Di sisi lain, sebagian penggemar mungkin ada orang-orang yang sedang berada pada tahap pencarian jati diri atau bahkan yang kehilangan jati diri.
Maka hadirnya seorang idola di hadapan mereka yang sedang mencari atau mengalami krisis identitas diri akan menciptakan ikatan kuat di antara keduanya.
Ketika seseorang kehilangan atau mengalami krisis atau sedang dalam tahap pencarian identitas diri, maka ia cenderung akan mencari idola sehingga kualitas dan atribut yang melekat padanya akan diinternalisasi dan ditiru. Idolanya akan dipuja setinggi langit. Itulah proses adopsi alam bawah sadar yang dinamakan sebagai introjeksi.
Tetapi ketika kekaguman kepada idola sudah mengarah kepada sikap tidak rasional penggemarnya, maka sikap mengidolakan tersebut menjadi berada di luar batas kewajaran.
Sebegitu dikagumi dan dihargainya seseorang yang menjadi idola, hampir-hampir dia akan menjadi seperti "dewa" di mata penggemar yang kehilangan rasionalitasnya .
Hal ini tampak ketika melihat idola Tik Tok, diidolakan oleh para penggemarnya sampai membawa-bawa urusan keyakinan agama. Pada taraf ini, maka fenomena idola Tik Tok ini menjadi bermasalah yang mengakibatkan "kegaduhan" di dunia maya. Jadi dapat kita mengerti mengapa Kominfo memblokirnya.
***
Selaku orang dewasa tentu kita bisa mendudukkan masalah ini dengan tepat. Kasus yang menimpa Bowo misalnya, dapat menjadi pelajaran bagi orang tua agar bisa mengawasi aktivitas anak-anak ketika berurusan dengan dunia maya.
Idola Tik Tok adalah sisi lain dari perkembangan dan kemajuan zaman, pengawasan dan kendali terhadap anak adalah sisi lain dari tanggung jawab orang tua. Keduanya mesti bisa diharmonikan menjadi hal positif yang saling menguatkan.
Sehingga wajar saja, jika Kominfo berjanji dan menjamin aplikasi Tik Tok akan dibuka kembali jika persyaratan telah dipenuhi pengembang.
Karena, menutup secara total dianggap sebagian pihak kurang baik, membuka secara lebar tanpa pengawasan pun juga tidak tepat.