Mohon tunggu...
Mahendra Hariyanto
Mahendra Hariyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pekerja IT TInggal Di Singapura

Pekerja IT yang sedang belajar menulis... Tinggal di Singapura

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yakin itu Nikmat

5 Januari 2016   08:07 Diperbarui: 5 Januari 2016   10:01 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

***

Dulu waktu saya masih TK, Papa saya mencoba beternak ayam kampung di belakang rumah. Ayam- ayam kampung itu, satu ayam jago dan beberapa betina di lepas begitu saja di halaman rumah, tidak dikurung di dalam kandang. Dengan memelihara ayam kampung seperti ini, Papa berharap, dalam waktu dekat akan segera mendapatkan banyak telur-telur ayam kampung yang bisa kita konsumsi sendiri.

Tapi kenyataannya lain. Telur-telur ayam kampung yang didapat sangat sedikit, tidak seperti yang diharapkan. Di suatu sore setelah pulang kantor, papa medakan penyeilidkan untuk mencari penyebab mengapa telur ayam yang didapat hanya sedikit. Apa memang betul ayam betina itu bertelur hanya sedikit saja, ataukah ada yang mengambil (mencuri) telur-telur itu sebelum lagi keluarga kami sempat mengambilnya?

Aha.. ternyata tak sia-sia Papa saya menyisihkan waktu sepulang kerja untuk menyelidiki kasus ini. Biang keroknya tertangkap basah. Seorang anak TK (yaitu saya) yang melakukan sabotase usaha peternakan rumahan ayam kampung ini. Bagaimana saya menyabot usaha papa?

Begini ceritanya: waktu itu saya menyaksikan betapa menderitanya ayam betina (maaf) diperkosa oleh ayam jago. Ayam Jago mengejar –ngejar ayam betina yang berupaya lari menghindar, kalah cepat dan dapat disergap si ayam Jago. Begitu ayam betina tertangkap, ayam jago melompat di atas ayam betina dan menggunakan patuknya untuk menekan kepala ayam betina ke atas tanah sampai ayam betina itu tak berkutik dan (maaf lagi) diperkosa oleh sang ayam jago.

Melihat aksi brutal ini, saya si anak TK yang lugu itu dengan gagah berani , menghardik sang ayam jago sembari berteriak teriak , terkadang melempar ayam jago dengan kerikil, agar ayam jago itu menghentikan tindakan yang (menurut anak TK itu) tidak beradab.

Begitulah, karena kehadiran si anak TK pembela ayam betina, Ayam jago mengalami kesulitan memembuahi ayam –ayam betina lainnya. Alhasil, sang ayam Betina tidak dapat bertelur. Menyaksikan kejadian itu, saya dipanggil Papa (yang tentunya senyum –senyum sendiri menyaksikan aksi saya). Beliau meminta saya untuk tidak lagi menganggu si Ayam jago. Papa saya mencoba memberi pengertian bahwa yang dilakukan si Ayam jago itu adalah proses yang diperlukan agar ayam-ayam betina itu dapat bertelur. Kalau saya gangguin terus si ayam jago itu, ayam betina tidak akan dapat bertelur sehingga saya tidak akan dapat menikmati telor mata sapi lagi di pagi hari.

Begitu kira-kira.

Konteks cerita di atas pada apa yang sedang terjadi di dunia ini adalah : “Saya si Anak TK” yang banyak tidak tahunya, kurang lebih seperti halnya kebanyakan kita Manusia di dunia ini yang juga belum dapat melihat “the big picture” atas apa yang terjadi di dunia ini. Keheranan saya ,si Anak TK, pada papa yang tidak menggunakan “Powernya” untuk menghentikan kejahatan si Ayam Jago terhadap ayam-ayam betina ; mungkin kurang lebih sama seperti keheranan sebagian dari kita mempertanyakan :

  • mengapa “Tuhan tidak menggunakan kekuasaannya untuk menghentikan kejahatan di muka bumi ini”.
  • mengapa Tuhan membiarkan kekejian , perang dan penderitaan di muka bumi ini. Yang menderita dan menjadi korban tidak hanya orang –orang yang terlibat perang, tapi juga anak-anak yang tak berdosa menderita karenanya.
  • mengapa Tuhan tidak bertindak seperti Superman- Spiderman- Batman yang dengan segala kekuatan yang dimilikinya tidak akan tinggal diam menyaksikan penindasan yang terjadi dihadapannya. Jangan-jangan Tuhan tidak kuasa untuk melakukannya? Atau.. jangan-jangan Tuhan tidaklah – maha pengasih lagi maha penyayang- seperti yang digambarkan berbagai agama?

Pertanyaan seperti ini muncul karena keterbatasan dalam melihat “the bigger picture” dari apa yang disaksikan dan dirasakan oleh panca indra -nya.

Disinilah iman memainkan peran. Bagi yang lemah imannya, tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan menjadikan mereka tidak lagi percaya pada Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun