bantuan pasukan khusus dari Perancis dan Pakistan. Pemberontakan tersbut akhirnya dapat dilumpuhkan  dalam waktu 2 minggu.  Juhaymann   dijatuhi hukuman mati oleh KSA

Pasca Penyerangan Masjidil Haram November 1979

Pemerintah KSA menganggap serius upaya pemberontakan Juhaymann.  Dinasti Saud tidak ingin Juhaymann  menjadi martir dan menginspirasi pengikut Wahabi untuk melakukan pemberontakan pemberontakan berikutnya.  

Oleh karenanya, KSA pada akhirnya menanggapi serius keluhan Kaum Wahabi atas perkembangan budaya di Arab Saudi yang sudah dianggap terlalu menyimpang jauh dari paham Wahabi.  

Sesuai keinginan kaum Wahabi, pemerintah Saudi   mengeluarkan peraturan yang ketat yang mengatur kehidupan sehari hari warganya. Bioskop --bioskop ditutup, begitu pula dengan toko musik . Kebebasan dan hak kaum wanita kembali dibatasi. 

Tidak ada lagi penyiar TV wanita yang tampil di TV nasional.  Dan seterusnya. Dinasti Saud kembali memenuhi janjinya pada kaum wahabi untuk ikut menjaga dan menyebarkan paham wahabi.

Penyebaran Pengaruh Wahabi  untuk Membendung Pengaruh IRAN

Dinasti Saud merasa terancam .

Setelah sukses dengan revolusinya, Republik (Syiah) Iran sebagai sebuah negara Islam Syiah tidak hanya melakukan konsolidasi ke dalam. Tetapi mereka juga   aktif untuk ikut mendorong pemeluk islam Syiah yang menjadi minoritas di negara Sunni lainnya, untuk berani memperjuangkan nasibnya. 

Tidak lama setelah bergulirnya revolusi Iran, terjadi pemberontakan di  Qatif, sebuah wilayah di Arab Saudi yang penduduknya banyak memeluk Syiah.  Perlawanan di Qatif itu pada akhirnya dapat dilumpuhkan. Namun potensi pengaruh pemberontakan di Qatif  karena pengaruh Iran tetap ada sampai saat ini.

Iran memang agresif dalam menyebarkan pengaruhnya. Iran secara terang-terangan mengumumkan berniat untuk mengexport revolusi Iran ke negara-negara Islam lainnya

Sejalan waktu, Iran semakin assertif menyebar luaskan pengaruhnya di timur tengah. Pada tahun  1982, Korps Penjaga revolusi Islam  Iran (Islamic Revolutionary Guard Corp/IRGC ) ditenggarai telah mengirim pasukan ke Libanon untuk melatih pejuang pejuang libanon menghadapi Invasi Israel ke Libanon.

KSA Menyebarkan Pengaruhnya Di negara-negara Islam Sunni

Saudi Arabia tidak tinggal diam.  Ditopang dengan kekayaan yang didapat dari minyak, KSA menyebarkan pengaruhnya ke negara Islam lainnya . Pakistan yang berbatasan langsung dengan Iran  adalah salah satu negara pertama yang "Kecipratan" dari kebijakan ini.

Presiden Pakistan, Jendral Zia Ul Haq, Banyak menerimg Bantuan Dana Arab Saudi untuk membangun masjid masjid dan pusat pendidikan islam. Ratusan bahkan ribuan madrasah-madrasah yang mengajarkan doktrin  wahabisme didirikan di Pakistan. Dan dengan dukungan Arab Saudi, Jendral Zia Ul-Haq mencanangangkan Shariah-nisasi atau Islamisai negara Pakistan. 

Tentunya, kebijakan Islamisasi Zia Ul Haq  kental dipengaruhi oleh paham Wahabism dan pengaruh Arab Saudi yang tidak bersahabat dengan penganut agama Syiah. Karena adanya pengaruh kuat ajaran Wahabi  ini, pemeluk Sunni dan Syiah yang tadinya dapat hidup berdampingan secara damai di Pakistan, menjadi Saling bermusuhan dan saling menyerang satu sama lain.  

Penyebaran pengaruh Wahabi oleh KSA untuk membendung pengaruh Iran tentu tidak berhenti di Pakistan. Kalau kita lihat segala bentuk konflik di Timur tengah tidak lepas dari pengaruh perseteruan antar pengaruh Syiah Iran dan  Sunni- Saudi Arabia.  Seperti:

-Konflik Syria dan Irak . Pemerintahan Syiah Siria dan  Iraq diperangi pasukan  ISIS yang beraliran -Suni. Walaupun Saudi Arabia selalu menyangkal keterkaitan nya dengan ISIS, invasi ISIS mengobrak - obrik negara -negara pemerintahan Syiah , sejalan dengan keinginan Arab Saudi untuk membendung pengaruh Syiah di Timur Tengah . Karenanya, banyak yang menduga Arab Saudi terkait dengan ISIS  .

-Pengeboman Arab Saudi  di wilayah Yaman  yang banyak memakan korban sipil tak berdosa pada dasarnya untuk mendukung pemerintahan Yaman Sunni yang kewalahan menghadapi pemberontakan  suku "Houthi" yang dicurigai mendapat dukungan dari Iran.

Seberapa Jauh Paham Wahabisme Telah Masuk ke Indonesia?

Susah menjawabnya. Keberadaannya semakin lama semakin dirasakan. Indikasinya, pandangan dan pemahaman yang "intoleran" semakin berkembang. Contoh kecil, jaman orde baru, dimana pengaruh wahabi  ditangkal oleh pemerintahan saat itu, kehidupan antar umat beragama dirasakan lebih rukun. 

Adalah suatu hal yang biasa bagi seorang pemeluk agama Islam mengunjungi dan mengucapkan selamat pada umat lainnya yang sedang merayakan hari besar keagamaannya. Tapi saat ini, beberapa tahun tahun terakhir, semakin banyak pemeluk agama Islam yang menganggap : mengucapkan selamat hari raya pada umat agama lain sebagai perbuatan dosa. 

Itu adalah contoh kecil. Bagi pembaca yang mengalami kehidupan  di jaman orde baru tentu dapat merasakan perubahan -perubahan seperti ini, yang merupakan indikasi semakin besarnya pengaruh Wahabbi di Indonesia.

Akankah Pengaruh Wahabbi menimbulkan perpecahan di Indonesia ?

Waktu yang akan menjawabnya.

Mengacu pada apa yang terjadi di Pakistan, dimana permusuhan antara Pemeluk Syiah dan Sunni baru terjadi setelah ajaran wahabbi mendominasi   Pakistan, dominasi ajaran Wahabi di Indonesia diyakini juga akan menimbulkan perpecahan di Negara Indonesia yang beragam ini.

Kita beruntung,  organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama yang moderat,  secara aktif  meredam berkembamgnya paham Wahabisme     di Indonesia.   

Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia,     Osamah Muhammad Al-Suaib ,   dalam sebuah cuitan nya  di twitter tahun 2018 lalu menyebut NU sebagai organisasi sesat. Hal ini merupakan indikasi ketidak sukaan Saudi Arabia terhadap kegiatan NU yang berusaha meredam pengaruh Wahabi Saudi Arabia di Indonesia.

Namun demikan , kita juga dapat banyak berharap angin  perubahan yang dihembuskan putra mahkota "Muhamad bin Salman" yang ingin mengembalikan Arab Saudi sebagai negara Islam Moderat, dapat juga  meredam pengaruh wahabisme di Indonesia.

Kita tentunya tidak ingin  perpecahan terjadi di Indonesia . Oleh karenanya, bagi setiap kita yang tidak ingin terjadi perpecahan di NKRI,  kita seharusnya secara aktif melakukan apa yang  bisa lakukan agar ancaman perpecahan tersebut tidak terjadi di Indonesia.

Salah satu hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan membagikan (share) artikel ini, untuk meningkatkan kewaspadaan adanya potensi perpecahan di Indonesia karena pengaruh doktirn Wahabi

Semoga bermanfaat

Singapura 19 Mei 2019

Mahendra Hariyanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun