Identitas diri adalah kualitas yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dari yang lainnya. Ia menjadi ciri yang membedakan satu hal atau seseorang dari yang lain.
Dengan identitas diri ini, maka orang lain bisa membedakan seseorang dari orang lainnya.
Sedangkan introjeksi adalah upaya memasukkan atau meniru sikap atau ide orang lain ke dalam kepribadian seseorang secara tidak sadar.
Peniruan ini dilakukan berdasarkan adanya kekaguman kepada orang lain tentunya. Tidak mungkin seseorang akan meniru orang lain jika tidak dikaguminya.
Introjeksi sendiri bukanlah konsep negatif. Di dalam kehidupan, introjeksi ini penting dalam rangka menanamkan nilai-nilai dan norma yang dibutuhkan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
Introjeksi menjadi negatif ketika proses tersebut menjadi begitu kebablasan seperti dalam fenomena Tik Tok belakangan ini.
Tentu saja tidak sepantasnya mengagumi idola Tik Tok sampai mendudukannya seperti dewa atau sembahan. Di sinilah sikap mengidolakan seseorang menjadi kebablasan tak terkendali.
Sebagaimana efek dari aplikasi Tik Tok yang menjadi sarana "aktualisasi diri" ini, cepat atau lambat akan muncul seseorang yang melalui aplikasi tersebut menjadi "idola". Banyak faktor yang membuat seseorang menjadi idola ini.
Faktor tersebut bisa karena karya kreativitasnya, bisa karena tampangnya. Bisa karena kata-kata yang diucapkannya, bisa karena gaya-gaya yang diciptakannya. Bisa juga karena produk yang ditawarkannya, dan beberapa faktor lainnya.
Jika hal ini terjadi, maka definisi di atas akan menjadi benar. Benar karena ketika seseorang telah mampu menarik hati orang banyak (publik penggemarnya), maka otomatis ia akan dianggap sebagai idola mereka. Dan sampai sini tidak ada yang salah dengan fenomena ini. Seseorang berhak untuk disukai dan menyukai tentunya.