Mohon tunggu...
Mahendra Hariyanto
Mahendra Hariyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pekerja IT TInggal Di Singapura

Pekerja IT yang sedang belajar menulis... Tinggal di Singapura

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yakin itu Nikmat

5 Januari 2016   08:07 Diperbarui: 5 Januari 2016   10:01 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kegiatan team building itu dilakukan pada saat bulan puasa, Kali ini aktivitas team building dikemas dalam bentuk pertandingan cricket, sebuah olah raga yang sangat popular di India, negara dimana big boss kami berasal. Kami yang berpuasa di bulan Ramadhan di hari itu merupakan minoritas. Mau tidak mau kami harus mengikuti rencana kegiatan team building itu, yang direncanakan oleh mayoritas rekan-rekan kerja yang bukan muslim di Singapura, yang tentunya tidak berpuasa,.

Tidak mudah memang, tapi kami tetap mennjalani pertandingan itu dengan sekuat tenaga kami. Berlari, memukul bola dengan sekuat tenaga ataupun, mengejarar bola.

Di saat suatu kesempatan beristirahat, ,saya duduk di pinggir lapangan. Di samping saya duduk seorang kolega yang berasal dari Eropa.

“Kegiatan ini pasti sangat berat bagi kamu yang berpuasa” katanya membuka percakapan

“Ya, lumayan berat, tapi masih bisa saya jalani” jawab saya singkat.

“Ya memang menjalani ajaran agama itu sangat berat. Banyak penderitaan yang harus kita jalani. Makanya saya memilih untuk tidak menjalani ajaran agama. Saya bukanlah orang yang religius” Jawabnya lagi.

Saya tidak tahu pasti apa yang dia maksud dengan pernyataan nya di atas. Apakah itu berarti dia memeluk suatu agama tapi tidak menjalankannya, apakah itu berarti dia tidak percaya Tuhan sama sekali.

Menanggapi ucapannya, Saya hanya berucap, ketika ketika memiliki iman (faith) atas ajaran agama yang kita peluk, kita akan dapat menemukan kenikmatan ketika menjalaninya.

“Anyway, bagi saya pribadi, ibadah puasa di bulan Ramadhan sangat baik bagi saya, terutama untuk menghambat kenaikan berat badan saya yang cenderung naik setiap tahunnya.” Kata saya lagi setengah bercanda .

Yang menarik dari percakapan ini adalah: baik saya maupun kolega saya tersebut sama sama merasaa “kasihan” terhadap lawan bicaranya. Dia yang merasa tidak terikat atas ajaran –ajaran agama, melihat diri saya dengan rasa kasihan, karena menurutnya saya telah terbelenggu oleh perintah agama yang penuh dengan penderitaan dalam menjalaninya. Di lain pihak saya pun melihat dia dengan rasa “kasihan” juga. Jika dia tidak percaya pada Tuhan, kepada siapa dia harus meminta pertolongan di saat galau menghadapi beban dan kesulitan-kesulitan hidup di dunia ini .

 

***

Dulu waktu saya masih TK, Papa saya mencoba beternak ayam kampung di belakang rumah. Ayam- ayam kampung itu, satu ayam jago dan beberapa betina di lepas begitu saja di halaman rumah, tidak dikurung di dalam kandang. Dengan memelihara ayam kampung seperti ini, Papa berharap, dalam waktu dekat akan segera mendapatkan banyak telur-telur ayam kampung yang bisa kita konsumsi sendiri.

Tapi kenyataannya lain. Telur-telur ayam kampung yang didapat sangat sedikit, tidak seperti yang diharapkan. Di suatu sore setelah pulang kantor, papa medakan penyeilidkan untuk mencari penyebab mengapa telur ayam yang didapat hanya sedikit. Apa memang betul ayam betina itu bertelur hanya sedikit saja, ataukah ada yang mengambil (mencuri) telur-telur itu sebelum lagi keluarga kami sempat mengambilnya?

Aha.. ternyata tak sia-sia Papa saya menyisihkan waktu sepulang kerja untuk menyelidiki kasus ini. Biang keroknya tertangkap basah. Seorang anak TK (yaitu saya) yang melakukan sabotase usaha peternakan rumahan ayam kampung ini. Bagaimana saya menyabot usaha papa?

Begini ceritanya: waktu itu saya menyaksikan betapa menderitanya ayam betina (maaf) diperkosa oleh ayam jago. Ayam Jago mengejar –ngejar ayam betina yang berupaya lari menghindar, kalah cepat dan dapat disergap si ayam Jago. Begitu ayam betina tertangkap, ayam jago melompat di atas ayam betina dan menggunakan patuknya untuk menekan kepala ayam betina ke atas tanah sampai ayam betina itu tak berkutik dan (maaf lagi) diperkosa oleh sang ayam jago.

Melihat aksi brutal ini, saya si anak TK yang lugu itu dengan gagah berani , menghardik sang ayam jago sembari berteriak teriak , terkadang melempar ayam jago dengan kerikil, agar ayam jago itu menghentikan tindakan yang (menurut anak TK itu) tidak beradab.

Begitulah, karena kehadiran si anak TK pembela ayam betina, Ayam jago mengalami kesulitan memembuahi ayam –ayam betina lainnya. Alhasil, sang ayam Betina tidak dapat bertelur. Menyaksikan kejadian itu, saya dipanggil Papa (yang tentunya senyum –senyum sendiri menyaksikan aksi saya). Beliau meminta saya untuk tidak lagi menganggu si Ayam jago. Papa saya mencoba memberi pengertian bahwa yang dilakukan si Ayam jago itu adalah proses yang diperlukan agar ayam-ayam betina itu dapat bertelur. Kalau saya gangguin terus si ayam jago itu, ayam betina tidak akan dapat bertelur sehingga saya tidak akan dapat menikmati telor mata sapi lagi di pagi hari.

Begitu kira-kira.

Konteks cerita di atas pada apa yang sedang terjadi di dunia ini adalah : “Saya si Anak TK” yang banyak tidak tahunya, kurang lebih seperti halnya kebanyakan kita Manusia di dunia ini yang juga belum dapat melihat “the big picture” atas apa yang terjadi di dunia ini. Keheranan saya ,si Anak TK, pada papa yang tidak menggunakan “Powernya” untuk menghentikan kejahatan si Ayam Jago terhadap ayam-ayam betina ; mungkin kurang lebih sama seperti keheranan sebagian dari kita mempertanyakan :

  • mengapa “Tuhan tidak menggunakan kekuasaannya untuk menghentikan kejahatan di muka bumi ini”.
  • mengapa Tuhan membiarkan kekejian , perang dan penderitaan di muka bumi ini. Yang menderita dan menjadi korban tidak hanya orang –orang yang terlibat perang, tapi juga anak-anak yang tak berdosa menderita karenanya.
  • mengapa Tuhan tidak bertindak seperti Superman- Spiderman- Batman yang dengan segala kekuatan yang dimilikinya tidak akan tinggal diam menyaksikan penindasan yang terjadi dihadapannya. Jangan-jangan Tuhan tidak kuasa untuk melakukannya? Atau.. jangan-jangan Tuhan tidaklah – maha pengasih lagi maha penyayang- seperti yang digambarkan berbagai agama?

Pertanyaan seperti ini muncul karena keterbatasan dalam melihat “the bigger picture” dari apa yang disaksikan dan dirasakan oleh panca indra -nya.

Disinilah iman memainkan peran. Bagi yang lemah imannya, tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan menjadikan mereka tidak lagi percaya pada Tuhan.

Sebaliknya, ketika kita memiliki iman , faith, keyakinan yang tebal , pertanyaan-pertanyaan tak terjawab seperti ini tidak akan melunturkan iman kita atas keberadaan tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Sikap kita menyikapi pertanyaan yang belum mandapatkan jawaban pertanyaan itu akan sperti si anak TK pada cerita saya di atas, yang walaupun tidak mengerti mengapa ayam-ayam betina itu harus menderita, pada akhirnya tetap patuh pada permintaan ayahnya untuk membiarkan hal itu terjadi. Si anak TK yakin bahwa ayahnya melihat sesuatu yang dia tidak lihat. Mengetahui sesuatu yang dia tidak tahu. Memiliki kuasa atas dirinya . Oleh karenanya si anak TK patuh pada perintah sang Ayah.

Oleh karena itu, dalam berbagai ajaran agama – yang percaya pada kekuasaan Tuhan yang Esa- kita diajarkan untuk bersabar dan meyakini bahwa akan ada hikmah yang dapat diambil dari setiap kejadian di muka bumi ini.

Selanjutnya ketika kita berbicara “Hikmah”, selayaknya kita melihatnya tidak terbatas hikmah pada diri kita sendiri, tapi kita harus melihatnya secara lebih luas, yaitu Hikmah pada orang-orang di sekitar kita, hikmah pada keberadaan umat manusia di dunia ini.

Ketika kita mengaku sebagai hamba Tuhan di muka bumi ini selayaknya kita harus rela untuk mengemban penderitaan yang ditimpakan pada kita untuk kebaikan manusia manusia lainnya , untuk kebaikan peradaban umat manusia di masa yang akan datang.

Jika kita melihat kembali kebelakang, sejarah peradaban manusia, peradaban dan taraf kehidupan yang dirasakan umat manusia saat ini, jauh lebih baik dari peradaban dan taraf kehidupan manusia beberapa abad yang lalu. Tingkat harapan hidup semakin tinggi, kematian bayi semakin rendah. Praktek Perbudakan yang dulunya dilindungi hukum, menjadi suatu kejahatan besar di saat ini. Derajad manusia semakin setara satu sama lainnya. Semua mempunyai peluang untuk dapat menjadi pemimipin negeri , tidak seperti ratusan tahun lalu, hanya anak Raja atau keluarga raja yang dapat menjadi pemimpin negeri. Peradaban manusia saat ini tidak lepas dari apa yang telah terjadi di masa lalu.

Kemajuan yang dirasakan saat ini merupakan “Hikmah” atas apa yang terjadi di masa lalu. Dan perkembangan peradaban manusia tidak berhenti diam. Dia terus berkembang memperbaiki diri. Karena peradaban manusia adalah juga ciptaan Tuhan yang dibentuk oleh “agen ” Tuhan, di muka bumi ini yang bernama “manusia”. Jadi, tuhan tidak hanya menciptakan “Hardware” nya saja berbentuk “Fisik” , Alam semesta , planet-planet , bintang, bulan, tumbuhan, hewan , tanah, air dan sebagainya. Hal hal non fisik, “Software” yang berbentuk peradaban manusia yang berkeadilan dan beradab juga merupakan ciptaannya.

Kita mungkin bertanya: jika “peradaban” manusia juga merupakan ciptaan Tuhan yang maha sempurna, mengapa peradaban manusia yang kita rasakan sampai saat ini masih tidak sempurna. Ketidak adilan, kemiskinan, penindasan yang lemah oleh yang kuat masih banyak terjadi di daalam peradaban manusia saat ini. Bukankah Ciptaaan Tuhan seharusnya Sempurna?

Kembali lagi, jika kita membaca ulang sejarah manusia dari dulu sampai sekarang, maka kita akan melihat peradaban manusia saat ini lebih baik dari generasi-generasi sebelumnya. Dan perkembangan peradaban manusia tidak berhenti, terus berkembang. Dengan kata lain, ketika kita memiliki iman, keyakinan akan kesempurnaan Ciptaan Tuhan, kita juga seharusnya meyakini peradaban manusia pada saatnya akan mencapai suatu keadan yang sempurna. Jika itu belum terjadi saat ini, hal itu dikarenakan penciptaan peradaban yang sempurna tidak terjadi begitu saja, ada proses , tahap-tahap yang harus dilalui. Dan kita semua berperan dalam proses itu. Umat manusia saat ini memperbaiki dan mengembangkan peradaban manusia dari generasi sebelumnya. Begitu pula selanjutnya, umat manusia di masa yang akan datang akan memperbaiki dan mengembangkan peradaban yang telah dicapai oleh manusia pada generasi saat ini. Begitulah selanjutnya sampai pada suatu ketika akan terbentuk masyarakat madani , yaitu masyarakat yang berkeadilan dan beradab.

Dalam mencapai masyarakat madani, kiita semua, umat manusia, mempunyai andil dan peran masing masing dalam mewujudkannya. Tidak hanya bangsa Arab dimana agama samawi diturunkan, tapi juga bangsa Eropa dengan ilmu pengatuhuannya, bangsa China, India, Indonesia dan semua bangsa bangsa lainnya dengan kerja kerasnya, juga mempunyai peran dalam mewujudkan ciptaan tuhan berupa peradaban sempurna di muka bumi ini.

Ketika kita menyadari seluruh umat manusia di muka bumi ini memiliki peran dalam mewujudkan masyarakat madani ciptaan Tuhan, sudah selayaknya kita saling menghargai satu sama lain sesama umat manusia. Tidak merasa lebih mulia dari yang lain dan tidak juga merasa paling benar sendiri.

Singapura,  January 2016,

Selamat Tahun Baru 2016

Mahendra Hariyanto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun